Thursday, December 5, 2013

Filled Under:

pemilihan umum

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Apakah demokrasi itu? Apakah negara ini sudah demokrasi? Pertanyaan ini selalu menghinggapi bangsa Indonesia ketika kita bicara istilah demokrasi. Ada pandangan produk dan atribut yang berkaitan dengan demokrasi sebagai produk luar negeri. Negara Indonesia sendiri tidak memiliki kejelasan yang tepat tentang demokrasi itu sendiri.
Jika melihat bentuk demokrasi dalam struktur pemerintahan Indonesia dari level negara, provinsi, kabupaten, hingga kecamatan hampir dapat dipastikan di level ini demokrasi hanya sampai pada proses pembuatan kebijakan, sementara jika mencari demokrasi yang berupa ciri khas yang dapat mewakili bahwa Negara indonesia mempunyai diri demokrasi tersendiri itu dapat dilihat di level desa. Bagaimana seperti ditulis almarhum Moh. Hatta bahwa,”Di desa-desa sistem yang demokrasi masih kuat dan hidup sehat sebagai bagian adat istiadat yang hakiki.” Dasarnya adalah pemilikan tanah yang komunal yaitu setiap orang yang merasa bahwa ia harus bertindak berdasarkan persetujuan bersama.
Struktur demokrasi yang hidup dalam diri bangsa Indonesia harus berdasarkan demokrasi asli yang berlaku di desa. Gambaran dari tulisan almarhum ini tidak lain dari pola-pola demokrasi tradisional yang dilambangkan oleh musyawarah dalam pencapaian keputusan dan gotong royong dalam pelaksanaan keputusannya tersebut.
Dari gambaran di atas, hal ini pula yang menginspirasi demokrasi pancasila yang selalu menjadi Kiblat negara kita dalam menapaki kehidupan berbangsa dan bernegara masih perlu ditelaah atau dikaji secara lebih dalam lagi.
Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang dihayati oleh bangsa dan negara Indonesia yang dijiwai dan diintegrasikan oleh nilai-nilai luhur Pancasila yang tidak mungkin terlepas dari rasa kekeluargaan. Akan tetapi yang menjadi pandangan kita sekarang. Mengapa negara ini seperti mengalami sebuah kesulitan besar dalam melahirkan demokrasi. Banyak para ahli berpendapat bahwa demokrasi pancasila itu merupakan salah satu demokrasi yang mampu menjawab tantangan zaman karena semua kehidupan berkaitan erat dengan nilai luhur Pancasila. Dalam hal ini kita ambil saja salah satu ahli Nasional Prof. Dardji Darmodihardjo, S.H. beliau mempunyai Pandangan bahwa demokrasi Pancasila adalah paham demokrasi yang bersumber kepada kepribadian dan falsafah hidup bangsa Indonesia yang terwujudnya seperti dalam ketentuan-ketentuan pembukaan UUD 1945.
Lain hal lagi dengan Prof. dr. Drs. Notonegoro,S.H., belau mengatakan demokrasi pancasila adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan yang berke-Tuhan-nan Yang Maha Esa, yang Berkepribadian Kemanusiaan yang Adil dan Beradab yang mempersatukan Indonesia dan yang berkedaulatan seluruh rakyat.
Dalam buku “Le Contrac Sosial”, Jean Jacques Rousseau memaparkan bahwa penguasa atau pemerintah telah membuat perjanjian dengan rakyatnya yang disebut dengan istilah kontrak sosial. Dalam sebuah republik demokrasi, kontrak sosial atau perjanjian masyarakat ini diwujudkan dalam sebuah pemilihan umum. Melalui pemilihan umum, rakyat dapat memilih siapa yang menjadi wakilnya dalam proses penyaluran aspirasi yang selanjutnya menentukan masa depan sebuah negara.

1.2  Rumusan Masalah
  1. Apa yang dimaksud pemilihan umum?
  2. Apa yang dimaksud pemilihan kepala daerah?
  3. Apa yang dimaksud partisipasi politik dan kebebasan berekspresi?






BAB II
Telaah
2.1       Pemilihan Umum
Menurut pendapat Nuruddin Hady dalam Pendidikan Pancasila, dalam suatu sistem politik demokrasi, kehadiran pemilu yang bebas dan adil (free and fair) adalah suatu keniscayaan. Bahkan sistem politik apapun yang diterapkan oleh negara, seringkali menggunakan pemilu sebagai klaim demokrasi atas sistem politik yang dibangunnya. Dijelaskan juga, bahwa Pemilihan umum merupakan mekanisme dimana rakyat bisa menyalurkan aspirasi politiknya secara bebas dalam menentukan pemimpin nasional, sehingga dalam konteks ini sebenarnya tercermin tanggung jawab warga negara.
Begitu halnya yang diterangkan Bambang Purwoko dalam bukunya Demokrasi Mencari Bentuk (2006), bahwa bagi mereka yang sehari-hari bergelut dengan persoalan politik, Pemilu 2004 adalah gerbang emas menuju kehidupan politik yang demokratis, dan masyarakat yang adil, makmur, sejahtera. Pemilu adalah jalan terbaik untuk mewujudkan cita-cita warga negara. Pemilu adalah sarana untuk membentuk pemerintahan yang demokratis, pemerintahan yang semua kebijakannya ditujukan untuk kemakmuran waarga negara.
*      Pemilihan umum merupakan mekanisme dimana rakyat bisa menyalurkan aspirasi politiknya secara bebas dalam menentukan pemimpin nasional, sehingga dalam konteks ini sebenarnya tercermin tanggung jawab warga negara.
*      Adapun  fungsi dari pemilihan umum menurut Arbi Sanit yang dikutip oleh Nuruddyn Hadi, minimal ada empat fungsi pemilihan umum, yaitu saran legitimasi politik, perwakilan politik, sirkulasi elit politik, dan sarana pendidikan politik
*      Menurut Eep Saifullah Fatah dalam Pendidikan Pancasila, menempatkan pemilu sebagai alat demokrasi berarti memposisikan pemilu dalam fungsi asasinya sebagai wahana pembentuk representative government yang jujur, bersih, bebas, adil, dan kompetitif. Dengan fungsi representatif government itu, maka sistem pemilihan umum harus memenuhi tiga sistem pokok demokrasi, yakni kedaulatan rakyat, keabsahan pemerintahan, dan pergantian pemerintahan secara teratur.
2.1.1    Partai Politik
Purwoko dalam bukunya Demokrasi Mencari Bentuk (2006) mengatakan bahwa, partai politik merupakan salah satu bentuk perwujudan kebebasan berserikat dan berkumpul yang dijamin oleh konstitusi dan merupakan salah satu prasyarat berjalannya demokrasi.
Politik sering diartikan sebagai seni untuk merebut dan mempertahankan kekuasaan. Samakin lihai menghayati seni berpolitik, semakin besar peluang merebut atau mempertahankan kekuasaan. Politik adalah juga sebuah permainan. Arena bagi berlangsungnya permainan ini bisa mengembil tempat di lembaga perwakilan, partai politik, kelompok kepentingan, kelompok penekanan, jabatan atau jalanan.
Pada buku Pendidikan Kewarganegaraan (2010) Kaelan berpendapat bahwa pada masa demokrasi Pancasila era Reformasi peran paartai politik kembali menonjol, sehingga iklim demokrasi memperoleh nafas baru. Jikalau esensi demokrasi adalah kekuasaan berada di tangan rakyat, maka praktek demokrasi tatkala Pemilu memang demikian, namun dalam pelaksanaannya setelah pemilu banyak kebijakan tidak mendasarkan pada kepentingan rakyat, melainkan lebih kearah pembagian kekuasaan antar presiden dan partai politik dalam DPR. Dengan lain perkataan, model demokrasi era reformasi dewasa ini, kurang mendasarkan pada keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Menurut Afan Gaffar (Politik Indonesia...) yangdikutip oleh Nuruddyn Hady, bahwa demokrasi merupakan sebuah konsep yang bersifat universal, tetapi ketika demokrasi hendak diimplementasikan, maka kita akan berhadapan dengan kenyataan bahwa karakteristiksosial masyarakat akan mewarnai implementasi nilai-nilai demokrasi yang bersifat universal tersebut.
Moh. Mahfud dalam buku Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia (2000) menerangkan telaah antara peranan negara dan masyarakat tidak dapat dilepaskan dari telaah demokrasi, karena dua alasan. Pertama, hampir semua Negara di dunia ini telah menjadikan demokrasi sebagai asasnya yang fundamental. Kedua, demokrasi sebagai asas kenegaraan secara esensial telah memberikan arah bagi peranan masyarakat untuk menyelenggarakan Negara sebagai organisasi tertinggi tapi ternyata demokrasi itu berjalan pada route yang berbeda-beda.
Minimal ada tiga route yang sampai saat ini bisa dicatat tentanag upaya menuju demokrasi modern yaitu revolusi borjuis yang ditandai dengan kapitalisme dan parlementerisme (Prancis, Inggris). Revolusi dari atas yang juga kapitalis dan reaksioner yang berpuncak pada facisme (Jerman), dan revolusi petani seperti terlihat pada rute komunis yang sampai tahap tertentu disokong oleh kaum buruh (seperti di Rusia dan Cina).
Dengan dua alasan tersebut menjadi jelas bahwa asas demokrasi yang hamper sepenuhnya disepakati sebagai modal terbaik bagi dasar penyelenggaraan Negara ternyata memberikan implikasi yang berbeda diantara pemakai-pemakainya bagi peranan negara.
Pada Ensiklopedi Umum (1973) yang disusun oleh Hasan Shadily, demokrasi merupakan bentuk pemerintahan politik yang kekuasaan pemerintahannya berasal dari rakyat, baik secara langsung (demokrasi langsung) atau melalui perwakilan (demokrasi perwakilan). Istilah ini berasal dari bahasa Yunani (dēmokratía) "kekuasaan rakyat", yang dibentuk dari kata (dêmos) "rakyat" dan (Kratos) "kekuasaan", merujuk pada sistem politik yang muncul pada pertengahan abad ke-5 dan ke-4 SM di Yunani Kuno, khususnya Athena, menyusul revolusi rakyat pada tahun 508 SM.
2.2       Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA)  secara langsung
            Menurut pendapat Nuruddin Hady, Gubernur, Bupati dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota dipilih dalam suatu pasangan calon yang dilakukan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Sehingga pemilihan kepala daerah dikategorikan juga masuk dalam hokum pemilu. Kemudian setelah terbit UU No.22 tahun 2007 tentang penyelenggaraan pemilihan umum, lalu lahir UU No. 12 tahun 2008 tentang perubahan kedua atas UU No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Menurut Inu Kencana, demokrasi dari segi implementasinya dibagi menjadi 2 model yaitu demokrasi langsung dan demokrasi tidak langsung. Demokrasi langsung lembaga legislative berfungsi sebagai lembaga pengawas jalannya pemerintahan kemudian pemilihan pejabat dilakukan rakyat secara langsung melalui pemilu. Sedangkan demokrasi tidak langsung terjadi untuk mewujudkan kedaulatannya rakyat secara tidak langsung memilih pihak eksekutif, tetapi melalui lembaga perwakilan.
Indonsia pertama kali dalam melaksanakan Pemilu pada akhir 1955 yang diikuti oleh banyak partai ataupun perseorangan. Dan pada tahun 2004 telah dilaksanakan pemilu secara langsung untuk memilih wakil wakil rakyat serta presiden dan wakilnya. Dan sekarang ini mulai bulan juni 2005 telah dilaksanakan Pemilihan Kepala Daerah atau sering disebut pilkada langsung. Pilkada ini merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat. Ada lima pertimbangan penting penyelenggaraan pilkada langsung bagi perkembangan demokrasi di Indonesia.
1.              Pilkada langsung merupakan jawaban atas tuntutan aspirasi rakyat karena pemilihan presiden dan wakil presiden, DPR, DPD, bahkan kepada desa selama ini telah dilakukan secara langsung.
2.              Pilkada langsung merupakan perwujudan konstitusi dan UUD 1945. Seperti telah diamanatkan pasal 18 Ayat (4) UUD 1945, Gubenur, Bupati dan Walikota, masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi, kabupatenm dan kota dipilih secara demokratis. Hal ini telah diatur dalam UU No. 32 Tahun 2005 tentang pemilihan, pengesahan, pengangkatan, dan pemberhentian Kepala Daerah dan wakil kepala daerah.
3.              Pilkada langsung sebagai sarana pembelajaran demokrasi (politik) bagi rakyat (civic education). Ia menjadi media pembelajaran praktik berdemokrasi bagi rakyat yang diharapkan dapat membentuk kesadaran kolektif segenap unsur bangsa tentang pentingnya memilih pemimpin yang benar sesuai nuraninya.
4.              Pilkada langsung sebagai sarana untuk memperkuat otonomi daerah. Keberhasilan otonomi daerah salah satunya juga ditentukan oleh pemimpin lokal. Semakin baik pemimpin lokal dihasilkan dalam pilkada langsung 2005, maka komitmen pemimpin lokal dalam mewujudkan tujuan otonomi daerah, antara lain untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan selalu memperhatikan kepentingan dan aspirasi masyarakat agar dapat diwujudkan.
5.              Pilkada langsung merupakan sarana penting bagi proses kaderisasi kepemimpinan nasional. Disadari atau tidak, stock kepemimpinan nasional amat terbatas. Dari jumlah penduduk yang lebih dari 200 juta, jumlah pemimpin yang kita miliki hanya beberapa. Mereka sebagian besar para pemimpin partai politik besar yang memenangi Pemilu 2004. karena itu, harapan akan lahirnya pemimpin nasional justru dari pilkada langsung ini.

2.3       Partisipasi politik dan kebebasan berekspresi.
Menurut Herbert McClosky, Partisipasi politik adalah kegiatan-kegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui mana mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa dan secara langsung terlibat dalam proses pembentukan kebijaksanaan umum.
Menurut Norman H. Nie dan Sidney Verba, Partisipasi politik adalah kegiatan di warga Negara yang legal yang sedikit banyak langsung bertujuan untuk mempengaruhi seleksi pejabat-pejabat negara atau tindakan-tindakan yang mereka ambil.
Menurut kelompok kami pengertian partisipasi politik adalah kegiatan warga negara melalui proses pemilihan penguasa yang bertujuan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan politik . Partisipasi politik dilakukan orang dalam posisinya sebagai warga negara.
Manfaat partisipasi politik menurut Arbi Sanit :
1.      Memberikan dukungan kepada penguasa dan pemerintah dibentuknya beserta sistem politik yang dibentuknya.
2.      Sebagai usaha untuk menunjukkan kelemahan dan kekurangan pemerintah.
3.      Sebagai tantangan bagi penguasa dengan harapan perubahan struktural dalam pemerintahan dan dalam sistem politik.
Bentuk partisipasi politik menurut Samuel P. Huntington dan Joan Nelson :
1.      Kegiatan Pemilihan – yaitu kegiatan pemberian suara dalam pemilihan umum, mencari dana partai, menjadi tim sukses, mencari dukungan bagi calon legislatif atau eksekutif, atau tindakan lain yang berusaha mempengaruhi hasil pemilu; 
2.      Lobby – yaitu upaya perorangan atau kelompok menghubungi pimpinan politik dengan maksud mempengaruhi keputusan mereka tentang suatu isu; 
3.      Kegiatan Organisasi – yaitu partisipasi individu ke dalam organisasi, baik selaku anggota maupun pemimpinnya, guna mempengaruhi pengambilan keputusan oleh pemerintah; 
4.      Contacting – yaitu upaya individu atau kelompok dalam membangun jaringan dengan pejabat-pejabat pemerintah guna mempengaruhi keputusan mereka, dan 
5.      Tindakan Kekerasan (violence) – yaitu tindakan individu atau kelompok guna mempengaruhi keputusan pemerintah dengan cara menciptakan kerugian fisik manusia atau harta benda, termasuk di sini adalah huru-hara, teror, kudeta, pembutuhan politik (assassination), revolusi dan pemberontakan.
Kelima bentuk partisipasi politik menurut Huntington dan Nelson telah menjadi bentuk klasik dalam studi partisipasi politik. Keduanya tidak membedakan apakah tindakan individu atau kelompok di tiap bentuk partisipasi politik legal atau ilegal. Sebab itu, penyuapan, ancaman, pemerasan, dan sejenisnya di tiap bentuk partisipasi politik adalah masuk ke dalam kajian ini.

Klasifikasi bentuk partisipasi politik Huntington dan Nelson relatif lengkap. Hampir setiap fenomena bentuk partisipasi politik kontemporer dapat dimasukkan ke dalam klasifikasi mereka. Namun, Huntington dan Nelson tidak memasukkan bentuk-bentuk partisipasi politik seperti kegiatan diskusi politik, menikmati berita politik, atau lainnya yang berlangsung di dalam skala subyektif individu.

Menurut Nuruddin hady, Dalam negara demokratis, konsep yang mendasar dalam partisipasi politik adalah kedaulatan berada di tangan rakyat itu sendiri dengan melaksanakan kegiatan secara bersama untuk mencapai tujuan dan masa depan masyarakat serta menentukan orang-orang yang akan menjadi pemimpin. Masyarakat berpartisipasi melalui pemberian suara dalam pemilu (pemilihan umum). Dengan melalui kegiatan tersebut setidaknya berpengaruh pada tindakan dari yang berwenang yang bertujuan untuk mengambil suatu kebijakan. Akan tetapi masih ada masyarakat yang menganggap pemilu tidak akan berdampak apa-apa di kehidupan mereka, maka tentu mereka apatis terhadap pemilu sehingga golput menjadipilihan yang tepat bagi mereka. Golput meupakan bentuk nyata dari kebebasan berekspresi.

Golput merupakan salah satu bentuk hak asasi manusia yang harus dihormati, dihargai, dan dijunjung oleh siapa pun karena Negara harus melindungi pelaksanaan hak asasi tersebut. Setiap orang harus tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan undang-undang. Dalam konteks ini, hendaknya masyarakat menggunakan hak pilihnya secaa cerdas dan penuh tanggung jawab, tetapi kita juga harus menghargai masyarakat yang memilih secara golput. Jadi menurut Nurrudin hady golput merupakan hak bagi setiap warga Negara dan tidak haram, akan tetapi golput tidak diharapkan untuk tidak mengajak dan memprovokasi orang lain atau dengan sengaja memberikan uang sebagai imbalan kepada peserta kampanye agar tidak menggunakan haknya untuk memilih. Pilihan golput atau hak pilih dalam pemilu dikembalikan kepada individu masing-masing, karena keduanya memiliki implikasi sangat besar bagi bangsa selama lima tahun kedepan











BAB III
PENUTUP

3.1              Kesimpulan
Demokrasi diartikan sebagai pemerintahan atau kekuasaan dri rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat. Istilah demokrasi ini memberikan posisi penting bagi rakyat sebab dengan demokrasi, hak-hak rakyat untuk menentukan sendiri jalannya organisasi Negara dijamin.
Penerapan demokrasi di berbagai Negara di dunia memiliki ciri khas dan spesifikasi masing-masing, lazimnya sangat dipengaruhi oleh ciri khas masyarakat sebagai rakyat dalam suatu negara. Indonesia sendiri menganut demokrasi pancasila di mana demokrasi itu dijiwai dan diintegrasikan oleh nilai-nilai luhur Pancasila sehingga tidak dapat diselewengkan begitu saja.
Implementasi demokrasi pancasila terlihat pada pesta demokrasi yang diselenggarakan tiap lima tahun sekali. Dengan diadakannya Pemilihan Umum baik legislatif maupun presiden dan wakil presiden terutama di era reformasi ini, aspirasi rakyat dan hak-hak politik rakyat dapat disalurkan secara langsung dan benar serta kedaulatan rakyat yang selama ini hanya ada dalam angan-angan akhirnya dapat terwujud.







DAFTAR PUSTAKA
Margono, 2012. Pendidikan Pancasila Topik Aktual Kenegaraan dan Kebangsaan edisi 2, Malang: Universitas Negeri Malang.
Hasan Shadily, dkk.1973. Ensiklopedi Umum. Jakarta: Yayasan Dana Buku Franklin Jakarta.
Purwoko, Bambang. 2006. Demokrasi Mencari Bentuk. Yogyakarta: Program S2 Politik Lokal dan Otonomi Daerah, Universitas Gadjah Mada

Kaelan, dan Zubaidi, Achmad. 2010. Pendidikan Kewarganearaan. Yogyakarta: Paradigma

0 komentar:

Post a Comment