2.1.
Pengertian
Tugas Perkembangan
Menurut
Havighurst, tugas perkembangan adalah tugas-tugas yang harus diselesaikan
individu pada fase-fase atau periode kehidupan tertentu, dan apabila berhasil
mencapainya mereka akan berbahagia, tetapi sebaliknya apabila mereka gagal akan
kecewa dan dicela orang tua atau masyarakat dan perkembangan selanjutnya juga
akan mengalami kesulitan. Adapun yang menjadi sumber dari pada
tugas-tugas perkembangan tersebut menurut Havighurst adalah kematangan pisik,
tuntutan masyarakat atau budaya dan nilai-nilai dan aspirasi individu.
Robert J.
Havighurst (1961) mengartikan tugas-tugas perkembangan itu merupakan suatu hal
yang muncul pada periode tertentu dalam rentang kehidupan individu yang apabila
berhasil dituntaskan akan membawa kebahagiaan dan kesuksesan ke tugas
perkembangan selanjutnya, tapi jika gagal akan menyebabkan ketidak bahagiaan
pada individu yang bersangkutan dan kesulitan-kesulitan dalam menuntaskan tugas
berikutnya.
Hurlock
(1981) menyebut tugas-tugas perkembangan sebagai social expectations yang
artinya setiap kelompok budaya mengharapkan anggotanya menguasai
keterampilan tertentu yang penting dan memperoleh pola perilaku yang disetujui
oleh berbagai usia sepanjang rentang kehidupan.
Masa kanak-kanak sering disebut masa estetika, masa indera, dan masa
menentang orang tua. Disebut estetika karena pada masa ini merupakan saat
terjadinya perasaan keindahan. Disebut masa indera, karena pada masa ini indera
berkembang pesat dan merupakan kelanjutan dari perkembangan selanjutnya. Berkat
kepesatan perkembangan itulah, dia senang mengadakan eksplorasi. Kemudian
disebut dengan masa menentang. Masa itu disebut juga Masa Trotz Alter dengan
sikap egosentris karena merasa dirinya berada di pusat lingkungan, yang
ditampilkan anak dengan sikap senang menentang atau menolak sesuatu yang datang
dari orang di sekitarnya. Perkembangan seperti itu antara lain disebabkan oleh
kesadaran anak, bahwa dirinya mempunyai kemauan dan kehendak sendiri, yang
dapat berbeda dengan orang lain. Kesadaran itu merupakan awal dari usaha untuk
mewujudkan diri (self realization) sebagai satu diri (individu), dengan menunjukkan
bahwa dirinya tidak sama dengan orang lain.
Anak-anak pada masa ini bersifat meniru, banyak bermain dengan
lelakon (sandiwara) atau khayalan, yang kadang-kadang dapat membantu dalam
mengatasi kekurangan-kekurangannya dalam kenyataan. Kegiatan yang bermacam-macam
itu akan memberikan ketrampilan dan pengalaman-pengalaman terhadap si anak.
2.2.
Tugas-Tugas
Perkembangan Masa Anak-Anak
Menurut Web edukasi kompasiana bahwa tugas-tugas perkembangan masa anak-anak meliputi:
1. Belajar
Berjalan
Belajar
berjalan terjadi pada usia antara 9 sampai 15 bulan, pada usia ini tulang kaki,
otot dan susunan syarafnya telah matang untuk belajar berjalan.
2. Belajar
Memakan Makanan Padat
Hal ini
terjadi pada tahun kedua, sistem alat-alat pencernaan makanan dan alat-alat pengunyah
pada mulut telah matang untuk hal tersebut.
3. Belajar
Berbicara
Yaitu
mengeluarkan suara yang berarti dan menyampaikannya kepada orang lain dengan
perantaraan suara itu, diperlukan kematangan otot-otot dan syarat dari
alat-alat bicara. Ada dua pendapat mengenai cara permulaan anak dalam belajar
berbicara, yaitu:
1.
Pendapat pertama, mengemukakan bahwa
bayi mulai belajar bicara dengan jalan mengeluarkan macam-macam suara yang
tidak berarti (meraban). Kemudian orang disekitarnya mengajarkan kepadanya
nama-nama atau kata-kata tentang sesuatu secara teratur dalam situasi tertentu
sampai anak belajar mengasosiasikan (menghubung-hubungkan) suara-suara tertentu
dengan benda atau situasi (prilaku) tertentu. Misalnya, suara “bapak” yang
diucapkan anak secara kebetulan, kemudian oleh orang di sekitarnya diulanginya
apabila sang ayah hadir di dekatnya, maka terjadilah asosiasi antara “bapak”
dengan orangnya.
2.
Pendapat kedua, justru sebaliknya,
menurut teori ini suara bayi tidaklah searah kebetulan tetapi mempunyai arti
baginya karena suara-suara itu mengekspresikan (menyatakan)
perasaan-perasaannya. Perkembangan selanjutnya dari belajar bahasa ini terjadi
dengan jalan meniru (imitasi).
4. Belajar
Buang Air Kecil Dan Buang Air Besar
Tugas ini
dilakukan pada tempat dan waktu yang sesuai dengan norma masyarakat. Sebelum
usia 4 tahun, anak pada umumnya belum dapat mengatasi (menahan) ngompol karena
perkembangan syaraf yang mengatur pembuangan belum sempurna. Untuk memberikan
pendidikan kebersihan terhadap anak usia di bawah 4 tahun, cukup dengan
pembiasaan saja, yaitu setiap kali mau buang air, bawalah anak ke WC tanpa
banyak memberikan penerangan kepadanya.
5. Belajar
Mengenal Perbedaan Jenis Kelamin
Melalui
observasi (pengamatan) anak dapat melihat tingkah laku, bentuk fisik dan
pakaian yang berbeda antara jenis kelamin yang satu dengan yang lainnya. Dengan
cara tersebut, anak dapat mengenal perbedaan anatomis pria dan wanita, anak
menaruh perhatian besar terhadap jenis kelamin (sex) itu berjalan normal, maka orang
tua perlu memperlakukan anaknya, baik dalam memberikan alat mainan, pakaian,
maupun aspek lainnya sesuai dengan jenis kelamin anak.
6. Mencapai
Kesetabilan Jasmaniah Fisiologis
Keadaan
jasmani anak sangat labil apabila dibandingkan dengan orang dewasa, anak cepat
sekali merasakan perubahan suhu sehingga temperatur badannya mudah berubah.
Perbedaan variasi makanan yang diberikan dapat merubah kadar garam dan gula
dalam darah dan air di dalam tubuh. Untuk mencapai kesetabilan jasmaniah, bagi
anak diperlukan waktu sampai usia 5 tahun. Dalam proses mencapai kesetabilan
jasmaniah ini, orang tua perlu memberikan perawatan yang intensif, baik
menyangkut pemberian makanan yang bergizi maupun pemeliharaan kebersihan.
7. Membentuk Konsep-Konsep (Pengertian)
Sederhana Kenyataan Sosial dan Alam
Pada mulanya
dunia ini bagi anak merupakan suatu keadaan yang kompleks dan membingungkan.
Lama kelamaan anak dapat mengamati benda-benda atau orang-orang di sekitarnya.
Perkembangan lebih lanjut, anak menemukan keteraturan dan dapat membentuk
generalisasi (kesimpulan) dari berbagai benda yang pada umumnya mempunyai ciri
yang sama. Anak belajar bahwa bayangan tertentu dengan suara tertentu yang
nyaring memenuhi kebutuhannya disebut “orang”, ”ibu”, “ayah”. Anak belajar bahwa
benda-benda khusus dapat dikelompokan dan diberi satu nama, seperti kucing,
ayam, kambing, burung dapat disebut binatang. Untuk mencapai kemampuan tersebut
(mengenal pengertian-pengertian) diperlukan kematangan sistem syaraf,
pengalaman dan bimbingan dari orang dewasa.
8. Belajar
Mengadakan Hubungan Emosional Dengan Orang Tua, Saudara, dan Orang Lain.
Anak
mengadakan hubungan dengan orang-orang yang ada disekitarnya menggunakan
berbagai cara yaitu isyarat, menirukan dan menggunakan bahasa. Cara yang diperoleh
dalam belajar mengadakan hubungan emosional dengan orang lain, sedikit
banyaknya akan menentukan sikapnya di kemudian hari. Apakah ia bersikap
bersahabat, bersikap dingin, introvert, extrovert dan sebagainya. Misalnya,
apabila anak memperoleh pergaulan dengan orang tuanya itu menyenangkan, maka
cenderung akan bersikap ramah dan ceria.
9. Belajar
Mengadakan Hubungan Baik dan Buruk, Yang Berarti Mengembangkan Kata Hati
Anak kecil
dikuasai oleh hedonisme naif, dimana kenikmatan dianggapnya baik, sedangkan
penderitaan dianggapnya buruk (hedonisme adalah aliran yang menyatakan bahwa
manusia dalam hidupnya bertujuan mencari kenikmatan dan kebahagiaan). Apabila
anak bertambah besar ia
harus belajar pengertian tentang baik dan buruk, benar dan salah, sebab sebagai
makhluk sosial (bermasyarakat), manusia tidak hanya memperhatikan kepentingan/kenikmatan
sendiri saja, tetapi juga harus memperhatikan kepentingan orang lain. Anak
mengenal pengertian baik dan buruk, benar dan salah ini dipengaruhi oleh pendidikan
yang diperolehnya. Pada mulanya anak belajar apa yang dilarang itu berarti
buruk atau salah dan apa yang diperbolehkan itu berarti baik atau benar.
Pengalaman ini merupakan permulaan pembentukan kata hati anak. Perkembangan
selanjutnya terjadi melalui nasihat, bimbingan, buku-buku bacaan dan analisis
pikiran sendiri. Sesuatu yang penting dalam mengembangkan kata hati anak adalah
suri teladan dari orang tua dan bimbingannya. Hal ini lebih baik daripada
penggunaan hukuman dan ganjaran, meskipun dalam situasi tertentu masih tetap
diperlukan.
10. Mempelajari keterampilan fisik yang
diperlukan untuk permainan-permainan yang umum.
11. Membangun sikap yang sehat mengenai diri
sendiri sebagai makhluk yang sedang tumbuh.
12. Mulai mengembangkan peran sosial
pria atau wanita yang tepat.
13. Mengembangkan keterampilan-keterampilan dasar untuk membaca, manulis,
dan berhitung.
14. Mengembangkan sikap terhadap
kelompok social.
15. Mencapai keberhasilan pribadi.
2.3 Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Tugas Perkembangan Anak
Pada Web Karim71.Blogspot menyebutkan
bahwa masa
pekembangan, yang merentang dari masa bayi hingga usia lima atau enam tahun,
periode ini biasanya disebut dengan periode prasekolah. Selama masa ini,
anak-anak kecil belajar semakin mandiri dan menjaga diri mereka sendiri,
mengembangkan keterampilan kesiapan bersekolah (mengikuti perintah,
mengidentifikasi huruf), dan meluangkan waktu berjam-jam untuk bermain dengan
teman-teman sebaya. Jika telah memasuki kelas satu sekolah dasar, maka secara
umum mengakhiri masa awal anak anak.
Ada beberapa
faktor yang mempengaruhi perkembangan, yang merajuk pada aliran psikologi diantaranya:
1. Aliran
nativisme (pembawaan/hereditas)
Pada aliran
nativisme di kemukakan bahwa manusia yang baru dilahirkan telah memiliki bakat
dan pembawaan, baik karena berasal dari keturunan orang tuanya maupun karena di
takdirkan seperti itu. Artinya bahwa dalam perkembangan seseorang hanya
dipengaruhi oleh faktor keturunan saja sedangkan factor pengalaman dan
pendidikan tidak berpengaruh dalam perkembangan tersebut. Misalnya apabila
seorang anak yang kedua orang tuanya memiliki potensi kecerdasan di sekolahnya
maka anak tersebutpun juga akan mempunyai potensi kecerdasan seperti yang di
miliki oleh orang tuanya juga. Sebagai contoh apabila di sekolah sewaktu di
beri pelajaran oleh gurunya, anak tersebut akan lebih cepat menangkap pelajaran
tersebut. Jadi faktor ini sangat berpengaruh dalam perkembangan anak.
2. Aliran Empirisme (Lingkungan)
Aliran
empirisme merupakan aliran yang mengemukakan bahwa faktor
lingkungan yang mempengaruhi perkembangan seseorang sedangkan faktor bakat
tidak ada pengaruhnya. Pengalaman dan lingkungan hidup sangat berperan penting
dalam perkembangan anak karena semua ini dapat mempengaruhinya. Misalnya seorang
anak dari keluarga baik-baik namun dalam bergaul di lingkungan sekolah anak
tesebut berteman dengan anak-anak yang nakal maka secara perlahan-perlahan anak
tersebut akan ikut menjadi anak yang nakal, apabila tidak ada pengawasan atau
pengarahan dari orang tuanya.
3. Aliran Konvergensi (persesuaian)
Aliran
kovergensi merupakan aliran yang mengemukakan bahwa dalam perkembangan factor hereditas (pembawaan) dan limgkungan sama-sama
penting. Antara factor hereditas dan lingkungan saling mempengaruhi perkembangan
anak. Misalnya Apabila seorang anak mempunyai keturunan potensi kecerdasan yang
baik dalam lingkungan sekolah dan apabila kecerdasan ini tidak dilatih dan di
dalam lingkungan sekolahnya anak tersebut bergaul dengan teman-teman yang
pemalas maka lama-kelamaan anak tersebut akan menjadi malas belajar sehingga
kecerdasannya pun juga akan menurun. Jadi factor lingkungan juga berperan
penting dalam perkembangan anak. Faktor pembawaan dan lingkungan menjadi sumber
timbulnya setiap perkembangan tingkah laku dan kedua factor ini tidak berfungsi
secara terpisah melainkan saling berhubungan.
4. Aliran
Konstruktivisme
Pada aliran
ini merupakan suatu aliran yang menekankan bahwa pengetahuan yang di peroleh
merupakan bentukan atau konstruksi dari diri sendiri. Artinya bahwa pengetahuan
tersebut bukan dari hasil seseorang meniru dari realitas dan bukan juga
gambaran dari dunia kenyataan yang ada.
Adapun
implikasi pembelajaran teori implikasi sebagai berikut :
1)
Tujuan pendidikan menurut teori
belajar konstruktivisme adalah menghasilkan individu atau anak yang
memiliki kemampuan berfikir untuk menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapi.
2)
Kurikulum dirancang sedemikian rupa
sehingga terjadi situasi yang memungkinkan pengetahuan dan keterampilan dapat
dikonstruksi oleh peserta didik. Selain itu, latihan memecahkan masalah
seringkali dilakukan melalui belajar kelompok dengan menganalisis masalah dalam
kehidupan sehari-hari.
3)
Peserta didik diharapkan selalu
aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai bagi dirinya. Guru hanyalah
berfungsi sebagai mediator, fasilitor, dan teman yang membuat situasi yang
kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri peserta didik.
5. Aliran Behaviorisme
Pada aliran
ini menekankan bahwa tingkah laku seseorang terbentuk karena hasil dari
pengalaman. Pengalaman ini merupakan sebagai hasil dari belajar karena
seseorang dianggap telah belajar apabila seseorang tersebut telah menunjukan
perubahan perilakunya. Misalnya implikasi dalam pembelajaran yaitu, apabila
guru memberikan pelajaran kepada siswanya maka siswa tersebut akan memberikan
respon yang berupa reaksi atau tanggapan siswa terhahap pelajaran yang di
berikan oleh guru tersebut. Artinya bahwa anak dalam bertindak berdasarkan
pengalaman-pengalaman yang mereka peroleh.
6. Aliran Humanistik
Pada aliran
ini menekankan pada pentinngnya kesadaran aktualisasi pada diri dan hal-hal
yang bersifat positif pada seseorang.Aliran ini selalu mendorong peningkatan
kualitas diri manusia melalui penghargaan terhadap potensi-potensi yang ada.
Misalnya dalam sekolah apabila ada suatu anak yang pintar, rajin dan baik maka
anak tersebut akan memperoleh penghargaan dari gurunya akibat dari tingkah
lakunya.
7. Aliran Kognitif
Pada teori
kognitif menekankan proses belajar merupakan perubahan persepsi dan pemahaman.
Perubahan persepsi dan pemahaman tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku
yang bisa diamati. Teori ini menyebutkan bahwa seseorang yang mempunyai suatu
pengalaman dan pengetahuan dalam dirinya dan pengalaman dan pengetahuan itersebut
tertata dalam bentuk struktur kognitif. Proses belajar akan berjalan baik bila
materi pelajaran yang baru beradaptasi secara bersama-sama dengan struktur
kognitif yang telah dimiliki oleh siswa.
Adapun
implikasi pembelajaran dalam aliran kognitif sebagai berikut :
1. Seseorang
yang belajar akan lebih mampu mengingat dan memahami sesuatu apabila pelajaran
tersebut disusun berdasarkan pola dan logika tertentu
2. Penyusunan
materi pelajaran harus dari sederhana ke kompleks
3. Belajar
dengan memahami akan jauh lebih baik daripada dengan hanya menghafal tanpa
pengertian penyajian
Dalam
pembelajaran guru harus memehami karakter siswa dan mengerti bahwa anak-anak
bukan sebagai orang dewasa yang cepat dalam proses berfikirnya dan guru
tersebut harus menciptakan pembelajaran yang bermakna dan membedakan perbedaan
individual dalam mencapai keberhasilan siswa.
0 komentar:
Post a Comment