Investor
Asing Menjadi Raja di Tanah Air
MUHAMMAD
EDI SURYANI
Di zaman modern ini, banyak sekali negara –
negara yang mengalami kekisruhan dalam hal perekonomiannya. Salah satunya yang
sedang “ Hot ” adalah Yunani dan Italia yang mengalami ketidakstabilan ekonomi
sehingga membuat negara mereka merugi sangat besar dan hampir, bahkan sudah
mengalami kebangkrutan. Tetapi, tidak asyik rasanya ketika kita berbicara
ekonomi tapi tidak berbicara mengenai negara dunia ketiga atau negara
berkembang seperti Malaysia, Brunei darussalam, Kamerun, Ukraina, Georgia, dan
negara kita tercinta Indonesia.
Di Indonesia sendiri kita sudah sering mengalami masalah – masalah perekonomian
dan bahkan masalah – masalah ekonomi ini selalu menjadi bumbu politik yang
sedap untuk para pemimpin – pemimpin Indonesia pada era permasalahan ekonomi
tersebut dan seakan – akan menjadi bayang – bayang buat perkembangan Indonesia
kedepannya. Dimulai pada masa Masa Pasca Kemerdekaan (1945-1950), keadaan
ekonomi keuangan pada masa awal kemerdekaan amat buruk, antara lain disebabkan
oleh Inflasi yang sangat tinggi, disebabkan karena beredarnya lebih dari satu
mata uang secara tidak terkendali. Pada waktu itu, untuk sementara waktu
pemerintah RI menyatakan tiga mata uang yang berlaku di wilayah RI, yaitu mata
uang De Javasche Bank, mata uang pemerintah Hindia Belanda, dan mata uang
pendudukan Jepang. Selanjutnya Masa Demokrasi Liberal (1950-1957), Masa ini
disebut masa liberal, karena dalam politik maupun sistem ekonominya menggunakan
prinsip-prinsip liberal. Perekonomian diserahkan pada pasar sesuai teori-teori
mazhab klasik yang menyatakan laissez faire laissez passer. Padahal pengusaha
pribumi masih lemah dan belum bisa bersaing dengan pengusaha nonpribumi,
terutama pengusaha Cina. Pada akhirnya sistem ini hanya memperburuk kondisi
perekonomian Indonesia yang baru merdeka. Lanjut lagi ke Tahun 1951 – 1959,
pada rentan waktu itu banyak sekali terjadi pergantian kabinet di Indoensia
yang mengakibatkan peraturan – peraturan masalah ekonomi menjadi tidak tetap
dan berubah – ubah sehingga menyebabkan permasalahan – permasalahan baru.
Apalagi perusahaan – perusahaan jaman itu masih banyak dikuasai asing sehingga
membuat perekonomian Indonesia menjadi mampet dan sulit untuk berkembang.
Setelah itu ada lagi masalah ekonomi Indonesia yang overheated pada awal
1990an, dan puncaknya terjadi pada tahun 1997 yaitu krisis moneter di Indonesia
yang menyebabkan banyak perusahaan bangkrut, pengangguran bergelimpangan, angka
kejahatan yang meningkat, dll.(Aries&Sasono)
Untuk mengatasi permasalahan – permasalahan di atas sendiri
membutuhkan banyak pertimbangan dan perhitungan yang pas agar Indonesia bisa
segera selamat dari krisis tersebut. Salah satu caranya adalah dengan
menggunakan sistem ekonomi politik globalisasi.
Kesejahteraan dan keluar dari
belenggu kemiskinan, merupakan kata kunci untuk menjelaskan, kenapa suatu negara
melibatkan asing atau investasi asing dalam proses pembangunan
ekonominya. Para intelektual liberal dalam memandang suatu bangsa agar keluar
dari kemelut/belenggu kemiskinan yakni dengan mengintegrasikan diri dengan
dunia luar/asing, dengan pengintegrasian ini diharapkan akan terjadi difusi
modal, teknologi, dan transformasi institusi-institusi modern yang berasal dari
barat.
Pada tahun 1966 Proses penjatuhan presiden Soekarno dari tampuk
kekuasaan, rezim yang populer dan didukung rakyat dan tidak disukai barat
karena kebijakan-kebijakan politiknya yang selalu berpihak pada rakyat.
kemudian dijatuhkan oleh Soeharto dengan bantuan Amerika Serikat (Kapitalisme),
tampilnya sosok jenderal Soeharto ditampuk kekuasaan dengan Orde Barunya, pada
saat inilah kepentingan-kepentingan asing (Kapitalisme Internasional) dengan
mudah masuk ke Indonesia, ini dapat dibaca bahwa undang-undang yang pertama
kali yang dibuat ketika rezim Soeharto berkuasa, yakni undang- undang Nomor 1
Tahun 1967 “Tentang Penanaman Modal Asing”.
Para teknokrat (arsitek pembangunan di Orde baru) ini berkeliling
Eropa menawarkan bumi dan kakayaan alam bangsa Indonesia yang seperti gadis
perawan dan belum terjamah. Meminta para pangeran-pangeran (pemilik modal)
untuk berinvestasi di Indonesia. Meraka memberikan keleluasaan pada para
pangeran eropa untuk menjamah kekayaan alam bangsa indonesia yang masih gadis
perawan, mulai dari hak pengelolaan tambang, mineral, hutan untuk dieksplotasi,
dengan jaminan tidak akan diganggu oleh masyarakat, karena ada aparat keamanan
yang akan selalu siaga menjaga kepentingan-kepentingan asing di Indonesia
(Mas’oed, 1989).
Insentif dan
jaminan keamanan dari penguasa, menjadikan para investor asing leluasa untuk
menjamah dan menguras habis kekayaan alam yang terkandung dari bumi pertiwi,
hutan yang masih perawan menjadi gundul, gugusan pengunungan yang elok nan
indah menjadi dataran yang gersang, mineral yang berada berada didalam bumi
disedot, menjadi lorong-lorong yang gelap dll. Sehingga yang harus
diterapkan pemerintah dan masyarakat Indonesia adalah mencegah pengendalian
perusahaan oleh asing dan bukan mencegah masuknya investasi asing di Indonesia.
Minat investasi
asing di Indonesia sekarang ini sangat tinggi. Hal ini
senada dengan statemen Menko bidang Perekonomian Hatta Rajasa bahwa Indonesia
masih termasuk negara tujuan investasi baik dari investor lokal maupun asing.
Investasi asing dewasa saat ini tidak hanya memasuki sektor swasta saja,
sekarang sektor-sektor BUMN telah dirasuki oleh investor asing. Hal ini
memiliki dampak positif dan negative. Dampak positifnya adalah kebutuhan dana
BUMN akan mudah dipenuhi, memperlancar
pelayanan BUMN kepada masyarkat dll., sedangkan untuk dampak negatifnya adalah
laba BUMN akan banyak yang lari ke Negara lain dan intervensi asing yang
semakin tinggi dalam kebijkan BUMN.
Berdasarkan data Badan Perencanaan
Pembangaunan Daerah (Bappeda) Riau, realisasi investasi dari PMA pada 2012
merupakan pencapaian tertinggi dalam 7 tahun terakhir. Pada 2007, realisasi PMA
sebesar US$724,4 juta, kemudian terus turun menjadi US$460,9 juta pada 2008.
Selanjutnya, pada 2009 turun lagi menjadi US$251,6 juta, dan pada 2010 turun
menjadi US$86,6 juta. Kemudian, pada 2011 realisasi PMA mulai meningkat menjadi
US$212,3 miliar, dan pada 2012 mencapai US$1,152 miliar.
Badan Koordinasi
Penanaman Modal (BKPM) mencatat Jepang sebagai investor asing terbesar kedua di
Indonesia. Nilai investasi Negeri Matahari Terbit ini mencapai US$ 1,5 miliar
atau 7,8 persen dari realisasi total penanaman modal asing di Tanah Air. Ini
beda tipis dengan nilai investasi Amerika Serikat yang berkisar US$ 1,5 miliar,
tapi kontribusinya hanya 7,6 persen.
Amerika Serikat
yang tadinya selama tiga kuartal di 2011 berada di posisi kedua sekarang
disalip Jepang," kata Kepala BKPM Gita Wirjawan, Rabu, 19 Januari 2012. Ia
memperkirakan investor asing termotivasi dengan posisi Amerika dan Korea
Selatan belakangan ini yang semakin ekspansif di Tanah Air. Korea Selatan untuk
pertama kalinya masuk dalam posisi lima besar dalam kategori penanaman modal
asing (PMA) di Indonesia.
Secara keseluruhan Singapura menjadi investor
asing terbesar di Indonesia dengan realisasi investasi mencapai US$ 5,1 miliar
atau 26,3 persen dari realisasi PMA tahun sebelumnya. Kemudian disusul Jepang
di posisi kedua, lalu Amerika Serikat posisi ketiga. Posisi keempat ditempati
Belanda dengan nilai investasi US$ 1,4 miliar atau sebesar 7 persen dan Korea
Selatan US$ 1,2 miliar atau sebesar 6,3 persen.
Oleh karena itu perlu dilakukan
pengendalian pasar modal di Indonesia terkait dengan investor asing. pengendalian pelaksanaan penanaman
modal itu dapat dilakukan dengan:
1. Pemantauan kompilasi, yakni verifikasi serta evaluasi dari LKPM dan berbagai sumber lainnya;
2. Melakukan pembinaan dengan cara penyuluhan tentang aturan penanaman modal. Pembinaan juga dilakukan dengan cara memberikan konsultasi dan bimbingan pelaksanaan penanaman modal sesuai ketentuan perizinan yang dimiliki penanam modal. Pembinaan lainnya dengan cara memberikan bantuan dan memfasilitasi investor yang mengalami masalah, kendala dan hambatan ketika merealisasikan proyek penanaman modalnya.
3.
Melakukan pengawasan dengan cara meneliti dan mengevaluasi terhadap informasi
pelaksanaan ketentuan penanaman modal beserta fasillitas yang telah diberikan
kepada proyek investasi.Kegiatan pemantauan dilakukan oleh intansi penanaman
modal pusat maupun daerah sesuai tingkat kewenangan yang dimiliki. Hal ini bisa
dilihat dari kewenangan (dalam memproses Pendaftaran Penanaman Modal, Izin
Prinsip Penanaman Modal, Persetujuan Penanaman Modal dan Izin Usaha) yang
dimiliki.
Seperti yang dilansir dalam Koran Jakarta edisi 4 April
2011, Bank Indonesia mengupayakan perlambatan aliran dana investor mancanegara
keluar dan masuk ke dalam negeri. Menurut Kepala Ekonom Bank Mandiri Mirza
Adityaswara, langkah yang harus ditempuh BI untuk memperlambat arus modal asing
adalah melarang investor mancanegara membeli Sertifikat Bank Indonesia karena
menurutnya SBI bukanlah instrument investasi. Ini dikarenakan dana yang masuk
ke SBI tidak bisa digunakan oleh Negara. Hal senada diungkapkan oleh pengamat
valas Farial Anwar. Penempatan dana asing di SBI sangat merugikan karena
dananya tidak bisa digunakan untuk pembangunan, sementara BI harus memberikan
bunga setiap bulan.
Sebenarnya langkah yang dapat ditempuh juga adalah dengan
penerapan pajak pada modal asing seperti kajian dari Badan Kebijakan Fiskal
(BKF) namun pihak Bapepam-LK mengatakan bahwa kebijakan penerapan pajak untuk
aliran modal asing yang masuk (capital inflow) tidak akan dilakukan pada saat
ini. Rencana pemerintah saat ini hanya berusaha mengatur gejolak atau
volatilitas dari pergerakan modal masuk dan mengelola dengan baik aliran modal
keluar.
Selain
itu, berikut adalah beberapa alternatif kebijakan untuk mengendalikan pengaruh
investor asing:
1.
Pengkajian dan penetapan kebijakan teknis pengendalian pelaksanaan penanaman
modal skala nasional.
2. Pelaksanaan pemantauan, bimbingan dan pengawasan pelaksanaan penanaman modal
2. Pelaksanaan pemantauan, bimbingan dan pengawasan pelaksanaan penanaman modal
berkoordinasi
dengan instansi penanaman modal provinsi/instansi penanaman modal
kabupaten/kota
3. Pengambilan kebijakan dengan mempetimbangkan dan memperhatikan kewajiban dan tanggung jawab investor baik investor asing maupun investor domestik berikut :
3. Pengambilan kebijakan dengan mempetimbangkan dan memperhatikan kewajiban dan tanggung jawab investor baik investor asing maupun investor domestik berikut :
Kewajiban
penanam modal:
1. Meningkatkan kompetensi tenaga kerja Indonesia (WNI) melalui pelatihan kerja sesuai ketentuan yang berlaku;
2. Menyelenggarakan pelatihan dan melakukan alih teknologi kepada tenaga kerja Indonesia (WNI) bila perusahaannya memperkerjakan tenaga kerja asing, sesuai ketentuan yang berlaku;
3. Menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik;
4. Melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan;
5. Menyampaikan LKPM;
6. Menghormati tradisi budaya masyarakat sekitar lokasi usahanya;
7. Mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan;
8. Mengalokasikan dana secara bertahap untuk pemulihan lokasi yang memenuhi standar kelayakan lingkungan hidup bila perusahaannya mengusahakan sumber daya alam yang tidak terbarukan, sesuai peraturan yang berlaku;
Tanggung jawab investor:
1. Menjamin tersedianya modal yang berasal dari sumber yang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan yang berlaku;
2. Menanggung dan menyelesaikan segala kewajiban dan kerugian jika investor menghentikan atau menelantarkan proyek investasinya;
3. Menciptakan iklim usaha persaingan yang sehat, mencegah praktik monopoli dan lainnya yang dapat merugikan negara;
4. Menjaga kelestarian lingkungan hidup;
5. Menciptakan keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kesejahteraan pekerja;
6. Mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan
1. Meningkatkan kompetensi tenaga kerja Indonesia (WNI) melalui pelatihan kerja sesuai ketentuan yang berlaku;
2. Menyelenggarakan pelatihan dan melakukan alih teknologi kepada tenaga kerja Indonesia (WNI) bila perusahaannya memperkerjakan tenaga kerja asing, sesuai ketentuan yang berlaku;
3. Menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik;
4. Melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan;
5. Menyampaikan LKPM;
6. Menghormati tradisi budaya masyarakat sekitar lokasi usahanya;
7. Mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan;
8. Mengalokasikan dana secara bertahap untuk pemulihan lokasi yang memenuhi standar kelayakan lingkungan hidup bila perusahaannya mengusahakan sumber daya alam yang tidak terbarukan, sesuai peraturan yang berlaku;
Tanggung jawab investor:
1. Menjamin tersedianya modal yang berasal dari sumber yang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan yang berlaku;
2. Menanggung dan menyelesaikan segala kewajiban dan kerugian jika investor menghentikan atau menelantarkan proyek investasinya;
3. Menciptakan iklim usaha persaingan yang sehat, mencegah praktik monopoli dan lainnya yang dapat merugikan negara;
4. Menjaga kelestarian lingkungan hidup;
5. Menciptakan keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kesejahteraan pekerja;
6. Mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan
DAFTAR
PUSTAKA
3. http://www
. BISNIS.COM, PEKANBARU
0 komentar:
Post a Comment