BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Ditinjau
dari segi fungsinya, salah satu jenis perbankan yang paling utama dan paling
penting adalah bank sentral.Bank sentral di tiap Negara hanya ada satu dan
mempunyai cabang hampir di setiap provinsi.Fungsi utama Bank Sentral adalah
mengatur masalah-masalah yang berhubungan dengan keuangan disuatu Negara secara
luas, baik di dalam negeri maupun ke luar negeri.Di Indonesia tugas Bank
Sentral dipegang oleh Bank Indonesia (BI).
Peranan
Bank Indonesia sebagai bank sentral atau sering juga disebut bank to bank dalam pembangunan memang
penting dan sangat dibutuhkan keberadaannya. Hal ini disebabkan bahwa
pembangunan disektor apa pun selalu membutuhkan dana dan dana ini diperoleh
dari sector lembaga keuangan termasuk bank. Bank Indonesia juga mengurus dana
yang dihimpun dari masyarakat agar disalurkan kembali kemasyarakat benar-benar
efektif pembangunannya sesuai dengan tujuan pembangunan.peranan lain dari bank
Indonesia adalah dalam hal menyalurkan uang terutama uang kartal (kertas dan
logam) di mana bank Indonesia mempunyai hak tunggal untuk menyalurkan uang
kartal. kemudian mengendalikan jumlah uang yang beredardan suku bungan dengan
maksud untuk menjaga kestabilan nilai rupiah.
Disamping
itu, hubungan bank Indonesia dengan pemerintah adalah sebagai pemegang kas
pemerintah.begitu pula hubungan keuangan dengan dunia internasional juga
ditangani oleh Bank Indonesia seperti menerima pinjaman luar negeri. Dalam
makalah ini akan diuraikan perkembangan status dan kedudukan bank sentral yang
bermula dari bank umum yang diberikan tanggung jawab khusus sampai terkini,
perkembangan status dan kedudukan bank Indonesia, tujuan dan tugas pokok Bank
Indonesia, hubungan BI dengan pemerintah dan badan internasional, dan terakhir
tentang independensi, akuntabilitas dan transparansi Bank Indonesia.
1.2
Rumusan Masalah
1.2.1
Bagaimana
perkembangan status dan kedudukan Bank Sentral?
1.2.2
Bagaimana
perkembangan status dan kedudukan Bank Indonesia?
1.2.3
Apa
sajakah tujuan dan tugas pokok Bank Indonesia?
1.2.4
Bagaimana
hubungan Bank Indonesia dengan pemerintah?
1.2.5
Bagaimana
hubungan Bank Indonesia dengan lembaga-lembaga internasional?
1.2.6
Siapa
sajakah dewan gubernur Bank Indonesia?
1.2.7
Bagaimana
independensi Bank Indonesia?
1.2.8
Bagaimana
akuntabilitas dan transparansi Bank Indonesia?
1.3
Tujuan
1.3.1
Untuk
mengetahui perkembangan status dan kedudukan Bank Sentral
1.3.2
Untuk
mengetahuiperkembangan status dan kedudukan Bank Indonesia
1.3.3
Untuk
mengetahuitujuan dan tugas pokok Bank Indonesia
1.3.4
Untuk
mengetahuihubungan Bank Indonesia dengan pemerintah
1.3.5
Untuk
mengetahuihubungan Bank Indonesia dengan lembaga-lembaga internasional
1.3.6
Untuk
mengetahui dewan gubernur Bank Indonesia
1.3.7
Untuk
mengetahui independensi Bank Indonesia
1.3.8
Untuk
mengetahui akuntabilitas dan transparansi Bank Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
Secara
umum, bank sentral merupakan lembaga yang memiliki peran penting dalam
perekonomian, terutama di bidang moneter, keuangan, dan perbankan.Peran
tersebut tercermin pada tugas-tugas utama yang dimiliki oleh bank sentral,
yaitu menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan mengawasi
bank, serta menjaga kelancaran sistem pembayaran. Tugas utama tersebut tidak
selalu sama antara satu bank sentral dengan bank sentral lainnya. Misalnya,
terdapat bank sentral yang hanya bertugas menetapkan dan melaksanakan kebijakan
moneter serta menjaga kelancaran sistem pembayaran, sementara ada juga bank
sentral lain yang hanya bertugas menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter.
Tugas utama yang dimiliki oleh bank sentral juga dimiliki oleh Bank Indonesia selaku
bank sentral Republik Indonesia.
Bab
ini akan membahas tentang segi kelembagaan Bank Indonesia dalam menjalankan
tugas-tugasnya sebagai bank sentral, gambaran tugas-tugas bank sentral di
beberapa negara, perkembangan status dan kedudukan Bank Indonesia sebagai bank
sentral Republik Indonesia. Perkembangan status Bank Indonesia yang
pembahasannya meliputi periode sebelum kemerdekaan, periode awal kemerdekaan,
periode UU No. 11 Tahun 1953 yang merupakan awal berdirinya Bank Indonesia,
periode UU No. 13 Tahun 1968 smapai dengan periode UU No. 23 Tahun 1999. Selain
itu akan diuraikan tujuan dan 3 tugas pokok Bank Indonesia yang merupakan pilar
dalam pencapaian tujuan dan dilanjutkan dengan pembahasan mengenai hubungan
Bank Indonesia dengan Pemerintah dan badan-badan internasional dalam rangka
pelaksanaan tugasnya. Terakhir akan diuraikan independensi, akuntabilitas, dan
transparansi yang melekat pada Bank Indonesia dengan diberlakukannya
undang-undang mengenai Bank Indonesia yang baru yaitu UU No. 23 Tahun 1999.
2.1
Perkembangan Status dan Kedudukan Bank Sentral
Bank
sentral mulanya berkembang dari suatu bank yang mempunyai tugas sebagaimana
dilakukan oleh bank-bank pada umumnya atau yang dikenal dengan sebutan Bank
Komersial.Secara gradual bank sentral diberi tugas dan tanggung jawab yang
lebih besar dan berbeda dari bank komersial, yaitu dalam pengaturan dan
kebijakan seperti menerbitkan uang (kertas dan logam) dan bertindak sebagai
agen dan banker pemerintah.Dalam perkembangan selanjutnya, bank yang kemudian
dikenal sebagai bank sentral memiliki tugas dan tanggung jawab yang lebih
terkait dengan pengaturan dan kebijakan, dan dilepaskan dari berbagai tugas dan
tanggung jawab yang pada umumnya dilakukan oleh bank komersial.
Pada
awalnya bank sentral disebut sebagai bank
of issu “bank sirkulasi” karena
tugasnya dalam menerbitkan uang kertas dan logam sebagai alat pembayaran yang
sah dalam suatu negara dan mempertahankan konversi uang dimaksud terhadap emas
atau perak atau keduanya. Dengan berkembangnya perekonomian, alat pembayaran
yang dipergunakan dalam berbagai transaksi ekonomi dan keuangan semakin
berkembang pula dan tidak hanya terbatas pada uang kertas dan logam. Masyarakat
banyak melakukan pembayaran melalui penarikan rekening giro dan simpanan di bank
dengan Anjungan Tunai Mandiri (ATM), kartu debet, cek, bilyet giro, wesel dan
sebagainya. Proses pembayaran juga tidak hanya dilakukan secara langsung antara
para pelaku transaksi, tetapi juga semakin banyak melalui bank dan lembaga
keuangan lainnya. Cara-cara pembayaran demikian melibatkan suatu proses
penyelesaian transaksi antar bank di suatu daerah, antar daerah, bahkan
antarnegara yang dikenal dengan sebutan “proses
kliring”. Sejalan dengan itu, bank sentral diperlukan untuk mengatur dan
menjaga kelancaran sistem pembayaran tersebut, dan bahkan melaksanakan sistem
pembayaran itu sendiri khususnya dalam hal belum ada pihak swasta yang
menyelenggarakannya.
Dengan
semakin berkembangnya perekonomian, pengendalian jumlah uang beredar merupakan
faktor yang sangat penting dalam seluruh kegiatan ekonomi suatu negara,
sebagaimana dikemukakan oleh Walter Bagehot bahwa money will not manage itself. Hal ini terkait dengan diperlukannya
uang untuk membiayai seluruh kegiatan ekonomi, seperti investasi dan perdagangan,
untuk meningkatkan produksi dan pendapatan, membuka lapangan kerja, dan pada
gilirannya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Apabila jumlah uang
beredar berlebihan dan tidak dikendalikan secara benar, maka akan terjadi
inflasi yang akan menghambat peningkatan pendapatan riil masyarakat dan
pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Demikian sebaliknya, apabila jumlah
uang beredar terlalu sedikit, maka kegiatan ekonomi akan terhambat. Untuk
itulah diperlukan suatu lembaga bank sentral yang berperan untuk menetapkan dan
melaksanakan kebijakan moneter, terutama untuk mengatur dan mengendalikan
peredaran uang dalam perekonomian.
Keberadaan
bank sentral juga diperlukan untuk mengatur dan mengawasi perbankan agar
aktivitasnya dapat berkembang sehat dan berjalan lancar sehingga dapat
mendorong kegiatan ekonomi. Hal itu mengingat bahwa keberadaan regulator yang
tidak berpihak akan membawa bank-bank dapat melaksanakan operasinya secara
efisien dan mampu memajukan perkembangan perekonomian. Contohnya, kalau tidak
ada regulator, maka kepentingan para deposan akan kurang mendapat perhatian,
dan juga akan dapat muncul praktek-praktek yang merugikan kepentingan nasabah
suatu bank. Demikian pula, bank-bank kecil dapat mengalami kesulitan Karena
belum tentu mampu bersaing dengan bank-bank yang lebih besar dan kuat. Selain
sebagai regulator, bank sentral juga diperlukan untuk berperan sebagai “bankers” bank dalam menjalankan
fungsinya sebagai lender of last resort “pemberi pinjaman akhir” bagi bank-bank
yang mengalami kesulitan pendanaan jangka pendek (likuiditas) dan tidak dapat
memperoleh pinjaman dari bank lain.
Dengan
berkembangnya peran seperti diuraikan diatas, bank sentral tidak lagi identik
dengan bank komersial atau lembaga keuangan lainnya. Masyarakat umum tidak
dapat lagi menyimpan uangnya atau meminta kredit atau mentransfer uang di bank
sentral.Bank sentral dibentuk sebagai regulator dan pembuat kebijakan untuk
mencapai suatu tujuan sosial ekonomi tertentu yang menyangkut kepentingan
nasional atau kesejahteraan umum, seperti stabilitas harga dan perkembangan
ekonomi. Dalam perkembangan selanjutnya, untuk dapat melaksanakan perannya,
bank sentral mempunyai beberapa kewenangan antara lain:
1)
Mengedarkan uang
sekaligus mengatur jumlah uang beredar
2)
Mengatur dan mengawasi
kegiatan perbankan
3)
Mengembangkan
sistem pembayaran
4)
Mengembangkan
sistem perkreditan
Peran
dan tugas bank sentral telah diterapkan di banyak negara dewasa ini. Meskipun
demikian, cakupan tugas bank sentral bervariasi dari satu negara ke negara
lain. Di sejumlah negara yang sedang berkembang peran bank sentral jauh lebih
luas, yaitu termasuk juga sebagai agen pembangunan. Disamping menjalankan
tugas-tugas tersebut diatas, bank sentral juga diminta untuk melayani kebutuhan
pembiayaan pembangunan yang diselenggarakan oleh pemerintah karena terbatasnya
sumber-sumber dana untuk pembiayaan pembangunan. Dalam hal ini, perlu dicatat
bahwa pengalaman di berbagai negara, termasuk Indonesia, tuntutan peran bank
sentral untuk membiayai pengeluaran pemerintah secara berlebihan telah
menyulitkan pelaksanaan tugas kebijakan moneter dan berdampak buruk pada
meningkatnya inflasi dan perekonomian secara keseluruhan.
Bank
sentral pada umumnya memiliki 3 tugas utama yang meliputi pengendalian moneter,
pengaturan dan pengawasan perbankan, dan pengaturan sistem pembayaran.Tugas
pengendalian moneter dimaksudkan untuk menjaga kestabilan harga dan atau
pertumbuhan ekonomi.Sementara tugas dalam pengaturan dan engawasan perbankan
dimaksudkan utnuk menjaga kestabilan sistem perbankan.Selanjutnya, tugas
pengaturan sistem pembayaran bertujuan mengembangkan sistem pembayran dan
infrstruktur keuangan yang sehat.
Dalam
prakteknya, bank sental tidak seluruhnya menjalankan 3 tugas utama sebagiamana
telah disebutkan diatas.Beberapa bank sentral mengemban 2 tugas utama, bahkan
ada juga bank sentral yang hanya mengemban 1 tugas utama.Dibawah ini diberikan
tabel bank sentral beberapa negara dengan tugas masing-masing.
Tabel
1: Bank Sentral dan Tugasnya
Negara
|
Otoritas
Moneter
|
Pengatur
Bank
|
Sistem
Pembayaran
|
Afrika
Selatan
|
Ya
|
Ya
|
Tidak
|
Amerika
|
Ya
|
Sebagian
|
Sebagian
|
Australia
|
Ya
|
Tidak
|
Ya
|
Belanda
|
Ya
|
Sebagian
|
Ya
|
Brazil
|
Ya
|
Ya
|
Sebagian
|
Brunei
|
Ya
|
Tidak
|
Tidak
|
Hongkong
|
Ya
|
Tidak
|
Tidak
|
India
|
Ya
|
Ya
|
Sebagian
|
Indonesia
|
Ya
|
Ya
|
Ya
|
Inggris
|
Ya
|
Tidak
|
Tidak
|
Italia
|
Ya
|
Sebagian
|
Ya
|
Jepang
|
Ya
|
Tidak
|
Ya
|
Jerman
|
Ya
|
Sebagian
|
Ya
|
Malaysia
|
Ya
|
Ya
|
Ya
|
Perancis
|
Ya
|
Sebagian
|
Sebagian
|
Selandia
Baru
|
Ya
|
Ya
|
Ya
|
Singapura
|
Ya
|
Ya
|
Sebagian
|
Beberapa
negara yang tugas pengendalian moneter dan pengawasan perbankannya dilakukan
oleh bank sentral adalah Brazil, India, Malaysia, Selandia Baru, Filipina, dan
Singapura. Secara umum, alasan penyatuan kedua fungsi tersebut antara lain:
1)
Fungsi
pengawasan bank dan pengendalian moneter memiliki sifat yang interdependent sehingga kedua fungsi
tersebut harus sejalan.
2)
Bank sentral
lebih mudah memantau dan menindak lanjuti dampak kebijakan moneter terhadap
perbankan.
3)
Data dan
informasi hasil pengawasan bank sangat diperlukan dalam mengambil keputusan dan
melaksanakan kebijakan moneter, demikian pula sebaliknya.
Sementara
itu, terdapat pula beberapa negara yang pengawasan banknya dilakukan oleh bank
sentral bersama dengan lembaga lainnya. Beberapa negara yang menggunakan
kebijakan tersebut, antara lain Amerika Serikat, Firlandia dan Jerman. Di
Amerika Serikat pemeriksaan bank dilakukan oleh Federal Reserve System “Bank
Sentral Amerika Serikat” bekerja sama denggan Office of the Controller of the Currency, State Government dan Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC),
dengan pembagian tugas pengawasan yang berbeda. Di Firlandia pengawasan bank
dilakukan oleh Bank of Firland “Bank Sentral Firlandia” bekerja sama
dengan The Bank Inspectorate. Hal
yang sama dilakukan oleh Bundesbank “BankSentral Jerman” yang melakukan
pengawasan bank bersama Bundesaufsichtsamt
fur das Kreditwesen.
Dalam
pada itu, di negara-negara lain seperti Australia, Belgia, Inggris, Jepang,
Korea Selatan, dan Swiss, fungsi pengawasan bank dipisahkan dari bank sentral.
Alasan pemisahan tersebut antara lain adanya kekhawatiran akan terjadinya
pertentangan kepentingan antara tugas menjaga kestabilan moneter dan tugas
pengawasan bank.
2.2
Perkembangan Status Dan Kedudukan Bank Indonesia
Peran
dan tuas Bank Indonesia selaku Bank Sentral di Indonesia telah mengalami
evolusi diri yang semula sebagai bank sirkulasi, kemudian pernah diminta
Pemerintah sebagai agen pembangunan, dan terakhir sejak tahun 1999 telah
menjadi lembaga yang independen dengan tugas-tugas merumuskan dan melaksanakan
kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta
mengatur dan mengawasi bank untuk mencapai tujuan kestabilan nilai rupiah.
Sebelum
Indonesia merdeka, Indonesia belum memiliki bank sentral seperti yang ada pada
saat ini .pada periode tersebut fungsi bank sentral hanya terbatas sebagai bank
sirkulasi. Tugas sebagai bank sirkulasi dilaksanakan oleh De Javanesche Bank NV yang diberi hak oktrooi tahun 1827, yaitu hak mencetak mengedarkan uang Gulden Belanda oleh Pemerintah Belanda.
Pada
masa setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, pada penjelasan bab VII pasal 23
UUD 1945 disebutkan bahwa dibentuk sebuah bank sentral yang disebut Bank
Indonesia dengan tugas mengeluarkan dan mengatur peredaran uang kertas.
Selanjutnya, pada tanggal 19 September 1945 dalam sidang Dewan Menteri,
Pemerintah Indonesia mengambil keputusan untuk mendirikan satu bank sirkulasi
berbentuk bank milik negara. Berkaitan dengan hal tersebut, langkah pertama
adalah membentuk yayasan dengan nama “Pusat
Bank Indonesia”. Yayasan tersebut merupakan cikal bakal berdirinya Bank
Negara Indonesia (BNI).
Pada
1949 berlangsung Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, dan salah satu
keputusan pentingnya adalah penyerahan kedaulatan Indonesia kepada Pemerintah Republik Indonesia Serikat (RIS).
Berkaitan dengan masalah perbankan, pada saat tersebut utusan Pemerintah
mengalami kesulitan untuk mengusahakan agar Bank Negara Indonesia yang telah
didirikan sejak tahun 1946 ditetapkan sebagai bank sentral RIS sehingga
Pemerintah Indonesia terpaksa menerima De
Javasche Bank sebagai Bank Sentral. Dalam perkembangannya pada tanggal 6
Desember 1951 dikeluarkan undang-undang nasionalisasi De Javasche Bank.
Pada
1 Juli 1953 dikeluarkan UU No. 11 Tahun 1953 tentang Pokok Bank Indonesia
sebagai pengganti Javasche Bank Wet tahun
1992. Mulai saat itu lahirlah satu bank sentral di Indonesia yang diberi nama
Bank Indonesia. Sejak keberadaan Bank Indonesia sebagai bank sentral hingga
tahun 1968, tugas pokok Bank Indonesia selain menjaga stabilisasi moneter,
mengedarkan uang, dan mengembangkan sistem perbankan, juga masih tetap melaksanakan
beberapa fungsi sebagaimana dilakukan oleh bank komersial.Namun demikian,
tanggung jawab kebijakan moneter berada ditangan Pemerintah melalui pembentukan
Dewan Moneter yang tugasnya menentukan kebijakan moneter yang harus
dilaksanakan oleh Bank Indonesia.Selain itu, Dewan Moneter juga bertugas
memberikan petunjuk kepada direksi Bank Indonesia dalam menjaga kestabilan
nilai mata uang dan memajukan perkembangan perkreditan dan perbankan.Kesemuanya
ini mencerminkan bahwa kedudukan Bank Indonesia pada periode tersebut masih
merupakan bagian dari Pemerintah.
Pada
tahun 1968 dengan dikeluarkannya UU No. 13 Tahun 1968, Bank Indonesia tidak
lagi berfungsi ganda karena beberapa fungsi sebagaimana dilakukan oleh bank
komersil dihapuskan. Namun demikian, misi Bank Indonesia sebagai agen
pembangunan masih melekat, demikian juga tugas-tugas sebagai kasir Pemerintah
dan bankersbank. Selain itu, Dewan
Moneter sebagai lembaga pembuat kebijakan yang berperan sebagain perumus
kebijakan moneter masih tetap dipertahankan.Tugas Bank Indonesia sebagai agen
pembangunan tercermin pada tugas pokoknya, yaitu pertama mengatur, menjaga dan memelihara stabilitas nilai Rupiah,
dan kedua mendorong kelancaran
produksi dan pembangunan, serta memperluas kesempatan kerja guna meningktakan
taraf hidup masyarakat.
Tugas-tugas
pokok yang diemban Bank Indonesia sebagai otoritas moneter pada periode
tersebut, khususnya untuk memelihara kestabilan nilai rupiah, tidak selalu
dapat sejalan dengan tugas lain Bank Indonesia, yaitu tugas untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi dan memperluas kesempatan kerja. Pertumbuhan ekonomi yang
tinggi, misalnya sering pula diikuti oleh peningkatan harga-harga (inflasi)
yang tinggi.Hal ini disebabkan oleh menguatnya permintaan didalam negeri
sehubungan dengan meningkatnya pendapatan masyarakat sebagai dampak pertumbuhan
ekonomi yang tinggi.Inflasi yang tinggi berkelanjutan dan tidak terkendali pada
gilirannya akan mengganggu kesinambungan pertumbuhan ekonomi itu sendiri.
Selanjutnya,
dengan diberlakukannya UU No. 23 Tahun 1999, kedudukan Bank Indonesia selaku
Bank Sentral Republik Indonesia telah dipertegas kembali. Dalam kaitan ini,
Bank Indonesia telah mempunyai kedudukan yang independen di luar Pemerintah
sebagaimana bank-bank sentral di beberapa Negara, seperti Amerika Serikat,
Chili, Filipina, Inggris, Jepang, Jerman, Korea Selatan, dan Swiss. Sebagai
suatu lembaga yang independen, Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk
merumuskan dan melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan dalam pelaksanaan
tugasnya sesuai undang-undang tanpa campur tangan pihak di luar Bank
Indonesia.Dalam kaitan ini, Bank Indonesia wajib menolak dan mengabaikan setiap
bentuk campur tangan atau intervensi dari pihak di luar Bank Indonesia.Dengan
independensi tersebut, Bank Indonesia selaku otoritas moneter diharapkan dapat
melaksanakan tugas dan wewenangnya secara efektif.
Berdasarkan
UU No. 23 Tahun 1999 , Bank Indonesia dinyatakan sebagai badan hukum. Dengan
status tersebut, Bank Indonesia mempunyai kewenangan untuk melakuakn perbuatan
hukum termasuk mengelola kekayaannya sendiri terlepas dari Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN).Selain itu, Bank Indonesia juga berwenang membuat
peraturan yang mengikat mesyarakat luas sesuai degan tugas dan kewenangannya
dan dapat bertindak atas namanya sendiri di dalam dan di luar pengadilan.
Dilihat dari system ketatanegaraan
Republik Indonesi, kedudukan Bank Indonesi selaku lembaga negara yang
independen tiak sejajar dengan lembaga tinggi negara seperti DPR, BPK, MA.
Kedudkan Bank Indonesia juga tidak sama dengan dengan Departemen karena
kedudukan Bank Indonesia berada diluar pemerintah. Status dan kedudukan yang
khusus tersebut diperlukan agar Bank Indonesia dapat melaksanakan peran dan
fungsinya sebagai otoritas secara lebih efektif dan efisien.
Gambar 1
Struktur Bank Indonesia Dalam Sistem Ketatanegaraan
Repubik Indonesia
Selanjutnya, sesuai dengan amandemen UU
No. 3 Tahun 2004 ditegaskan bahwa meskipun Bank Indonesia berkedudukan sebagai lembaga
negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya kepada DPR.
Dalam rangka memenuhi asas transparansi, Bank Indonesia diwajibkan menyampaikan
laporan tahunan dan laporan triwulanan tersebut kepada masyarakat luas melalui
media massa dengan menyampaikan ringkasannya dalam Berita Negara.
2.3
Tujuan Dan Tugas Pokok Bank Indonesia
Terdapat dalam UU No.23 Tahun 1999
tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2004.
2.3.1 Tujuan
Tujuan Bank Indonesia ditetapkan untuk
mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah yang
dimaksudkan dalam Undang-Undang tersebut adalah kestabilan nilai rupiah
terhadap barang dan jasa serta terhadap mata uang negara lain. Kestabilan nilai
rupiah terhadap barang dan jasa diukur dengan atau tercermin pada perkembangan
laju inflasi. Kestabilan nilai rupiah terhadap mata uang negara lain diukur
berdasarkan atau tercermin pada perkembangan nilai tukar rupiah (kurs) terhadap
mata uang negara lain.
Kestabilan nilai rupiah sangat penting
untuk mendukung pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.Kenaikan harga-harga (inflasi) yang tinggi dan terus
menerus akanmenurunkan daya beli masyarakat, khususnya yang mempunyai
pendapatan tetap, sehingga tingkat kesejahteraannya menurun. Demikian pula,
nilai tukar rupiah yang terus melemah, meskipun mungkin dapat meningkatkan
pendapatan neto dari perdagangan nluar negeri, akan meningkatkan harga-harga
didalam negeri, khususnya barang dan jasa yang harus diimpor dari luar negeri.
Lebih dari, ketidakstabilan inflasi dan nilai tukar rupiah bmenyebabkan dunia
usaha dan para pelaku ekonomi akan mengalami kesulitan dalam menyusun perencanaan
usahanya. Pada akhirnya, hal ini akan mengakibatkan fluktuasi perkembangan
ekonomi secara keseluruhan yang berakibatkan fluktuasi perkembangan ekonomi
secara keseluruhan yang berakibat buruk pada kesejahteraan masyarakat.
Penetapan tujuan tunggal pemeliharaan
stabilitas nilai rupiah dalam undang-undang seperti diatas menjadikan sasaran
yang harus dicapai dan batas tanggung jawab Bank Indonesia akan semakin jalas
dan terfokus. Meskipun tujuan diutamakan pada stabilitas nilai rupiah, hal ini
tidak berarti bahwa Bank Indonesia tidak mnempertimbangkan perkembangan ekonomi
dan keuanbgan secara keseluruhan.Dalam mencapai tujuan tersebut, Bank Indonesia
perlu mengarahkan kebijakannya untuk menyeimbangkan kondisi ekonomi internal,
khususnya keseimbangan antara permintaan bdan penawaran agregat, dengan kondisi
ekonomi eksternal yang tercermin pada kinerja neraca pembayaran.Perwujudan
keseimbangan internal adalah terjaganya inflasi pada tingkat yang rendah,
sementara dari sisi eksternal adalah terjaganya nilai tukar rupiah pada tingkat
perkembangan yang cukup kuat dan stabil.Untuk itu Bank Indonesia harus
mempertimbangkan dan melakukan koordinasi dengan Pemerintah agar kebijakan yang
ditempuhnya sejalan dan saling mendukung dengan kebijakan fiskal dan ekonomi
lainnya.
2.3.2 Tugas
Tiga tugas Bank Indonesia untuk mencapai
tujuannya:
1.
Menetapkan
dan melaksanakan kebijakan moneter
2.
Menghatur
dan menjaga kelancaran system pembayaran, dan
3.
Mengatur
dan mengawasi bank
Pelaksanaan ketiga tugas diatas
mempunyai keterkaitan dan karenanya harus dilakukan secara saling mendukung
guna tercapainya tujuan Bank Indonesia secara efektif dan efisien. Tugas
menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter dilakukan Bank Indonesia antara
lain melalui pengendalian jumlah uang beredar dan suku bunga dalam
perekonomian. Efektivitas pelaksanaan tugas ini memerlukan dukungan system
pembayaran yang efisien, cepat, aman,
dan andal yang merupakan sasaran dan pelaksanaan tugas mengatur dan menajaga
kelancaran system pembayaran. System pembayaran yang efisien, cepat aman, dan
andal tersebut memerlukan system perbankan yang sehat yang merupakan sasaran
tugas mengatur dan mengawasi bank. Selanjutnya system perbankan yang sehat,
selain mendukung kinerja system pembayaran, akan mendukung pengendalian moneter
mengingat pelaksanaan kebijakan moneter dan efektivitasnya dalam mempengaruhi
kegiatan ekonomi riil dan mencapaistabilitas nilai rupiah terutama berlangsung
melalui system perbankan. Dengan keterkaitan pelaksanaan ketiga tugas secara
saling mendukung tersebut, maka pencapaian tujuan Bank Indonesia berhasil
dengan baik.
2.3.2.1 Tugas
Menetapkan dan Melaksanakan Kebijakan Moneter
Pada dasarnya kebijakan moneter yang ditempuh oleh
otoritas moneter merupakan salah satu bagian intergral dari kebijakan ekonomi
makro dan berpengaruh besar terhadap berbagai aktivitas ekonomi dan
keuangan yang dilakukan masyarakat.
Sejalan dengan itu amandemen UU No. 3 Tahun 2004 menekankan agar kebijakan moneter
Bank Indonesia dilaksanakan secara berkelanjutan, konsisten, transparan, dan
harus mempertimbangkan kebijakan umum pemerintah di bidang perekonomian.
Ketentuan ini dimaksudkan agar kebijakan moneter yang diambil Bank Indonesia
dapat dijadikan acuan yang pasti dan jelas bagi dunia usaha dan masyarakat
lainnya. Di samping itu, hal tersebut juga dimaksudkan agar kebijakan moneter
Bank Indonesia sudah mempertimbangkan dan dapat dikoordinasikan secara baik
dengan kebijakan fiskal dan kebijakan ekonomi lainnya yang ditempuh pemerintah
sehingga mampu menciptakan kondisi ekonomi makro yang baik, seperti stabilitas
harga, pertumbuhan ekonomi, dan perluasan kesempatan kerja.
Dalam rangka melaksanakan tugas menetapkan dan
melaksanakan kebijakan moneter tersebut, Bank Indonesia diberi kewenangan penuh
untuk menetapkan sasaran-sasaran moneter dengan memperhatiakn sasaran laju
inflasi dan untuk melakukan pengendalian moneter dengan menggunakan berbagai
instrument kebijakan moneter. Dalam kaitan ini, sesuai dengan UU No.23 Tahun
1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan UU No.3 Tahun 2004,
sasaran laju inflasi sebagai sasaran akhir kebijakan moneter yang semula
ditetapkan oleh Bank Indonesia telah diubah menjadi ditetapkan Pmerintah
setelah berkoordinasi dengan Bank Indonesia. Perubahan ini dimaksudkan untuk
semakin meningkatkan koordinasi antara kebijakan moneter Bank Indonesia dengan
kebijakan fiskal dan ekonomi lainnya yang ditempuh pemerintah dalam mencapai
sasaran ekonomi makro.Disamping itu perubahan tersebut dimaksudkan pula untuk
memperkuat komitmen dan dukungan pemerintah dalam pencapaian sasaran inflasi
oleh Bank Indonesia.
Untuk mencapai sasaran inflasi yang telah
ditetapkan, Bank Indonesia menetapkan sasaran moneter yang dapat berupa besaran
moneter dan atau suku bunga sesuai dengan perkembangan dan arah pergerakan
ekonomi dan keuangan kedepan.Sasaran moneter tersebut dicapai melalui
pengendalian moneter yang dilakukan Bank Indonesia dengan menggunakan berbagai
instrumen moneter yang umum dipakai oleh Bank sentral. Instrumen moneter yang
saat ini digunakan oleh Bank Indonesia adalah instrumen tidak langsung yang
meliputi operasi pasar terbuka, fasilitas diskonto, penetapan giro wajib minimum,
dan imbauan yang dalam pelaksanaannya dapat dilakukan secara bersama-sama atau
sendiri. Sementara itu, instrumen langsung yang pernah digunakan seperti
penetapan pagu kredit dan penetapan suku bunga tidak dilakukan lagi mengingat
instrumen tersebut kurang efektif dan tidak berorientasi pasar.
Agar pelaksanaan kebijakan moneter dapat secara
efektif mencapai sasaran inflasi yang telah ditetapkan, maka harus dihindari
penciptaan uang beredar yang dipengaruhi oelh faktor-faktor diluar pertimbangan
moneter.Pengalaman di masa orde lama maupun selama masa krisis menunjukkan
bahwa penggunaan kebijakan moneter untuk membiayai pengeluaran Pemerintah telah
berdampak buruk pada peningkatan laju inflasi dan kegiatan perekonomian secara
keseluruhan. Sejalan dengan itu berdasarkan UU No.23 Tahun 1999 ditetapkan
bahwa Bank Indonesia dilarang memberikan pinjaman kepada Pemerintah untuk
membiayai pengeluaran APBN baik secara langsung maupun melalui pembelian surat
utang negara. Sesuai dengan amandemen UU No.3 Tahun 2004, pengecualian
diperkenankan kepada Bank Indonesia untuk membeli surat utang negara guna pendanaan fasilitas pembiayaan darurat yang
dilakukan Pemerintah dalam rangka mengatasi kesulitan perbankan yang berdampak
sistematik pada seluruh sistem keuangan dan perekonomian.
Selanjutnya, pelaksanaan kebijakan moneter tidak
dapat dilepaskan dari sistem nilai tukar dan sistem devisa yang ditetapkan.
Dalam hal sistem nilai tukar, sejak 14 Agustus 1997 Pemerintah menetapkan
sistem nilai tukar yang dianut adalah sistem nilai tukar mengambang dan Bank
Indonesia melaksanakan kebijakan berdasarkan sistem nilai tukar yang telah
ditetapkan. pada sistem mengambang, pergerakan nilai tukar rupiah
ditentukan oleh besarnya permintaan dan
penawaran valas di pasar. Dalam hubungan ini, kebijakan nilai tukar yang
ditempuh oleh Bank Indonesia berupa intervensi di pasar valas yang dimaksudkan
agar pergerakan nilai tukar di pasar berlangsung stabil.Intervensi valas
dimaksud tidak diarahkan untuk mencapai suatau tingkat atau kisaran nilai tukar
rupiah tertentu. Disamping itu stabilisasi nilai tukar rupiah sangat penting
agar pengaruh nilai tukar terhadap kenaikan harga-harga, khususnya harga barang
yang diimpor dari luarnegeri., dapat terkendali sehingga mendukung upaya
pencapaian sasaran inflasi.
Pelaksanaan kebijakan moneter juga tidak dapat
dilepaskan dari sistem devisa yang dianut. Dalam hal ini pemilihan sistem
devisa oleh suatu negara akan tergantung pada kondisi negara yang bersangkutan,
khususnya keterbuakaan ekonominya dalam arti seberapa jauh negara yang
bersangkutan ingin mengintegrasikan ekonominya dengan ekonomi global. Untuk
Indonesia, sesuai UU No.24 tahun 1999 tentang lalu lintas Devisa dan nilai
tukar yang dianut sistem devisa bebas, yang berarti masyarkat dapat secara bebas
memperoleh dan menggunakan devisa. Akan tetapi agar lalu lintas tersebut bisa
mendukung pembangunan ekonomi dan tidak menyulitkan pelaksanaan kebijakan
moneter, maka sesuai UU dimaksud Bank Indonesia diberi kewenangan untuk
malakukan monitoring dan masuk dan keluar Indonesia.mengeluarkan ketentuan
kehati-hatian terhadap lalu lintas devisa yang masuk dan keluar Indonesia.
Sehubungan dengan itu sejak tahun 2000Bank Indonesia telah mengeluarkan
ketentuan monitoring lalu lintas devisatersebut dan memantau perkembangan yang
terjadi.
2.3.2.2
Tugas Mengatur dan Menjaga Sistem
Pembayaran
Sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman, dan
handal diperlukan untuk mendukung pelaksanaan kebijakan moneter yang yang
efisien dan efektif.Sehubungan dengan haltersebut, Bank Indonesia diberi
kewenangan untuk mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran yaitu dengan a) Menetapkan pengguanaan alat pembayaran
dan b) Mengatur penyelenggaraan jasa sistem pembayaran.
a. Kewenangan menetapkan
penggunaan alat pembayaran
Secara umum terdapat dua jenis alat pembayaran,
yaitu alat pembayaran tunai (uang kertas dan logam) dan non-tunai (berbasis
warkat seperti, bilyet giro dan wesel maupun berbasis elektronik seperti
kartu kredit dan ATM). Untuk kelancaran sistem pembayaran, diperlukan pengaturan
mengenai penggunaan kedua alat pembayaran tersebut.Kewenangan Bank Indoesia
dalam menetapkan penggunaan alat pembayaran tunai meliputi mengeluarkan,
mengedarkan, menarik, dan memusnahkan uang rupiah, termasuk menetapkan macam
harga, ciri uang, barang yang digunakan serta tanggal mulai berlakunya.Untuk
itu, Bank Indonesia senantiasa menjamin ketersediaan uang di masyarakatdalam
jumlah yang cukup dan kualitas yang memadai.Sementara itu, untuk alat
pembayaran non tunai, Bank Indonesia Berwenang menetapkan bentuk keabsahan
maupun keamanan penggunaannya dalam berbagai transaksi ekonomi dan keuangan.Hal
ini ditujukan untuk meyakinkan bahwa seluruh alat pembayaran yang dipergunakan
termasuk pengoperasiannya dilakukan secara aman serta dikelola dan dimonitor
secara baik.
b. Kewenangan
Mengatur dan Menyelenggarakan Sistem Pembayaran
Pengaturan
diperlukan untuk menjamin kelancaran dan keamanan sistem pembayaran.Terkait
dengan itu, Bank Indonesia berwenang menyelenggarakan sendiri sistem pembayaran
sendiri sistem pembayaran dengan kewajiban menyampaikan laporan kegiatannya
kepada Bank Indonesia.Disamping itu, Bank Indonesia berwenang mengatur sistem
kliring antar bank, serta menyelenggarakan penyelesaian akhir transaksi
pembayaran antar bank, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing.
2.3.2.3 Tugas Mengatur dan Mengawasi Bank
Tugas
mengatur dan mengawasi bank penting tidak saja untuk mendukung kelancaran
sistem pembayaran, tetapi juga untuk meningkatkan efektivitas kebijakan moneter
dalam mempengaruhi perkembangan ekonomi dan inflansi. Hal itu mengingat lembaga
perbankan berfungsi
sebagai lembaga kepercayaan masyarakat dalam mobilisasi dana dan penyaluran
kredit perbankan (fungsi intermediasi) maupun dalam peredaran uang di dlam
perekonomian.
Berdasarkan
undang-undang, kewenangan Bank Indonesia dalam mengatur dan mengawasi bank
meliputi:
1) Memberikan
dan mencabut izin atas kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu dari bank
2) Menetapkan
peraturan di bidang perbankan
3) Melakukan
pengawasan bank baik secara langsung maupun tidak langsung
4) Mengenakan
sanksi terhadap bank sesuai ketentuan perundangan.
Keempat kewenangan tersebut merupakan satu
kesatuan dalam mendukung terciptanya sistem perbankan yang sehat, kuat, dan
efisien. Ketentuan perizinan ditujukan untuk meyakinkan bahwa bank yang
diperbolehkan beroperasi mempunyai modal yang cukup dan dikelola oleh pengurus
bank yang kompeten dan mempunyai integritas yang tinggi. Ketentuan
kehati-hatian bank ditujukan untuk memberikan rambu-rambu yang harus dipatuhi
oleh para pengurus bank sesuai standard yang berlaku secara internasional.
Sementara itu, pengawasan bank diarahkan untuk meyakinkan bahwa rambu-rambu
kehati-hatian tersebut di patuhi oleh pengurus bank.Apabila suatu bank
melakukan pelanggaran atau bahkan diyakini tidak layak beroperasi, maka Bank
Indonesia berwenang untuk memberikan sanksi baik secara administratif ataupun
bahkan mencabut izin usaha bank yang bersangkutan.
2.4
HUBUNGAN DENGAN PEMERINTAH
Dalam
melaksanakan tugas dan wewenangnya, Bank Indonesia menjalin hubungan dengan
pemerintah, tidak saja dalam tingkatan koordinasi antar kebijakan, tetapi juga
mencakup pula hubungan kerjaoperasional.Hubungan Bank Indonesia dengan
pemerintah telah diatur dengan jelas dalm UU No.23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2004.Pada tingkat
operasional, Bank Indonesia ditetapkan sebagai pemegang kas pemerintah.Dalam
hal ini, penerimaan dan pengeluaran pemerintah dilakukan melalui rekeningnya
yang disimpan di Bank Indonesia. Meskipun demikian, Bank Indonesia dilarang
memberi pinjaman kepada pemerintah, termasuk dalam bentuk saldo negatif dari
rekening pemerintah tersebut maupun dengan
membeli surat utang negara yang di terbitkan pemerintah di pasar. Selain pemegang kas
pemerintah, Bank Indonesia untuk dan atas nama pemerintah. Dapat menerima
pinjaman luar negeri, menatausahakan, serta menyelesaikan tagihan dan kewajiban
keuangan pemerintah terhadap luar negeri.
Pada
tingkat koordinasi antar kebijakan, hubungan antara Bank Indonesia dengan
pemerintah dilakukan untuk mengarahkan agar kebijakan yang menjadi kewenangan
masing-masing dapat secara bersama-sama dan bersinergi mencapai sasaran ekonomi
makro, seperti inflansi, pertumbuhan ekonomi, dan kesempatan kerja.Dalam hal
ini, sesuai dengan UU Bank Indonesia tersebut, pemerintah berkoordinasi dengan
Bank Indonesia dalam menetapkan sasaran inflasi yang menjadi sasaran akhir
kebijakan moneter.Sebaliknya, Bank Indonesia wajib memberikan pendapat dalam
penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) dan atau
kebijakan pemerintah lainya yang terkait dengan tugas dan wewenang Bank
Indonesia. Bank Indonesia juga memberi pendapat kepada Pemerintah dalam rangka
penerbitan surat utang negara dan pencarian hutang luar negeri. Sementara itu,
Pemerintah wajib meminta pendapat dan atau mengundang Bank Indonesia dalam
sidang kabinet yang membahas masalah yang berkaitan dengan tugas Bank
Indonesia.Demikian juga, Pemerintah dapat hadir dalam Rapat Dewan Gubernur di
Bank Indonesia dengan hak bicara tanpa hak pengambilan keputusan.
2.5
HUBUNGAN INTERNASIONAL
Selain
dengan Pemerintah, Bank Indonesia juga menjalin hubungan kerja dengan
lembaga-lembaga internasional. Hubungan terseebut diperlukan dalam rangka
menunjang kelancaran pelaksanaan Bank Indonesia maupun pemerintah yang
berhubungan dengan negara-negara lain.
Secara
umum, hubungan kerja sama internasional yang dijalin oleh Bank Indonesia
terdiri dari :
1)
Kerja sama yang
dilakukan atas nama Bank Indonesia sendiri dalam rangka melaksanakan
tugas-tugasnya, seperti keanggotaan bank sentral di South East Asia Central Bank (SEACEN)
2)
kerja sama yang
dilakukan untuk dan atas nama negaranya masing-masing, seperti keanggotaan
suatu negara di lembaga keuangan internasional seperti Internasional Monetary Fund (IMF)
Sebagaimana
bank sentral lainya, Bank Indonesia juga menjalin kerja sama internasional yang
meliputi bidang-bidang :
1)
Investasi
bersama untuk kestabilan pasar valuta asing
2)
Penyelesaian
transaksi lintas negara
3)
Hubungan
koresponden
4)
Tukar-menukar
informasi mengenai hal-hal yang terkait dengan tugas-tugas bank
sentral
5)
Pelatihan/penelitian
dibidang moneter dan system pembayaran.
Keanggotaan
Bank Indonesia di beberapa lembaga dan forum international atas nama Bank
Indonesia sendiri, antara lain:
1)
The
South East Asian Central Banks Researc and Training Centre (SEACEN
centre).
2)
The
South East Asian, New Zeland and Australia Forum of Banking Supervisors (SEANZEA).
3)
The
Executives’Meeting of East Asian and Pacific Central Banks (EMEAP)
4)
ASEAN
Central Bank Forum (ACBF)
5)
Bank
for International Settlement (BIS)
6)
Islamic
Financial Sector Board (IFSB)
Sementara
itu, keanggotaan Bank Indonesia mewakili pemerintah Republik Indonesia, antara
lain:
1)
Association
of South East Asian Nations (ASEAN)
2) ASEAN 3 (ASEAN Cina, Jepang dan Korea)
3) Asian
Development Bank (ADB)
4) Asia Pacific
Economic Cooperation (APEC)
5) Manila
Framework Group (MFG)
6) Asia-Europe
Meeting (ASEM)
7) Islamic
Development Bank (IDB)
8) Consultative
Group on Indonesia (CGI)
9) International
Monetary Found (IMF)
10) World Bank, termasuk
keanggotaan di International Bank for Reconstruction and Development (IBRD),
International Development Association (IDA) dan International Finance
Ccorporation (IFC) dan Multilateral Investment Guarantee Agency (MIGA)
11) World Trade
Organization (WTO)
12) Intergovernmental
Group of 20 (G20)
13) Intergovernmental
Group of 15 (G15, sebagai observer)
14) Intergovernmental
Group of 24 (G24, sebagai observer)
2.6 DEWAN GUBERNUR
Secara
umum, pimpinan suatu lembaga merupakan elemen penting dalam suatu kelembagaan.
Untuk lembaga Bank sentral, kendali kepemimpinan berada pada suatu dewan yang
disebut Dewan Gubernur atau Executive Board, Policy Board, atau sebutan lainya.
Dewan tersebut umumnya dipimpin oleh serang gubernur, presiden, chairman, atau
sebutan lainya. Dengan mengetahui tugas, wewenang, hak, dan tanggung jawab
pimpinan suatu bank sentral, dapat diketahui beberapa hal, antara lain seberapa
besar wewenang dan bagaimana proses perumusan kebijakan yang dilakukan Dewan
Gubernur dalam melaksanakan tugasnya secara independen dalam rangka pencapaian
tujuan bank sentral yang telah ditetapkan.
Jumlah
anggota Dewan Gubernur atau Excecutive Board atau Policy Board pada umumnya
bervariasi dari satu bank sentral ke bank sentral lain. Sebagai contoh, Bank of Japan (BOJ) memiliki seorang
Gubernur, dua Deputi Gubernur, dan enam anggota Policy Board.The Bundesbank
memiliki seorang presiden, seorang wakil, dan enam anggota Excecutive Board.
The Federal Reserve System (FedRes)
memiliki seorang chairman, seorang wakil dan lima anggota Gubernur. Sementara
itu, European Central Bank (ECB)
memiliki seorang presiden, seorang wakil, dan empat anggota Excecutive Board.
Sesuai
UU No. 23 Tahun 1999, Bank Indonesia sebagai Bank Sentral Republik Indonesia
dipimpin oleh Dewan Gubernur. Dalam melaksanakan tugasnya, Dewan Gubernur
dipimpin oleh seorang Gubernur, dengan
Deputi Gubernur Senior sebagai
wakil dan minimal empat orang atau maksimal tujuh orang Deputi Gubernur sebagai
anggotanya. Saat ini Bank Indonesia memiliki seorang Gubernur, seorang Deputi
Gubernur Senior, dan enam Deputi Gubernur. Dewan gubernur mempunyai masa
jabatan maksimum lima tahun dan hanya dapat diangkat kembali untuk satu kali
masajabatan berikutnya. Untuk menjaga kesinambungan kebijakan bank sentral,
penggantian Dewan Gubernur diatur secara berkala, yaitu setiap tahun paling
banyak dua orang yang diganti.
Susunan Dewan Gubernur Bank Indonesia
Dewan
Gubernur diusulkan dan diangkat oleh Presiden dengan terlebih dahulu
mendapatkan persetujuan dari DPR. Khusus Deputi Gubernur, usul Presiden
dilakukan dengan rekomendasi dari Gubernur dengan bakal calon dari internal
maupun eksternal Bank Indonesia. Untuk menjadi anggota Dewan Gubernur, calon
yang bersangkutan harus memenuhi persyaratan antara lain: 1) warga negara indonesia,
2) memiliki akhlak dan moral yang tinggi, dan 3) memiliki keahlian dan
pengalaman di bidang ekonomi, perbankan, atau hukum, khususnya yang berkaitan
dengan tugas bank sentral.
Menurut
undang undang sebelumnya, yaitu UU No. 13 Tahun 1968, Bank Indonesia dipimpin
oleh Direksi yang terdiri dari seorang Gubenur dan minimal lima atau maksimal
tujuh orang Direktur.
Dewan
Gubernur sebagai pimpinan Bank Indonesia berwenang untuk menetapkan kebijakan
dalam melaksanakan tugas-tugasnya dibidang moneter, sistem pembayaran, dan
perbankan, disamping kebijakan di bidang Manajemen Internal.Dalam melaksanakan
tugasnya, Dewan Gubernur menyelenggarakan Rapat Dewan Gubernur (RDG) sebagai
suatu forum pengambilan keputusan tertinggi di Bank Indonesia. RDG
diselenggarakan sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan untuk menetapkan
kebijakan umum di bidang moneter,dan sekurang-kurangnya sekali dalam seminggu
melakukan evaluasi atas pelaksanaan kebijakan moneter atau menetapkan kebijakan
lain yang sifat prinsipil dan strategis. Pengambilan keputusan dalam RDG
dilakukan atas dasar prinsip musyawarah untuk mencapai mufakat apabila mufakat
tidak dicapai, Gubernur menetapkan keputusan akhir.
2.7
INDEPENDENSI
Independensi
adalah salah satu faktor penting dalam pencapaian tujuan akhir suatu bank
sentral.Permasalahan Independensi telah ada semenjak bank sentral pertama
berdiri. David Ricardo (1824) menganjurkan adanya otonomi bank sentral dan
menganjurkan pula agar bank sentral tidak membiayai devisit anggaran belanja
pemerintah. Independensi bank sentral mulai banyak diterapkan dan diperkuat
dengan undang-undang di berbagai negara sejak tahun 1990-an. Seiring dengan
demokratisasi yang berkembang, penataan kelembagaan pemerintahan dilakukan
dengan pemfokusan tujuan dan tugas, pemberian independensi, serta penguatan
akuntabilitas dan transparansi pada masing-masing otoritas.Terkait dengan bank
sentral.Pemberian independensi dilakukan dengan pemfokusan tujuan seperti
kestabilan nilai rupiah atau kestabilan harga, pemberian kewenangan penuh dalam
pelaksanaan tugas, serta penguatan akuntabilitas dan transparansi dalam
pelaksanaan tugas dan pecapaian tujuan yang ditetapkan dalam undang-undang.
2.7.1 Pengertian Independensi Bank
Sentral
Secara
umum, independensi didefinisikan sebagai kebebasan dari pengaruh, instruksi
atau pengarahan, atau kontrol dari pihak atau pihak-pihak lain. Jika diterapkan
pada bank sentral, Meyer (2000) mengartikan independensi sebagai kebebasan dari
pengaruh, instruksi atau pengarahan atau kontrol, baik dari badan eksekutive
maupun dari badan legislatif. Sementara itu, Fraser (1994) mendefinisikan independensi bank sentral sebagai kebebasan
bank sentral untuk dapat melaksanakan kebijakan moneternya yang bebas dari
pertimbangan-pertimbangan politik. yang tidak termasuk dalam pengertian
independen menurut Fraser adalah konsulitasi/koordinasi dengan Pemerintah dalam
rangka menyelaraskan kebijakan yang menjadi kewenangan masing-masing.
Secara
umum, sesuai dengan literatur yang berkembang, Independensi bank sentral dapat
dibedakan dalam lima aspek dibawah ini.
1) Institusional
independence ‘independensi kelembagaan’ yaitu
kedudukan lembaga bank sentral yang beradadiluar lembaga pemerintah dan bebas
campur tangan pemerintah dan atau pihak lain. Hal ini sejalan dengan penataan
kelembagaan pemerintahan seperti dikemukakan di atas. Dalam hubungan ini,
lembaga bank sentral mempunyai fokus tujuan dan tugas tertentu yang ditetapkan
oleh undang-undang, semikian pula keberadaan kepemimpinan bank sentral di luar
susunan kabinet pemerintahan. Independensi lembaga tersebut disertai dengan
penguatan akuntabilitas dan transparansi kepada publik secara langsung dan atau melalui parlemen. Pada umumnya
lembaga bank sentral yang modern berada di luar pemerintah, seperti Federal Reserve America Serikat, Euoropean
Central Bank (ECB), Bank of Japan (BOJ), Reserve Bank of New Zealand (RBNZ),
Bank of Canada(BOC).
2) Goal
independence ‘independensi sasaran akhir’, yaitu
kebebasan bank sentral dalam menetapkan sasaran akhir kebijakan moneter
(seperti sasaran inflansi, pertumbuhan ekonomi, atau yang lain) sebagai
penjabaran dari tujuan yang ditetapkan dalam undang-undang independensi jenis
ini bervariasi dari Yng penuh/tinggi
sampai dengan yang terbatas/rendah. Independensi tinggi seperti di
Amerika Serikat, undang-undangnyahanya menyebutkan tujuan-tujuan yang harus
dicapai ementara Fderal Reserve memiliki kebebasan untuk menentukan prioritas
sasaran akhir kebijakan moneternya sesuai keadaan.Independensi cukup tinggi
seperti di Uni Eropa, tujuan utama ECB dalam menjaga stabilitas harga (tanpa
menetapkan waktu secara spesifik) ditetepkan dalam undang-undang, tetapi ECB
masih memiliki kebebasan menetapkan target lain dalam jangka
pendek.Independensi rendah seperti di Selandia Baru dan Kanada, penetapan
sasaran inflansi dinegoisasikan atau ditetapkan bersama antara Menteri Keuangan
dan Gubernur Bank Sentral. Sementara itu,
independensi paling terendah sepeti di Inggris, penetapan sasaran
inflansi ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
3) Instrumen
Independence ‘independensi instrumen’, yaitu
kebebasan bank sentral dalam menggunakan instrumen moneter dan menetapkan
sendiri target-target operasional kebijakan moneter untuk mencapai sasaran
akhir yan ditetapkan. Independensi instrumen dapat berupa kewenangan penuh bank
sentral dalam menetapkan jumlah uang beredar dan suku bunga, serta larangan
pemberian pinjaman oleh bank sentral kepada Pemerintah. Pada umumya, bank
sentral yang modern memiliki independensi instrumen dimaksud sehingga dapat
menentukan cara yang paling efektif dan dapat dipertanggungjawabkan dalam
mengarahkan kebijakan yang ditempuhnya untuk mencapai sasaran akhir yang telah
ditetapkan.
4) Personal
Independence ‘independensi personal’, yaitu
kemampuan dan kewenangan Dewan Gubernur bank sentral sebagai badan pembuat
kebijakan untuk menolak campur tangan
pemerintah dan atau pihak lain dalam melaksanakan tugas-tugas yang ditetapkan
undang-undang. Independensi personal dapat terwujud antara lain meliputi
penetapan pemerintah, akhir masa jabatan anggota dewan gubernur secara
berjenjang, persetujuan anggota dewan gubernur oleh perlemen, kompetensi
profesional dan intregitas yang tinggi dari anggota dewan gubernur, serta
status hukumkhusus undang-undang bank sentral. Sebagai gambaran, beberapa bank
sentral yang memiliki tingkat independensi personal tinggi sehingga dapat
mengurangi campur tangan pemerintah antara lain ECB, FedRes, BOC dan BOJ.
5) Financial
Independence‘ independensi keuangan’, yaitu
kewenangan yang diberikan undang-undang kepada bank sentral untuk menetapkan
dan mengelola anggaran dan aset kekayaanya tanpa persetujuan oleh parlemen.
Pertanggungjawaban pengelolaan keuangan bank sentral dilakukan melalui audit
yang dilakukan oleh auditor independen
yang hasilnya dipublikasikan kepada masyarakat. Pada umumnya lembaga bank
sentral yang modern mempunyai independen dalam aspek keuangannya.
Tuntutan
terhadap akuntabilitas dan transparansi bank sentral menunjukkan peningkatan
khususnya sejak dekade terakhir. Fenomena tersebut antara lain didorong oleh
semakin besarnya independensi bank sentral dengan pemfokusan tujuan dan tugas
yang jelas dalam tatanan pemerintahan yang demokratis. Independensi yang tinggi
menuntut akuntabilitas dan transparansi yang lebih besar pula untuk menjamin
bahwa pencapaian tujuan dan pelaksanaan tugas-tugas yang sudah ditetapkan dapat
dilaksanakan dengan baik oleh bank sentral.
2.8.1 Pengertian Akuntabilitas dan
Transparansi Bank Sentral
Suatu
bank sentral yang baik adalah bank sentral yang berwibawa, dapat dipercaya, dan
melakukan tugasnya dengan baik.Oleh karena itu akuntabilitas dan transparansi
bank sentral menjadi penting.Bank sentral harus bertanggungjawab terhadap
pelaksanaan tugasnya dan harus pula transparan agar semua kebijakan yang
dilakukannya dapat diketahui secara terbuka oleh para pihak yang berkepentingan
(stakeholder) sehingga mereka dapat melakukan pengawasan dan penilaian terhadap
kinerjanya.Akuntabilitas dan transparansi terkait erat. Bank sentral yang lebih
transparan akan mempermudah akuntabilitasnya yang pada akhirnya akan
meningkatkan kinerja bank sentral menjadi lebih ba.k (Poole, 2001).
Selanjutnya, kinerja yang lebih baik akan meningkatkan kewibawaan dan
kredibilitas bank sentral yang bersangkutan.
Meningkatnya
tuntutan akuntabilitas dan transparansi telah mendorong banyak bank sentral
semakin sering mengkomunikasikan berbagai kebijakan vang ditempuhnya. Hal ini
didorong oleh pemikiran bahwa akuntabilitas bank sentral dilakukan kepada
publik daiam tatanan masyarakat yang semakin demokratis. Dengan kata lain,
transparansi yang lebih luas merupakan
sarana utama bagi bank sentral, dalam mempertanggungjawabkan
pencapaian tujuan dan pelaksanaan tugas-tugas vang ditetapkan daiam
undang-undang. Dari transprans.d.maksud masyarakat dan oara pelaku pasar dapat
menilai seberapa jauh bank sentral telah melaksanakan tugas-tugasnya dengan
baik. Baga.mana pernyataan-pemyataan Ketua Bank Sentral AS, Alan Greenspan, di
depan anggota Senat maupun pengumuman keputusan kebijakan moneter Federal
Reserve selalu d,tunggu-tunggu dan mempengaruhi perkembangan pasar keuangan dan
perekonomian AS dan dunia merupakan salah satu contoh. Demikian pula bank-bank
sentral di dunia semakin menekankan transparans.dengan meningkatkan strategi
komunikasi dan jumlah informasi yang disampaikan kepada publik. Secara reguler
pejabat tinggi bank sentral menjelaskan kebijakan yang ditempuhnya kepada
publik.
Secara
umum Poole (2003) memberikan pengertian mengenai transparansi kebijakan bank
sentral sebagai pengungkapan informasi kepada publik secara akurat, termasuk
segala informasi yang dibutuhkan oleh para pelaku pasar daiam rangka
membentukopini selengkap mungkin mengenai kebijakan yangditempuh bank sentral.
Sementaradalam konteks Pedoman Praktek Kebijakan Moneter dan Keuangan yang Baik
{Code of Good Practices in Monetary and Financial Policies) yang dikembangkan
IMF, Sundarajan dkk (2003) memberikan pengertian yang lebih konkrit bahwa
transparansi kebijakan moneter dan keuangan merujuk pada kondisi ketika tujuan
kebijakan, landasan hukum dan kelembagaan, keputusan kebijakan dan dasar
pertimbangannya, data dan informasi yang dipergunakan, dan akuntabilitas badan
pembuat kebijakan disampaikan kepada publik dengan cara yang mudah dipahami,
diakses, dan tepat waktu.
Pengertian
ini sejalan dengan pandangan Geraats (2001) yang meletakkan transparansi dalam
tahapan-tahapan pemberian informasi mengenai kebijakan bank sentral kepada
publik. Dalam kaitan ini, transparansi dikelompokkan ke dalam lima aspek,
yaitu: (i) keterbukaan mengenai tujuan kebijakan, seperti sasaran kestabilan
harga atau inflasi ('transparansi politik'), (ii) pengungkapan data, model, dan
prakiraan ekonomi yang dipergunakan bank sentral ('transparansi ekonomi'),
(iii) informasi mengenai strategi kebijakan dan prosedur pengambilan keputusan
internal pada bank sentral ('transparansi prosedural'), (iv) pengomunikasian
keputusan kebijakan, seperti perubahan dan arah suku bunga ('transparansi
kebijakan'), dan (v) keterbukaan pelaksanaan kebijakan yang diputuskan, seperti
operasi moneter ('transparansi operasional').
Terdapat
beberapa cara dan media yang digunakan dalam transparansi kebijakan bank
sentral, seperti: (i) penjelasan melalui publikasi dokumen resmi, (ii)
penjelasan kepada media massa ataupun lembaga perwakilan rakyat (parlemen),
(iii) penjelasan secara langsung kepada masyarakat umum, dan (iv) cara
penjelasan yang lain. Beberapa cara ini dapat dipergunakan sekaligus sesuai
dengan keinginan otoritas moneter dalam memperluas transparansinya secara
efektif. Dalam banyak hal, perluasan transparansi dapat dilakukan dengan
rnendorong diskusi di kalangan masyarakat untuk menumbuhkan pemahaman yang utuh
dan lengkap terhadap kebijakan yang ditempuh bank sentral.
Kepada
siapa transparansi dan komunikasi kebijakan bank sentral merupakan cerminan
dari penerapan prinsip akuntabilitas demokrasi seperti telah diuraikan
sebelumnya. Dalam kaitan ini, Blinder dkk (2003) mengemukakan empat pihak yang
menjadi target utama dari komunikasi bank sentral, yaitu: (i) media massa dan
masyarakat, (ii) pemerintah dan parlemen, (iii) pasar keuangan, dan (iv)
pemerhati bank sentral. Cakupan informasi dan bagaimana metode komunikasinya
akan tergantung pada keempat target komunikasi tersebut.
2.8.2 Akuntabilitas dan
Transparansi Bank Indonesia
Akuntabilitas
dan transparansi Bank Indonesia diatur secara jelas dalam UU No. 23 Tahun 1999
tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2004.
Dalam kaitan ini, amandemen UU Bank Indonesia memberikan penegasan bahwa
kinerja Dewan Gubernur dan Bank Indonesia dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya dmilai oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).Untuk itu, Bank Indonesia
diwajibkan untuk menyampaikan laporan tahunan dan laporan triwulanan secara
tertulis tentang pelaksanaan tugas dan wewenangnya kepada DPR dan
Pemerintah.Penyampaian laporan kepada DPR adalah dalam rangka akuntabilitas,
sedangkan laporan kepada Pemerintah adalah dalam rangka informasi.
Laporan
tahunan yang disampaikan Bank Indonesia pada awal tahun anggaran memuat
pelaksanaan tugas dan wewenangnya pada tahun sebelumnya, serta rencana
kebijakan, penetapan sasaran, dan langkah-langkah pelaksanaan tugas dan
wewenang Bank Indonesia untuk tahun vang akan datang dengan memperhatikan
perkembangan laju mflasi serta kondisi ekonomi dan keuangan. Laporan triwulanan
memuat pelaksanaan tugas dan wewenang Bank Indonesia selama triwulan yang
bersangkutan.Laporan tahunan dan laporan triwulanan yang disampaikan oleh Bank
Indonesia dievaluasi oleh DPR dan digunakan sebagai bahan penilaian tahunan
terhadap kinerja Dewan Gubernur dan Bank Indonesia sejalan dengan fungsi
pengawasan yang diemban oleh DPR.
Sebagai
cerminan transparansi, laporan tahunan dan laporan triwulanan tersebut juga
disampaikan kepada masyarakat secara terbuka melalui media massa. Setiap awal
tahun anggaran, Bank Indonesia juga menyampaikan informasi kepada masyarakat
mengenai evaluasi terhadap pelaksanaan kebijakan moneter pada tahun sebelumnya,
dan rencana kebijakan moneter dan penetapan sasaran moneter untuk tahun yang
akan datang. Dalam pelaksanaannya, di samping laporan dan informasi yang
diwajibkan dalam undang-undang di atas, Bank Indonesia juga senantiasa
menyampaikan informasi mengenai evaluasi perkembangan dan prospek ekonomi dan
inflasi serta langkah-langkah kebijakan yangditempuh.Berbagai penjelasan juga
disampaikan oleh pejabat Bank Indonesia dalam siaran pers, jumpa wartawan,
diskusi pakar, seminar, maupun kuliah di lembaga pendidikan.Penyampaian
informasi kepada masyarakat, di samping sebagai cerminan asas transparansi,
juga dimaksudkan agar masyarakat mengetahui arah kebijakan Bank Indonesia yang
dapat dipakai sebagai salah satu pertimbangan penting dalam perencanaan usaha
para pelaku pasar.
Di
bidang keuangan, sesuai undang-undang, Dewan Gubernur berwenang menetapkan
anggaran tahunan Bank Indonesia yang meliputi anggaran untuk kegiatan
operasional dan anggaran untuk kebijakan moneter, sistem pembayaran, serta
pengaturan dan pengawasan per )ankan. Selanjutnya diatur bahwa anggaran
kegiatan operasional terseout dan evaluasi pelaksanan anggaran tahun berjalan
disampaikan kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan.Sementara itu, anggaran
untuk kebijakan moneter, sistem pembayaran, serta pengaturan dan pengawasan
perbankan dilaporkan secara khusus (tertutup) kepada DPR.Selain itu, Bank
Indonesia jugadiwajibkan menyampaikan laporan keuangan tahunan kepada Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk dilakukan pemeriksaan dan hasil pemeriksaan BPK
dimaksud disampaikan kepada DPR sebagai bahan penilaian kinerja Dewan Gubernur
dan Bank Indonesia. Bank Indonesia juga diwajibkan untuk mengumumkan laporan
keuangan tahunan dimaksud kepada masyarakat luas melalui media massa.
Untuk
membantu DPR dalam melaksanakan fungsi pengawasan di bidang anggaran terhadap
Bank Indonesia, dibentuk Badan Supervisi yang bertugas membantu DPR dalam
melakukan: (a) telaahan atas laporan keuangan tahunan Bank Indonesia, (b)
telaahan atas anggaran operasional dan investasi Bank Indonesia, dan (c)
telaahan atas prosedur pengambilan keputusan kegiatan operasional di luar
kebijakan moneter dan pengeiolaan asset Bank Indonesia. Badan Supervisi dalam
menjalankan tugasnya tidak melakukan penilaian terhadap kinerja Dewan Gubernur
dan tidak ikut mengambil keputusan, serta tidak ikut memberikan penilaian
terhadap kebijakan di bidang sistem pembayaran, pengaturan dan pengawasan bank
serta bidang-bidangyang merupakan penetapan dan pelaksanaan kebijakan moneter
Bank Indonesia.
Dalam
rangka lebih meningkatkan transparansi, Bank Indonesia secara berkala
menerbitkan berbagai laporan dan publikasi seperti Laporan Mingguan, Statistik
Ekonomi Keuangan Indonesia Bulanan, Tmjauan Kebijakan Moneter Bulanan, Perkembangan
Ekonom, dan Moneter Triwulanan, Laporan Triwulanan Perkembangan Kebijakan
Moneter, dan Laporan Tahunan. Selain itu, sesuai dengan perkembangan teknologi
informasi, Bank Indonesia juga mempunyai situs internet atau homepage yang
berisikan informasi terkini mengenai data ekonom.moneter dan organisasi dan
tata kerja Bank Indonesia.
0 komentar:
Post a Comment