Sunday, July 31, 2016

Filled Under:

Investor Asing menjadi Raja di Indonesia

Investor Asing Menjadi Raja di Tanah Air
MUHAMMAD EDI SURYANI
       Di zaman modern ini, banyak sekali negara – negara yang mengalami kekisruhan dalam hal perekonomiannya. Salah satunya yang sedang “ Hot ” adalah Yunani dan Italia yang mengalami ketidakstabilan ekonomi sehingga membuat negara mereka merugi sangat besar dan hampir, bahkan sudah mengalami kebangkrutan. Tetapi, tidak asyik rasanya ketika kita berbicara ekonomi tapi tidak berbicara mengenai negara dunia ketiga atau negara berkembang seperti Malaysia, Brunei darussalam, Kamerun, Ukraina, Georgia, dan negara kita tercinta Indonesia.
            Di Indonesia sendiri kita sudah sering mengalami masalah – masalah perekonomian dan bahkan masalah – masalah ekonomi ini selalu menjadi bumbu politik yang sedap untuk para pemimpin – pemimpin Indonesia pada era permasalahan ekonomi tersebut dan seakan – akan menjadi bayang – bayang buat perkembangan Indonesia kedepannya. Dimulai pada masa Masa Pasca Kemerdekaan (1945-1950), keadaan ekonomi keuangan pada masa awal kemerdekaan amat buruk, antara lain disebabkan oleh Inflasi yang sangat tinggi, disebabkan karena beredarnya lebih dari satu mata uang secara tidak terkendali. Pada waktu itu, untuk sementara waktu pemerintah RI menyatakan tiga mata uang yang berlaku di wilayah RI, yaitu mata uang De Javasche Bank, mata uang pemerintah Hindia Belanda, dan mata uang pendudukan Jepang. Selanjutnya Masa Demokrasi Liberal (1950-1957), Masa ini disebut masa liberal, karena dalam politik maupun sistem ekonominya menggunakan prinsip-prinsip liberal. Perekonomian diserahkan pada pasar sesuai teori-teori mazhab klasik yang menyatakan laissez faire laissez passer. Padahal pengusaha pribumi masih lemah dan belum bisa bersaing dengan pengusaha nonpribumi, terutama pengusaha Cina. Pada akhirnya sistem ini hanya memperburuk kondisi perekonomian Indonesia yang baru merdeka. Lanjut lagi ke Tahun 1951 – 1959, pada rentan waktu itu banyak sekali terjadi pergantian kabinet di Indoensia yang mengakibatkan peraturan – peraturan masalah ekonomi menjadi tidak tetap dan berubah – ubah sehingga menyebabkan permasalahan – permasalahan baru. Apalagi perusahaan – perusahaan jaman itu masih banyak dikuasai asing sehingga membuat perekonomian Indonesia menjadi mampet dan sulit untuk berkembang. Setelah itu ada lagi masalah ekonomi Indonesia yang overheated pada awal 1990an, dan puncaknya terjadi pada tahun 1997 yaitu krisis moneter di Indonesia yang menyebabkan banyak perusahaan bangkrut, pengangguran bergelimpangan, angka kejahatan yang meningkat, dll.(Aries&Sasono)



Untuk mengatasi permasalahan – permasalahan di atas sendiri membutuhkan banyak pertimbangan dan perhitungan yang pas agar Indonesia bisa segera selamat dari krisis tersebut. Salah satu caranya adalah dengan menggunakan sistem ekonomi politik globalisasi.
            Kesejahteraan dan keluar dari belenggu kemiskinan, merupakan kata kunci untuk menjelaskan, kenapa suatu negara melibatkan asing atau investasi asing dalam proses pembangunan ekonominya. Para intelektual liberal dalam memandang suatu bangsa agar keluar dari kemelut/belenggu kemiskinan yakni dengan mengintegrasikan diri dengan dunia luar/asing, dengan pengintegrasian ini diharapkan akan terjadi difusi modal, teknologi, dan transformasi institusi-institusi modern yang berasal dari barat.
Pada tahun 1966 Proses penjatuhan presiden Soekarno dari tampuk kekuasaan, rezim yang populer dan didukung rakyat dan tidak disukai barat karena kebijakan-kebijakan politiknya yang selalu berpihak pada rakyat. kemudian dijatuhkan oleh Soeharto dengan bantuan Amerika Serikat (Kapitalisme), tampilnya sosok jenderal Soeharto ditampuk kekuasaan dengan Orde Barunya, pada saat inilah kepentingan-kepentingan asing (Kapitalisme Internasional) dengan mudah masuk ke Indonesia, ini dapat dibaca bahwa undang-undang yang pertama kali yang dibuat ketika rezim Soeharto berkuasa, yakni undang- undang Nomor 1 Tahun 1967 “Tentang Penanaman Modal Asing”.
Para teknokrat (arsitek pembangunan di Orde baru) ini berkeliling Eropa menawarkan bumi dan kakayaan alam bangsa Indonesia yang seperti gadis perawan dan belum terjamah. Meminta para pangeran-pangeran (pemilik modal) untuk berinvestasi di Indonesia. Meraka memberikan keleluasaan pada para pangeran eropa untuk menjamah kekayaan alam bangsa indonesia yang masih gadis perawan, mulai dari hak pengelolaan tambang, mineral, hutan untuk dieksplotasi, dengan jaminan tidak akan diganggu oleh masyarakat, karena ada aparat keamanan yang akan selalu siaga menjaga kepentingan-kepentingan asing di Indonesia (Mas’oed, 1989).
Insentif dan jaminan keamanan dari penguasa, menjadikan para investor asing leluasa untuk menjamah dan menguras habis kekayaan alam yang terkandung dari bumi pertiwi, hutan yang masih perawan menjadi gundul, gugusan pengunungan yang elok nan indah menjadi dataran yang gersang, mineral yang berada berada didalam bumi disedot, menjadi lorong-lorong yang gelap dll.


Berdasarkan data Badan Perencanaan Pembangaunan Daerah (Bappeda) Riau, realisasi investasi dari PMA pada 2012 merupakan pencapaian tertinggi dalam 7 tahun terakhir. Pada 2007, realisasi PMA sebesar US$724,4 juta, kemudian terus turun menjadi US$460,9 juta pada 2008. Selanjutnya, pada 2009 turun lagi menjadi US$251,6 juta, dan pada 2010 turun menjadi US$86,6 juta. Kemudian, pada 2011 realisasi PMA mulai meningkat menjadi US$212,3 miliar, dan pada 2012 mencapai US$1,152 miliar.
Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat Jepang sebagai investor asing terbesar kedua di Indonesia. Nilai investasi Negeri Matahari Terbit ini mencapai US$ 1,5 miliar atau 7,8 persen dari realisasi total penanaman modal asing di Tanah Air. Ini beda tipis dengan nilai investasi Amerika Serikat yang berkisar US$ 1,5 miliar, tapi kontribusinya hanya 7,6 persen.
Amerika Serikat yang tadinya selama tiga kuartal di 2011 berada di posisi kedua sekarang disalip Jepang," kata Kepala BKPM Gita Wirjawan, Rabu, 19 Januari 2012. Ia memperkirakan investor asing termotivasi dengan posisi Amerika dan Korea Selatan belakangan ini yang semakin ekspansif di Tanah Air. Korea Selatan untuk pertama kalinya masuk dalam posisi lima besar dalam kategori penanaman modal asing (PMA) di Indonesia.
 Secara keseluruhan Singapura menjadi investor asing terbesar di Indonesia dengan realisasi investasi mencapai US$ 5,1 miliar atau 26,3 persen dari realisasi PMA tahun sebelumnya. Kemudian disusul Jepang di posisi kedua, lalu Amerika Serikat posisi ketiga. Posisi keempat ditempati Belanda dengan nilai investasi US$ 1,4 miliar atau sebesar 7 persen dan Korea Selatan US$ 1,2 miliar atau sebesar 6,3 persen.
Oleh karena itu perlu dilakukan pengendalian pasar modal di Indonesia terkait dengan investor asing. pengendalian pelaksanaan penanaman modal itu dapat dilakukan dengan:



1. Pemantauan kompilasi, yakni verifikasi serta evaluasi dari LKPM dan berbagai sumber lainnya;
2. Melakukan pembinaan dengan cara penyuluhan tentang aturan penanaman modal. Pembinaan juga dilakukan dengan cara memberikan konsultasi dan bimbingan pelaksanaan penanaman modal sesuai ketentuan perizinan yang dimiliki penanam modal. Pembinaan lainnya dengan cara memberikan bantuan dan memfasilitasi investor yang mengalami masalah, kendala dan hambatan ketika merealisasikan proyek penanaman modalnya.
3. Melakukan pengawasan dengan cara meneliti dan mengevaluasi terhadap informasi pelaksanaan ketentuan penanaman modal beserta fasillitas yang telah diberikan kepada proyek investasi.Kegiatan pemantauan dilakukan oleh intansi penanaman modal pusat maupun daerah sesuai tingkat kewenangan yang dimiliki. Hal ini bisa dilihat dari kewenangan (dalam memproses Pendaftaran Penanaman Modal, Izin Prinsip Penanaman Modal, Persetujuan Penanaman Modal dan Izin Usaha) yang dimiliki.
Seperti yang dilansir dalam Koran Jakarta edisi 4 April 2011, Bank Indonesia mengupayakan perlambatan aliran dana investor mancanegara keluar dan masuk ke dalam negeri. Menurut Kepala Ekonom Bank Mandiri Mirza Adityaswara, langkah yang harus ditempuh BI untuk memperlambat arus modal asing adalah melarang investor mancanegara membeli Sertifikat Bank Indonesia karena menurutnya SBI bukanlah instrument investasi. Ini dikarenakan dana yang masuk ke SBI tidak bisa digunakan oleh Negara. Hal senada diungkapkan oleh pengamat valas Farial Anwar. Penempatan dana asing di SBI sangat merugikan karena dananya tidak bisa digunakan untuk pembangunan, sementara BI harus memberikan bunga setiap bulan.
Sebenarnya langkah yang dapat ditempuh juga adalah dengan penerapan pajak pada modal asing seperti kajian dari Badan Kebijakan Fiskal (BKF) namun pihak Bapepam-LK mengatakan bahwa kebijakan penerapan pajak untuk aliran modal asing yang masuk (capital inflow) tidak akan dilakukan pada saat ini. Rencana pemerintah saat ini hanya berusaha mengatur gejolak atau volatilitas dari pergerakan modal masuk dan mengelola dengan baik aliran modal keluar.
Selain itu, berikut adalah beberapa alternatif kebijakan untuk mengendalikan pengaruh investor asing:
1. Pengkajian dan penetapan kebijakan teknis pengendalian pelaksanaan penanaman modal skala  nasional.
2. Pelaksanaan pemantauan, bimbingan dan pengawasan pelaksanaan penanaman modal


berkoordinasi dengan instansi penanaman modal provinsi/instansi penanaman modal kabupaten/kota
3. Pengambilan kebijakan dengan mempetimbangkan dan memperhatikan kewajiban dan tanggung jawab investor baik investor asing maupun investor domestik berikut :
Kewajiban penanam modal:
1. Meningkatkan kompetensi tenaga kerja Indonesia (WNI) melalui pelatihan kerja sesuai ketentuan yang berlaku;
2. Menyelenggarakan pelatihan dan melakukan alih teknologi kepada tenaga kerja Indonesia (WNI) bila perusahaannya memperkerjakan tenaga kerja asing, sesuai ketentuan yang berlaku;
3. Menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik;
4. Melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan;
5. Menyampaikan LKPM;
6. Menghormati tradisi budaya masyarakat sekitar lokasi usahanya;
7. Mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan;
8. Mengalokasikan dana secara bertahap untuk pemulihan lokasi yang memenuhi standar kelayakan lingkungan hidup bila perusahaannya mengusahakan sumber daya alam yang tidak terbarukan, sesuai peraturan yang berlaku;
Tanggung jawab investor:
1. Menjamin tersedianya modal yang berasal dari sumber yang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan yang berlaku;
2. Menanggung dan menyelesaikan segala kewajiban dan kerugian jika investor menghentikan atau menelantarkan proyek investasinya;
3. Menciptakan iklim usaha persaingan yang sehat, mencegah praktik monopoli dan lainnya yang dapat merugikan negara;
4. Menjaga kelestarian lingkungan hidup;
5. Menciptakan keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kesejahteraan pekerja;
6. Mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan
DAFTAR PUSTAKA


1.      http://www.kompas.com
3.      http://www . BISNIS.COM, PEKANBARU
7.      Http://nusando.blogspot.com,dampak positif dan negatif investasi asing.html



0 komentar:

Post a Comment