Tuesday, March 17, 2015

Filled Under:

uang dan inflasi

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat-NYA kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “Uang dan Inflasi”. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas kelompok Mata Kuliah Ekonomi Moneter.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya, dan khususnya pada :
1.   Dr. Dwi Wulandari SE, MM selaku dosen Mata Kuliah Sejarah Pemikiran Ekonomi.
2.   Kedua orang tua yang telah mendoakan dan membiayai tersusunnya makalah ini.
3.   Teman – teman yang telah membantu tersusunnya makalah ini serta semua orang yang ikut berpatisipai yang namanya tidak dapat disebutkan semua.
Kami memahami paribahasa tiada gading yang tidak retak, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini ke depan. Semoga makalah ini bermanfaat bagi pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Malang, 12 November 2014

                                                                            Penyusun



DAFTAR ISI
Kata Pengantar................................................................................................... ii
Daftar Isi ............................................................................................................. iii 
BAB I Pendahuluan............................................................................................ 1
A. Latar Belakang..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................. 2
C. Tujuan................................................................................................... 2
BAB II Pembahasan........................................................................................... 3
A. Uang dan Inflasi: Bukti Empiris.......................................................... 3
a. Hiperinflasi Jerman, 1921-1923................................................ 3
b. Episode Terbaru Inflasi yang Cepat......................................... 4
c. Arti inflasi................................................................................. 6
B. Pandangan Mengenai Inflasi............................................................... 6
a. Bagaimana Pertumbuhan Uang Mengakibatkan Inflasi........... 6
b. Dapatkah Faktor Selain Pertumbuhan Uang Mengakibatkan Inflasi yang Terus-Menerus?          7
C. Asal Muasal Kebijakan Moneter Inflasioner...................................... 12
a. Target Kesempatan Kerja yang Tinggi dan Inflasi.................. 12
b. Defisit Anggaran dan Inflasi................................................... 17
c. Aplikasi Menjelaskan Kenaikan Inflasi di AS, 1960-1980...... 23
D. Debat Kebijakan Aktivis/ Non-Aktivis.............................................. 25
a. Respons terhadap Pengangguran yang Tinggi......................... 26  
b. Posisi Aktivis dan Non-Aktivis............................................... 28
c. Pengharapan dan Debat Aktivis/Non-Aktivis......................... 29
d. Aktivis Versus Non-Aktivis: Kesimpulan............................... 31
e. Aplikasi Pentingnya Kredibilitas bagi Kemenangan Volcker Mengenai Inflasi     32
BAB III Penutup............................................................................................... 34
A. Kesimpulan......................................................................................... 34
Daftar Pustaka.................................................................................................. 35

















BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
            Sejak awal 1960-an, ketika laju inflasi di Amerika mendekati antara 1% dan 2%, perekonomian mengalami laju inflasi yang lebih tinggi dann lebh bervariasi. Pada akhir 1960-an, laju inflasi melonjak di atas 5% dan pada 1974 laju inflasi mencapai dua digit. Kemudian menurun selama periode 1975-1978, namun melonjak lagi di atas 10% pada 1979 dan 1980. Kemudian menurun kembali sekitar 5% dari 1982-1990 penurunan lebih lanjut hingga mencapai 2% terjadi pada akhir tahun 1990-an, dan tetap berada dikisaran tersebut hingga 2005. Dari kronologi tersebut dapat diketahui bahwa terjadi fluktuasi tingkat inflasi, yang menjadi pertanyaannya adalah apa yang enyebabkan inflasi dan bagaimana caranya untuk mengentikan atau menahan laju inflasi?
            Menurut Milton Friedman, “ Inflasi selalu dan di mana pun merupakan fenomena moneter”. Ia menganggap bahwa  semua sumber inflasi adalah tingkat pertumbuhan uang beredar yang tinggi. Sehingga, hanya dengan mengurangi tingkat pertumbuhan uang yang beredar sampai tingkat yang rendah, maka dapat menghidari inflasi. Dengan demikian dapat didefinisikan bahwa inflasi sebagai kondisi kenaikan tingkat harga secara terus-menerus dan secara cepat, hampir semua semua ekonom sepakat dengan proposisi Friedman bahwa inflasi merupakan fenomena moneter. Pada makalah ini, kita akan menggunakan analisis permintaan dan penawaran agregat untuk menunjukkan peran kebijakan moneter dalam menciptakan inflasi dan sekaligus juga dapat mengakhiri inflasi. Kita akan melihat bahwa kebijakan moneter yang inflasioner merupakan derivasi dari kebijakan pemerintah yang lain: upaya untuk memenuhi target kesempatan kerja yang tinggi atau mengatasi defisit anggaran yang besar. Dengan melihat bagaimana kebijakan moneter menyebabkan inflasi akan menunjukkan cara-cara mengatasinya pada biaya terendah dalam arti pengangguran dan kerugian output.
B. Rumusan Masalah
1.      Bagaimana kebijakan moneter menpengaruhi jumlah uang yang beredar dalam perekonomian sehingga dapat menyebabkan terjadinya inflasi ?
C. Tujuan Pembahasan
1.      Mendeskripsikan pengaruh kebijakan moneter terhadap jumlah uang yang beredar  dalam perekonomian sehingga dapat menyebabkan terjadinya inflasi.






















BAB II
PEMBAHASAN

A. UANG DAN INFLASI : BUKTI EMPIRIS
Bukti empiris untuk pernyataan Friendman bersifat mendasar. ’’Kapan pun inflasi suatu negara sangat tinggi untuk suatu periode waktu yang terus-menerus, laju pertumbuhan uang beredarnya juga sangat tinggi’’. Hal ini menunjukkan bahwa negara-negara dengan laju inflasi tertinggi juga mempunyai laju pertumbuhan uang tertinggi.
Bukti jenis ini tampak mendukung proposisi bahwa inflasi yang sangat tinggi merupakan akibat laju pertumbuhan uang yang sangat tinggi. Meskipun demikian, ingat bahwa Anda sedang mengamati bukti reduced-form, yang hanya menitikberatkan pada korelasi dua variabel: pertumbuhan uang dan laju inflasi. Sebagaimana semua bukti reduced-form, sebab akibat terbalik (inflasi menyebabkan pertumbuhan uang beredar) atau faktor diluar itu yang mendorong pertumbuhan uang maupun inflasi dapat terlibat.
Bagaimana Anda mengesampingkan kemungkinan-kemungkinan ini? Pertama, anda dapat melihat pada episode historis dimana pertumbuhan uang yang meningkat tampak sebagai suatu peristiwa yang eksogen; laju inflasi yang tinggi untuk suatu periode yang terus-menerus diikuti dengan kenaikan pertumbuhan uang akan memberikan bukti yang kuat bahwa pertumbuhan uang yang tinggi merupakan kekuatan pendorong inflasi. Beruntung untuk analisis kita, seperti episode langsung-hiperinflasi (inflasi yang sangat cepat dengan laju inflasi lebih dari 50% per bulan)-telah terjadi, peristiwa paling buruk seperti hiperinflasi Jerman 1921-1923.
a. Hiperinflasi Jerman, 1921-1923
Pada 1921, perlunya melakukan perbaikan dan rekonstruksi eknomi setelah Perang Dunia   I menyebabkan pengeluaran pemerintah Jerman sangat jauh melebihi penerimaannya. Pemerintah telah memperoleh pendapatan untuk  menutup kenaikan pengeluaran dengan menaikkan pajak, tetapi solusi tersebut, seperti biasanya, secara politik tidak populer dan akan memakan waktu yang panjang untuk dilaksanakan. Pemerintah seharusnya juga dapat membiayai pengeluarannya dengan meminjam dari masyarakat, tetapi jumlah yang dibutuhkan jauh melebihi kapasitasnya untuk meminjam. Hanya ada satu cara yang tersisa: mencetak. Pemerintah dapat membaya pengeluarannya hanya dengan cara mencetak lebih banyak uang kartal (meningkatkan uang beredar) dan menggunakannya untuk melakukan pembayaran kepada kepada individu dan perusahaan yang telah memberikan barang dan jasa. Sebagaimana diunjukkan oleh figur 1, kondisi ini persis sama dengan apa yang dilakukan oleh pemerintah Jerman; pada akhir 1921, uang bereda akan mulai meningkat secara cepat, dan juga tingkat harga.
            Pada 1923, kondisi anggaran pemerintah jerman memburuk bahkan lebih parah. Awal tahun itu, Perancis menyerang Ruhr, karena Jerman gagal untuk melakukan perbaikan pembayaran yang telah dijadwalkan. Pemogokan umum terjadi di wilayah tersebut dan memprotes tindakan Prancis, dan pemerintah Jerman secara aktif mendukung “resistensi pasif” dengan melakukan pembayaran kepada para pekerja yang mogok. Hasilnya, pengeluaran pemerintah meningkat tajam, dan pemerintah mencetak uang kartal bahkan pada tingkat yang lebh cepat untuk membiayai pengeluaran ini. Sebagaimana ditunjukan oleh figur 1, hasil ledakan uang berdar adalah bahwa tingkat harga meroket, membawa laju inflasi tahun 1923 lebih dari 1 juta persen!
            Serangan ke Ruhr dan percetakan uang untuk membayar pekerja yang mogok sesuai dengan karakteristik peristiwa eksogen. Hubungan sebab-akibat terbalik (bahwa kenaikan tingkat harga menyebabkan Prancis menyerang Ruhr) sangat tidak mungkin, dan sulit untuk membayangkan faktor ketiga yang dapat menyebabkan inflasi dan ledakan uang beredar. Dengan demikian, hiperinflasi Jerman memenuhi “percobaan yang dikendalikan (controlled experiment)” yang mendukung proposisi Friedman bahwa inflasi merupakan fenomena moneter.
b. Episode Terbaru Inflasi yang Cepat
 Mekipun inflasi yang cepat akhir-akhir ini tidak sedramatis hiperinflasi Jerman, banyak negara pada 1980-an mengalami inflasi yang cepat dimana tingkat pertumbuhan uang yang tingi juga dapat diklasifikasikan sebagai peristiwa eksogen. Sebagai contoh, dari semua negara Amerika Latin pada dekade 1980 hingga 1990, Argentina Brasil, dan Peru mempunyai tingkat pertumbuhan iuang tertinggi dan laju inflasi tertinggi. Meskipun demikian, pada tahun-tahun terakhir, inflasi di negara-negara ini telah menurun secara tajam.
Penjelasan untuk tingkat pertumbuhan uang yang tinggi di negara-negara ini mirip dengan penjelasan untuk Jerman selama hiperinflasi: ketidakinginan Argentina, Brasil, dan Peru untuk membiayai pengeluaran pemerintah dengan menaikkan pajak yang menyebabkan defisit anggaran yang besar (kadang-kadang lebih dari 15% PDB), yang dibiayai olleh penciptaan uang.
Bahwa laju inflasi tinggi di semua kasus dimana tingkt pertumbuhan uang yang tinggi dapat diklasifikasikan sebagai peristiwa eksogen (termasuk episode di Argentina, Brasil, Peru, dan Jerman) merupakan bukti kuat bahwa pertumbuhan uang yang tinggi menyebabkan infalsi yang tinggi.
Description: Description: E:\TUGAS\SEMESTER 5\1. EKONOMI MONETER\Figur 1.JPGFIGUR 1. Uang Beredar dan Tingkat Harga pada Hiperinflasi Jerman









c. Arti inflasi
Semua bukti empiris mengenai hubungan pertumbuhan uang dan inflasi yang dibahas sejauh ini hanya melihat pada kasus-kasus di mana tingkat harga meningkat secara terus-menerus pada tingkat yang cepat. Ini merupakan definisi yang digunakan Friedman dan Ekonom lain ketika mereka membuat pernyataan seperti “Inflasi selalu dan dimanapun merupakan fenomena moneter.” Ini bukan apa yang diartikan oleh pembawa berita Anda yang ramah ketika melaporkan laju inflasi bulanan pada berita malam. Pembawa berita hanya menceritakan kepada Anda beberapa tingkat harga (dalam persen) telah berubah dari bulan sebelumnya. Misalnya, ketika Anda mendengar bahwa laju inflasi bulanan adalah 1% (12% per tahun), ini hanya mengindikasikan bahwa tingkat harga telah meningkat sebesar 1% pada bulan itu. Ini dapat berupa perubahan satu kali, di mana laju inflasi yang tinggi hanya bersifat sementara, tidak terus-menerus. Hanya jika laju inflasi tetap tinggi untuk satu periode waktu yang panjang (lebih dari 1% per bulan untuk beberapa tahun) ekonom akan mengatakan bahwa inflasi telah tinggi.
            Proposisi Milton Friedman mengatakan bahwa pergerakan ke atas dalam tingkat harga merupakan fenomena moneter hanya jika hal ini merupakan proses yang terus-menerus. Ketika inflasi didefinisikan sebagai kenaikan tingkat harga yang terus-menerus dan cepat, hampir semua ekonom sepakat dengan proposisi Friedman bahwa hanya uang saja yang dipersalahkan.
B. PANDANGAN MENGENAI INFLASI
Setelah kita memahami arti proposisi Friedman, kita dapat menggunakan analisis permintaan dan penawaran agregat untuk menunjukan bahwa gerakan tingkat harga ke atas yang besar dan terus-menerus (inflasi tinggi) dapat terjadi hanya jika terdapat pertumbuhan uang beredar terus-menerus.
a. Bagaimana Pertumbuhan Uang Mengakibatkan Inflasi
Pertama, mari kita melihat pada hasil dari pertumbuhan uang beredar yang terus menerus (lihat Figur 2). Pada awalnya, perekonomian berada pada titik 1, dengan output pada tingkat alamiah dan tingkat harga pada P1 (perpotongan kurva permintaan agregat AD1 dan kurva penawaran agregat jangka pendek AS1). Jika uang beredar meningkat secara perlahan-lahan selama tahun berjalan, kurva permintaan agregat bergeser ke kanan ke AD2. Pertama, untuk waktu yang sangat singkat, perekonomian bergerak ke titik l’ dan output mungkin meningkat di atas tingkat alamiah ke Y’, tetapi penurunan pengangguran yang dihasilkan di bawah tingkat alamiah akan menyebabkan upah meningkat, dan kurva penawaran jangka panjang. Pada keseeimbangan baru, titik 2, tingkat harga meningkat dari P1 ke P2.
Jika uang beredar meningkat tahun depan, kurva permintaan agregat akan bergeser ke kanan lagi ke AD3 dan kurva penawaran agregat jangka pendek akan bergeser dari AS2 ke AS3; perekonomian akan bergerak ke titik 2’ dan kemudian ke titik 3, dimana tingkat harga meningkat ke P3. Jika uang beredar terus tumbuh pada tahun-tahun berikutnya, perekonomian akan terus bergerak ke tingkat harga yang lebih tinggi dan lebih tinggi. Selama uang beredar tumbuh, proses ini akan terus berlanjut, dan inflasi akan terjadi. Pertumbuhan uang yang tinggi mengakibatkan inflasi yang tinggi.
b. Dapatkah Faktor Selain Pertumbuhan Uang Mengakibatkan Inflasi yang Terus-Menerus?
Description: Description: E:\TUGAS\SEMESTER 5\1. EKONOMI MONETER\Figur 2.JPGTelah diketahui, faktor-faktor selain perubahan jumlah uang yang beredar (seperti kebijakan fiskal dan guncangan penawaran) dapat memengaruhi kurva permintaan dan penawaran agregat. Namun, hal itu tidak menyebabkan inflasi.






FIGUR 2 Respon Terhadap Uang Beredar yang Terus Meningkat
Kenaikan uang terus-menerus menggeser kurva permintaan agregat ke kanan dari AD1 ke AD2 ke AD3 ke AD4, sedangkan kurva penawaran agregat jangka pendek bergeser ke kiri dari AS1 ke AS2 ke AS3 ke AS4. Hasilnya adalah bahwa tingkat harga meningkat secara terus menerus dari P1 ke P2 ke P3 ke P4.
Untuk melihat mengapa inflasi yang tinggi selalu merupakan fenomena moneter, mari kita gali analisis permintaan dan penawaran agregat lebih dalam untuk melihat apakah faktor-faktor lain dapat mengakibatkan inflasi yang tinggi tanpa adanya pertumbuhan uang yang tinggi.
a) Dapatkah Kebijakan Fiska Sendiri Mengakibatkan Inflasi?
Untuk mempelajari pertanyaan ini, mari kita lihat figur 3, yang menunjukkan pengaruh kenaikan pengeluaran pemerintah satu kali yang permanen (katakanlah, dari $500 miliar menjadi $600 miliar) terhadap output agregat dan tingkat harga. Pada awalnya, kita berada pada titik 1, di mana output berada pada tingkat alamiah dan tingkat harga P1. Kenaikan pengeluaran pemerintah menggeser kurva permintaan agregat ke AD2, dan kita bergerak ke titik 1’, di mana output berada di atas tingkat alamiah Y1’. Oleh karena hal ini, kurva penawaran jangka pendek akan mulai bergeser ke kiri, secara perlahan-lahan mencapai AS2, di mana kurva tersebut berpotongan dengan kurva permintaan agregat AD2 pada titik 2, di mana output sekali lagi berada pada tingkat alamiah dan tingkat harga telah meningkat menjadi P2.
Hasil bersih dari kenaikan pengeluaran pemerintah satu kali yang permanen adalah kenaikan tingkat harga satu kali yang permanen. Apa yang terjadi dengan laju inflasi? Ketika kita bergerak dari titik 1 ke 1’ ke 2, tingkat harga meningkat, dan kita mempunyai laju inflasi positif. Tetapi ketika kita pada akhirnya mencapai titik 2, laju inflasi kembali ke nol. Kita melihat bahwa kenaikan pengeluaran pemerintah satu kali yang permanen hanya menyebabkan kenaikan laju inflasi sementara, bukan inflasi di mana tingkat harga secara terus-menerus meningkat.
Akan tetapi, jika pengeluaran pemerintah meningkat secara terus-menerus, kita dapat memperoleh tingkat harga yang terus-menerus meningkat. Kemudian, tampak bahwa analisis permintaan dan penawaran dapat menolak proposisi Friedman bahwa inflasi selalu merupakan hasil dari pertumbuhan uang. Masalah dengan argumen ini adalah bahwa peningkatan pengeluaran pemerintah yang terus-menerus bukan merupakan kebijakan yang layak (feasible). Ada batas jumlah pengeluran pemerintah yang dimungkinkan; pemerintah tidak dapat mengeluarkan lebih dari 100% PDB. Pada kenyataannya, sebelum batasan ini dicapai, proses politik akan menghentikan kenaikan pengeluaran pemerintah. Sebagaimana ditunjukkan dalam debat yang berkelanjutan di Kongres mengenai anggaran berimbang (balanced budget) dan pengeluaran pemerintah, baik masyarakat maupun politisi mempunyai target tertentu pengeluaran pemerintah yang mereka anggap tepat; meskipun penyimpangan kecil dari tingkat ini mungkin ditoleransi, tidak demikian untuk penyimpangan yang besar. Jelas, persepsi masyarakat dan politik mengenakan batasan yang ketat atas derajat seberapa besar pengeluaran pemeritah dapat ditingkatkan.
Bagaimana dengan sisi lain kebijakan fiskal-pajak? Dapatkah pengurangan pajak yang terus-menerus akan mengakibatkan inflasi? Sekali lagi jawabnya tidak. Analisis pada figur 3 juga menjelaskan output tingkat harga merespons penurunan satu kali dalam pajak. Akan ada kenaikan satu kali dalam tingkat harga, tetapi kenaikan laju inflasi hanya bersifat sementara. Kita dapat menaikkan tingkat harga dengan memotong pajak lebih besar, tetapi proses ini akan berhenti ketika pajak mencapai nol, pajak tidak dapat mengurangi lebih banyak. Maka kita harus menyimpulkan bahwa inflasi yang tinggi bukan didorong oleh kebijakan fiskal sendiri.
b) Dapatkah Fenomena Sisi Permintaan Sendiri Mengakibatkan Inflasi?
Oleh karena guncangan penawaran dari upaya pekerja untuk meningkatkan upah mereka dapat menggeser kurva penawaran agregat jangka pendek ke kiri, anda dapat menduga bahwa fenomena sisi penawaran ini dengan sendirinya dapat menstimulasi inflasi. Sekali lagi, kita dapat menunjukkan bahwa dugaan ini tidak benar.
Description: Description: E:\TUGAS\SEMESTER 5\1. EKONOMI MONETER\Figur 3.pngFIGUR 3 Respon terhadap Kenaikan Pengeluaran Pemerintah Satu Kali yang Permanen









Kenaikan pengeluaran pemerintah satu kali yang permanen menggeser kurva permintaan agregat dari AD1 ke AD2, menggerakkan perekonomian dari titik 1 ke titik 1’. Oleh karena Output sekarang melebihi tingkat alamiah Yn, kurva penawaran agregat jangka pendek bergeser ke kiri ke AS2, dan tingkat harga meningkat dari P1 ke P2, peningkatan satu kali yang permanen tapi bukan merupakan kenaikan yang terus-menerus.
Anggaplah bahwa guncangan penawaran negatif-misalnya, embargo minyak-menaikkan harga minyak (atau para pekerja berhasil meminta kenaikan upah). Sebagaimana ditampilakan pada figur 4, guncangan penawaran negatif menggeser kurva penawaran agregat jangka pendek dari AS1 ke AS2. Jika uang beredar tetap tidak berubah, membiarkan kurva permintaan agregat pada AD1, kita bergerak ke titik 1’, di mana output Y1’ berada di bawah tingkat alamiah dan tingkat harga P1’ lebih tinggi. Kurva penawaran agregat jangka pendek sekarang akan bergeser kembali ke AS1, karena pengangguran berada di atas tingkat alamiah, dan perekonomian meluncur turun di sepanjang AD1 dari titik 1’ ke titik 1. Hasil bersih dari guncangan penawaran adalah bahwa kita kembali ke titik pengerjaan penuh  (full employment) pada tingkat harga awal, dan tidak terdapat inflasi yang terus-menerus. Tambahan guncangan penawaran negatif yang sekali lagi menggeser kurva penawaran agregat jangka pendek ke kiri akan menyebabkan hasil yang sama: tingkat harga akan meningkat secara temporer, tetapi tidak mengakibatkan inflasi. Kesimpulan yang bisa kita raih adalah sebagai berikut: fenomena sisi penawaran bukan merupak sumber inflasi yang tinggi.
Description: Description: E:\TUGAS\SEMESTER 5\1. EKONOMI MONETER\Figur 4.pngFIGUR 4 Respon terhadap Guncangan Penawaran









Guncangan penawaran yang negatif (atau dorongan upah) menggeser penawaran agregat jangka pendek ke kiri ke AS2 dan menghasilkan tingkat pengangguran yang tinggi pada titik 1’. Akibatnya, kurva penawaran agregat jangka pendek bergeser kembali ke kanan ke AS1, dan perekonomian kembali ke titik 1, diaman tingkat harga telah kembali ke P1.
Ringkasan
            Analisis permintaan dan penawaran agregat menunjukkan bahwa inflasi yang tinggi dapat terjadi hanya dengan tingkat pertumbuhan uang yang beredar yang tinggi. Selama kita mengetahui bahwa inflasi mengacu pada kenaikan tingkat harga yang terjadi terus-menerus pada tingkat yang cepat, keta sekarang melihat mengapa Milton Friedman benar ketika ia mengatakan bahwa, ‘Inflasi selalu dan di mana pun merupakan fenomena moneter’
C. ASAL MUASAL KEBIJAKAN MONETER INFLASIONER
Jika semua orang sepakat bahwa inflasi bukan merupakan hal yang baik dalam perekonomian tetapi mengapa pemerintah melakukan kebijakan inflasioner, hal ini dikarenakan tidak terdapat hal yang secara intrinsik diinginkan mengenai inflasi dan karena kita mengetahui baghwa tingkat pertumbuhan uang yang tinggi tidak terjadi secara sendirinya, hal tersebut harus diikuti bahwa dalam upaya untuk mencapai tujuan-tujuan lain, pemerintah memutuskan pertumbuhan uang yang tinggi dan inflasi yang tinggi.
a. Target Kesempatan Kerja yang Tinggi dan Inflasi
Tujuan utama yang dicapai dari sebagian pemerintah yang sering kali  mengakibatkan inflasi adalah kesempatan kerja yang tingii. Pemerintah AS berkomitmen melalui undang-undang (Employment Act tahun 1946 dan Humphrey-Hawkins Act tahun 1978) untuk meningkatkan kesempatan kerja yang tinggi. Meskipun benar  bahwa kedua undang-undang mengahruskan tingkat kesempatan  kerja yang tinggi yang konsisten dengan tingkat harga yang stabil, pada kenyatannya pemerintah AS sering kali mencapai target kesempatan kerja yang tinggi dengan kurang mempertimbangkan konsekuensi inflasi dari kebijakan-kebijakannya. Hal ini terjadi pada pertengahan 2960-an sampai 1970-an, ketika pemerintah mulai mengambil peran aktif mengupayakan kestabilan penganguran.
Dua jenis inflasi dapat diakibatkan oleh kebijakan stabilitas aktivis untuk meningkatkan kesempatan kerja yang tinggi yaitu cost-push inflation, yang terjadi karena guncangan penawaran negatif atau dorongan oleh pekerja untuk mendapatkan upah yang lebih tingg, dan demand-pull inflation, yang dihasilkan ketika pembuat kebijakan mengambil kebijakan yang menggeser kurva permintaan agregat ke kanan.
·         Inflasi karena dorongan biaya (Cost-Push Inflation)
Pada figur 5, perekonomian pada awalnyan berada pada tiitk 1, perpotongan kurva permintaan agregat dan kurva penawaran agregat . Anggaplah bahwa pekerja memutuskan untuk mencari upah yang lebih itnggi, karena mereka ingin meningkatkan upah riil mereka (upah dalam arti barang dan jasa yang dapat mereka beli)atau karena mereka memperkirakan inflasi akan tinggi dan berharap menyesuaikaan upah mereka dengan inflasi. Pengaruh kenaikan ini menggeser kurva penawaran agregat jnagka pendek ke kiri ke . Jika kebijakan fiskal dan moneter pemerintah tidak berubah, perekonomian akan bergerak ke titik 1’ pada perpotongan kurrva penawaran agregat jangka pendek yang baru  dan kurva permintaan agregat . Output akan turun dibawah tingkat alamiah  dan tingkat harga akan meningkat menjadi ’.
Apa yang akan dilakukan pembuat kebijakan aktivis dengan target kesempatan kerja yang tinggi jika situasi berkembang yaitu mengimplementasikan kebijakan yang menaikkan kurva permintaan agregat ke , sehingga kita akan kembali ke tinkat output alamiah pada titik 2 dan tingkat harga . pemerintah telah meyakinkan bahwa tidak terdapat pengangguran yang berlebihan, dan pemerintah telah mencapai tujuannya yaitu ipah yang lebih tinggi. Oleh karena pemerintah telah memberikan permintaan pekerja akan upah yang lebih tinggi, kebijakan aktivis dengan target kesempatan kerja yang tinggi sering kali disebut sebagai kebijakan yang mengakomodasi (accomodating policy).
Para pekerja yang telah memakan kue dan mempunyai kue, mungkin dapat didorong untuk mencari upah yang lebih besar lagi. Selain itu, pekerja lain sekarang menyadari bahwa upah mereka menurun relatif terhadap rekan kerjanya, dan karena mereka tidak mau tertinggal, para pekerja ini akan mencari kenaikan upah. Hasilnya adalah bahwa kurva penawaran agregat jangkan pendek bergeser ke kiri lagi, ke . Pengangguran berkembang lagi ketika kita bergerak ke titik 2', dan kebijakan aktivis akan lebih digunakan untuk menggeser kurva permintaan agregat ke kanan ke  dan mengembalikan perekonomian ke tingkat pengerjaan penuh pada tingkat harga . Jika proses ini berlanjut, hasilnya berupa kenaikan tingkat harga yang berkelanjutan (cost-push inflation).
Description: Description: Picture 001.jpgFIGUR 5 Cost-Push Inflation dengan Kebijakan Aktivis Untuk Meningkatkan Kesempatan Kerja yang Tinggi.







Cost-push inflation dapat terjadi hanya jika kurva permintaan agregat bergeser secara terus menerus ke kanan. Pergeseran pertama kurva permintaan agregat ke dapat dicapai dengan kenaikan satu kali dalam pengeluaran pemerintah atau penurunan satu kali dalam pajak. Batasan maksimum tingakat pengeluaran pemerintah dan tingkat minimum pajak akan menghindari penggunaan kebijakan fiskal yang ekspansioner untuk jangka waktu yang sangat lama. Dengan demikian, hal tersebut tidak dapat digunakan secara terus-menerus untuk menggeser kurva permintaan agregat ke kanan. Tetapi kurva permintaan agrgat dapat digeser secara terus menerus ke kanan dengan kenaikan uang beredar yang terus-menerus yaitu, dengan melakukan pertumbuhan uang yang lebih tinggi. Dengan demikian, cost-push inflation merupakan fenomena moneter karena tidak dapat terjadi tanpa otoritas meneter melakukan kebijakan yang mengakomodasi pertumbuhan uang yang lebih tinggi.

·         Inflasi karena tarikan permintaan ( demand-pull inflation)
Tujuan dari kesempatan kerja yang tinggi dapat membawa kebijakan moneter yang inflasioner ke arah lain. Meskipun pada tingkat pengerjaan penuh, pengangguran tetap ada karena friksi di pasar tenaga kerja, yang membuatnya sulit untuk segera mempertemukan pekerja yang belum bekerja dan pemberi kerja. Seorang montir yang menganggur di Detroit mungkin tidak tahu mengenai lowongan kerja di industri elektronik di California atau, meskipuna tahu, ia tidak ingin pindah. Jadi tingkat pengangguran ketika terjadi kondisi tingkat pengerjaan penuh ( tingkat kesempatan kerja alamiah) akan lebih besar dari nol. Jika pembuat kebijakan menetapkan target pengangguran yang terlalu rendah karena target tersebut lebih rendah daripada tingkat pengangguran alamiah, ini dapat menetapkan langkah untuk tingkat prrtumbuhan uang yang lebih tinggi dan menghasilkan inflasi. Hal ini dapat ditunjukkan dengan menggunakan grafik permintaan dan penawaran agregat.
Description: Description: Picture 001.jpgFIGUR 6 Demand-Pull Inflation; Konsekuensi Penetapan Target Pengangguran yang Terlalu Rendah







Jika pembuat kebijakan mempunyai target pengangguran(katakanlah 4%) yang berada dibawah tingkat alamiah (saat ini diperkirakan antara % dan %), mereka akan beripaya untuk mencapai target output yang lebih tinggi dari tingkat output alamiah. Target tingkat output dinyatakan dengan Pada figure 6. Anggaplah bahwa kita pada awalnya berada pada titik 1; prrekonomian berada pada tingkat output alamiah tetapi dibawah target tingkat output untuk mencapai target pengangguran 4%, pembuat kebijakan memberlakukan kebijakan untuk meningkatkan permintaan agregat, dan dampak dari kebijakan ini menggeser kurva permintaan agregat hingga mencapai Dan perekonomian bergerak ke titik 1'. Output berada pada dan tujuan tingkat prngangguran % telah dicapai.
Jika tingkat pengangguran yang ditargetkan berada pada tingkat alamiah, antara % dan%, tidak akan ada masalah. Namun, karena pada tingkat pengangguran berada dibawah tingkat alamiah, upah akan meningkat dan kurva penawaran agregat jangka pendek akan bergeser ke , yang menggerakkan perekonomian dari titik 1' ke titik 2. Perekonomian kembali pada tingkat pengamgguran alamiah, tetapi pada tingkat harga  yang lebih tinggi. Kita dapat berhenti disana, tetapi karena pengangguran masih lebih tinggi dari pada tingkat yang ditargetkan, pembuat kebijakan sekali lagi akan menggeser kurva permintaan agregat ke kanan ke  untuk mencapai target output pada titik 2', dan keseluruhan proses akan berulang utik mendorong perekonomian ke titik 3 dan lebih. Hasil keseluruhannya adalah kenaikan tingkat harga yang terus-menerus (inflasi).
Melalui kebijakan fiska, pembuat kebijakan tidak dapat terus-meneeus menggeser kurva permintaan agregat ke kanan, hal ini dikarenakan adanya batas untuk menaikkan pengeluaran pemerintah dan untuk menurunkan pajak. Sebaliknya mereka mempunyai pilian untuk kebijakan moneter yang ekspansioner yaitu dengan meningkatkan uang beredar secara terus-menerus dan selanjutnya tingkat pertumbuhan uang yang tinggi.
Target tingkat pengangguran yang terlalu rendah atau yang ekuivalen dengan target output yang terlalu tinggi merupakan sumber kebijakan moneter yang inflasioner dalam situasi ini, tetapi ini tidak masuk akal bagi pengambilan kebijakan untuk melakukannya. Mereka tidak memperoleh manfaat dari tingkat output yang lebih tinggi secara permanen tetapi akan menyebabkan beban inflasi. Meskipun demikian, jika mereka tidak mengetahui bahwa target tingkat pengangguran dibawah tingkat alamiah.
Oleh karena inflasi berasal dari kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh pembuat krbijakan yang menggeser kurva permintaan agregat ke kanan, ini disebut dengan demand-pull inflation. Sebaliknya, cost-push inflation terjadi ketika para pekerja mendorong kenaikan upah. Kedua jenis inflasi tersebut akan berhubungan dengan tingkat pertumbuhan uang yang lebih tinggi, sehingga kita sulit utuk membedakannya. Namun pada figur 5 dan figur 6, demand-pull inflation akan berhubungan dengan periode dimana pengangguran berada dibawah tingkat alamiah, sedangkan cost-pull inflation berkaitan dengan periode dimana pengangguran berada diatas tingkat alamiah. Untuk memutuskan jenis inflasi apa yang telah terjadi, kita dapat melihat apakah tingkat pengangguran di atas atau dibawah tingkat alamiahnya. Ini akan menjadi mudah jika ekonom dan pembuat kebijakan benar-benar mengetahui bagaimana mengukur tngkat pengangguran alamiah. Selain itu, perbedaan antara cost push dan demand-pull inflation kabur, karena cost push inflation dapat diawali oleh demand-pull inflation. Ketika demand-pull inflation menghasilkan laju inflasi yang lebih tinggi, perkiraan inflasi akan secara perlahan-lahan meningkat dan menyebabkan para pekerja menuntut upah yang lebih tinggi sehingga upah riil mereka tidak turun. Dengan cara ini, demand-pull inflation dapat secara perlahan-lahan memicu cost-push inflation.
b. Defisit Anggaran dan Inflasi
Defisit anggaran merupakan kemungkinan sumber lain dari kebijakan moneter yang inflasoner. Untuk melhat apakah hal ini penyebabnya, kita perlu melihat bagaimana pemerintah mendanai defsit anggarannya.
·         Kendala Anggaran Pemerintah
Adanya kendala anggaran  dikarenakan pemerintah mempunyai tagihan-tagihan yang harus dibayar. Ada dua cara untuk melakukan pembayaran yaitu menakkan penerimaan (dengan bekerja) atau meminjam. Pemerntah juga menikmati kedua jenis pilihan ini yaitu menaikkan penerimaan  dengan mengenakan pajak atau berutang dengan menerbitkan obligasi pemerintah. Tidak seperti kita, pemerintah mempunyai pilihan ketiga : Pemerintah dapat menciptakan uang dan menggunakannya untuk membayar barang dan jasa yang dibeli.
Metode pendanaan pengeluaran pemerintah dijelaskan dengan pernyataan yang disebut dengan kendala anggaran pemerintah (government budget constraint), yang menyatakan sebagai berikut- Defisit anggaran pemerintah DEF, yang sama dengan pengeluaran pemerintah (government spending) G melebihi penerimaan pajak (tax revenue) T, harus sama dengan jumlah perubahan uang primer (monetary base) ΔMB dan perubahan obligasi (bonds) yang dipegang public ΔB. Secara aljabar, pernyataan ini dapat ditulis sebagai berikut:
DEF = G –T = ΔMB + ΔB
Untuk melihat apa arti kendala anggaran pemerintah dalam praktik, mari kita lihat pada kasus dimana satu-satunya pembelian yang dilakukan pemerintah adalah computer super senilai  $100 juta. Jika pemerintah meyakinkan orang-orang yang berhak memilih dalam dalam pemilu bahwa computer tersebut patut untuk dibeli, pemerintah mungkin dapat menaikkan pajak $100 juta untuk apa yang dibayarkan, defisit anggaran akan sebesar nol. Kendala anggaran pemerintah selanjutnya menjelaskan kepada kita bahwa tidak diperlukan penerbitan uang atau obligasi untuk membayar komputer , karena anggaran berimbang. Jika pembayar pajak berpikir bahwa komputer super tersebut terlalu mahal dan menolak untuk membayar pajak untuk itu, kendala anggaran menunjukkan bahwa pemerintah harus membayarnya dengan menjual $100 juta obligasi baru ke publik atau dengan mencetak uang senilai $100 juta untuk membayar komputer. Dikasus manapun, kendala anggaran terpenuhi: defisit $100 juta diimbangi dengan perubahan stok obligasi pemerintah yang dipegang publik (ΔB = $100 juta) atau dengan dengan perubahan uang primer (ΔMB = $100 juta).
Kendala anggaran pemerintah relevan dengan dua fakta penting : jika defisit pemerintah didanai oleh kenaikan jumlah obligasi yang sipegang oleh public, tidak terdapat pengaruh terhadap uang primer demikian pula terhadap uang beredar .Namun , jika defisit tidak didanai oleh kenaikan obligasi yang dipegang publik, uang primer dan uang beredar meningkat.
Terdapat beberapa cara untuk memahami mengapa defisit anggaran menyebabkan kenaikan uang primer ketika obligasi pemerintah yang dipegang publik tidak meningkat. Kasus  paling sederhana adalah ketika bendahara pemerintah mempunyai hak hukum untuk menerbitkan uang untuk mendanai (menerbitkan ) defisitnya. Pendanaan defisit sangat sederhana:  pemerintah hanya  membayar untuk pengeluaran yang melebihi  penerimaan pajak dengan uang kartal yang baru. Oleh karena kenaikan uang kartal secara langsung menambah uang primer, uang primer meningkat dan demikian pula uang beredar melalui proses penciptaan deposito berganda.
Di AS dan banyak negara lain, pemerintah tidak mempunyai hak untuk menerbitkan uang kartal untuk membayar tagihan-tagihannya. Dalam hal ini, pemerintah harus mendanai defisitnya pertama kali dengan menerbitkan obligasi kepada public untuk memperoleh dana tambahan untuk membayar tagihannya. Namun, jika obligasi ini tidak berakhir di tangan public, satu-satunya alternatif adalah bahwa obligasi ini dibeli oleh bank sentral. Agar obligasi pemerintah tidak berakhir ditangan public, bank sentral harus melakukan pembelian pasar terbuka yang mengakibatkan kenaikan uang primer dan uang beredar. Metode pendanaan pengeluaran  pemerintah ini disebut memonetisasi utang (monetizing the debt) karena, sebagaimna proses dua langkah yang dijelaskan, menunjukkan bahwa utang pemerintah yang diterbitkan untuk mendanai pengeluaran pemerintah telah beralih dari tangan publik dan diganti dengan uang primer (high powered money). Metode pendanaan ini, atau metode yang lebih mudah ketika pemerintah hanya menerbitkan uang kartal secara langsung , juga sering kali tidak tepat, disebut sebagai pencetakan uang (printing money) karena uang primer diciptakan dalam proses tersebut. Penggunaan kata pencetakan menyesatkan karena yang paling penting dari metode pendanaan pengeluaran pemerintah adalah uang  primer meningkat ketika bank sentral melakukan pembelian pasar terbuka, persis sama dengan ketika bank sentral menaruh uang kartal lebih banyak lagi dalam sirkulasi.
Dengan demkian defisit anggaran dapat menyebabkan kenaikan uang beredar jika defisit tersebut didanai oleh penciptaan uang primer. Meskipun demikian, defisit anggaran yang didanai oleh pencetakan uang dapat berkembang  jika defisit anggaran terus ada untuk periode waktu yang lama. Pada periode pertama, jika defisit didanai oleh penciptaan uang, uang beredar akan meningkat, yang menggeser kurva permintaan agregat ke kanan dan menyebabkan kenaikan tingkat harga. Jika defisit anggaran masih ada pada periode berikutnya, defisit tersebut harus didanai lagi dan lagi. Uang beredar akan meningkat lagi, dan kurva permintaan agregat akan bergeser lagi ke kanan, yang menyebabkan tingkat harga meningkat lebih lanjut. Selama defisit itu ada dan pemerintah memilih untuk mencetak uang, proses ini akan berulang. Mendanai defisit yang terus ada dengan penciptaan uang akan menyebabkan inflasi terus-menerus terjadi.
Unsur penting dalam proses ini adalah defisit akan terus ada. Jika sementara, defisit ini tidak menyebabkan inflasi , dimana terdapat satu kali kenaikan dengan pengeluaran pemerintah. Saat periode  ketka defisit terjadi, terdapat kenaikan uang  untuk mendanainya, dan pergeseran kurva permintaan agregat ke kanan yang dihasilkan akan menaikkan tingkat harga. Jika defisit hilang pada periode berikutnya, tidak perlu lagi mencetak uang. Kurva permintaan agregat tidak akan bergeser lebih lanjut dan tngkat harga tidak akan terus-menerus meningkat. Dengan demikian, kenaikan satu kali dalam uang beredar dari defisit yang sementara menghasilkan hanya kenaikan satu kali dalam tingkat harga, dan inflasi tidak berkembang.
Ringkasnya, defisit dapat menjadi sumber inflasi yang berkelanjutan hanya jika defisit itu terjadi terus-menerus dan buka sementara dan jika pemerintah mendanainya dengan menciptakan uang daripada menerbitkan obligasi ke publik.
            Jika inflasi adalah akibatnya, mengapa pemerintah sering kali mendanai defisit yang terus-menerus terjadi dengan menciptakan uang? Jawabanya adalah kunci untuk memahami bagaimana anggaran defisit dapat menyebabkan inflasi.
·         Defisit anggaran dan penciptaan uang di Negara lain.
Meskipun AS mempunyai pasar uang dan modal yang sudah berkembang dengan baik dimana sejumlah besar obligasi pemerintah, baik jangka pendek maupun jangka panjang, dapat dijual, ini bukan situasi yang ada dibanyak Negara berkembang. Jika berkembang mengalami defisit anggaran, mereka tidak dapat mendanainya dengan menerbitkan obligasi dan harus memilih satu-satunya alternatif lain, yaitu mencetak uang. Akibatnya, ketika mereka mengalami defisit yang besar relative terhadap PDB, uang beredar tumbuh pada tingkat yang cukup besar, dan mengakibatkan inflasi.
            Sebelumnya kita mengutip Negara-negara amerika latin yang mempunyai laju inflasi yang tinggi dan pertumbuhan uang beredar yang tinggi sebagai bukti bahwa inflasi meerupakan fenomena moneter. Negara Negara amerika latin yang mempunyai pertumbuhan uang yang tinggi lebih tepatnya adlah mereka yang mempunyai defisit anggaran yang sangat besar relative terhadap PDB. Satu-satunya cara untuk mendanai defisit adalah mencetak lebih banyak uang, sehingga sumber akhir dari inflasi yang tinggi adalah defisit anggaran yang besar.
            Dalam semua episode hiperinflasi, defisit anggran pemerintah yang besar juga merupakan sumber akhir dari kebijkan moneter yang inflasioner. Defist anggaran selama hiperinflasi sedemikian besar meskipun pasar modal ada untuk menerbitkan obligasi pemerintah, pasar modal tidak mempunyai kapasitas yang cukup untuk mengelola sejumlah obligasi yang ingin dijual pemerintah. Dalam situasi ini, pemerintah juga harus memilih untuk mencetak uang untuk mendanai defisit anggaran.
·         Defisit anggaran dan penciptaan uang di Amerika serikat.
Sejauh ini kita telah melihat mengapa defisit anggaran di beberapa negara harus mendorong penciptaan uang dan inflasi. Apakah disebabkan oleh defisit yang besar atau Negara tersebut tidak mempunyai cukup akses terhadap pasar modal dimana pemerintah dapat menjual obligasinya. Namun tidak satupun dari scenario-skenario ini tampak menjelaskan situasi di AS. Benar, defisit AS yang besar pada 1980-an, awal 1990-an, dan pertengahan 2000-an, tetapi meskipun demikian, besarnya defisit ini relative terhadap PDB adalah kecil dibandingkan dengan dengan defisit Negara-negara yang mengalami hiperinflasi: defisit AS sebagai persentase terhadap PDB mencapai puncaknya 6% pada 1983, sementar defisit anggaran argentina melebihi 15% dari PDB. Lebih lanjut, karena amerika mempunyai pasar obligasi pemerintah yang sudah berkembang baik dibandingkan neagar manapun di dunia, pasar obligasi AS dapat menerbitkan sejumlah besar obligasi ketika pemerintah perlu untuk mendanai defisitnya.
            Apakah anggaran defisit dapat mempengaruhi uang primer dan uang beredar bergantung pada  bagaimana federal reserve memilih untuk melakukan kebijakan moneter. Jika the fed mencapai tujuan kebijakan mencegah suku bunga yang tinggi, banyak ekonom menyatakan bahwa defisit yang besar: akan menyebabkan pencetakan uang. Alasan mereka dengan menggunakan analisis permintaan dan penawaran pasar obligasi adalah sebagai berikut: ketika treasury menerbitkan obligasi kepada public, penawaran obligasi meningkat (dari  ke  pada figur 7 ), menyebabkan harga obligasi menurun dari  ke  dan selanjutnya suku bunga meningkat. Jika the fed menganggap kenaikan suku bunga sebagai sesuatu yang tidak diinginkan, the fed akan membeli onligasi untuk menaikkan harga obligasi dan menurunkan suku bunga. Hasil bersihnya adalah bahwa defisit anggaran pemerintahdapt menciptakan pembelian pasar terbuka federal reserve, yang meningkatkan uang primer dan uang beredar.  Jisk defist anggaran terus-menerus ada sehingga jumlah obligasi yang ditawarkan terus bertumbuh, tekanan ke atas terhadap suku bunga akan terus berlanjut the fed akan membeli obligasi lagi dan lagi, dan jumlah auang yang beredar akan meningkat terus-menerus , dan menghasilkan inflasi.

FIGUR 7
Suku Bunga dan Defisit Anggaran Pemerintah
 
 






            Meskipun demikian, ekonom seperti Robert Barro dari Harvard university tidak sepakat bahwa defisit anggaran memngaruhi uang primer dalam hal yang baru saja dijelaskan. Analisisnya (yang disebut barro sebagai ricardian equivalence berdasarkan nama ekonom inggris abad 19 david ricardo) mengatakan bahwa ketika pemerintah mengalami defisit dan menerbitkan obligasi, masyarakat mengetahui bahwa pemerintah akan mengenaikan pajak yang lebih tinggi dimasa depan untuk membayar obligasi ini.  Masyarakat kemudian menabung lebih banyak untuk mengantisipasi pajak di masa depan, dengan hasil bersih bahwa permintaan public akan obligasi meningkat sesuai kenaikan penawaran. Kurva permintaan obligasi bergeser ke kanan ke  pada figure 7, yang meningkatkan harga obligasi dan suku bunga tidak berubah. Sekarang tidak perlu bagi the fed untuk membeli obligasi untuk mencegah kenaikan suku bunga.
c. Aplikasi Menjelaskan Kenaikan Inflasi di AS, 1960-1980.
Pada awal periode laju inflasi mendekati 1% pada tingkat tahunan, pada akhir 1970-an rata-rata inflasi sekitar 8%. Bagaimana analisis bab ini menjelaskan kenaikan inflasi?
            Kesimpulan bahwa inflasi merupkan fenomena moneter didukung oleh periode dari 1960 hingga 1980.Pada periode ini, terdapat keterkaitan ynag erat antar prgerakan laju inflasi dan tingkat pertumbuhan uang dua tahun sebelumnya. (tingkat pertumbuhan uang adalah dari dua tahun sebelumnya, karena riset menunjukkan bahwa perubahan pertumbuhan uang memakan waktu yang lama untuk mempengaruhi inflasi). Kenaikan inflasi dari 1960 hingga 1980 dapat dikaitkan dengan tingkat pertumbuhan uang selama periode ini. Namun mungkin anda telah mengetahui bahwa pada 1974-1975 dan 1979-1980, laju inflasi berada di atas tingkat pertumbuhan uang dari dua tahun sebelumnya.Lonjakan sementara laju inflasi pada tahun-tahun tersebut dapat dikaitakn dengan guncangan penawaran dari kenaikan harga minyak dan makanan yang terjadi pada 1973 dan 1978-1980.
            Meskipun demikian, hubungan antara pertumbuhan uang dan inflasi setelah 1980 sama sekali bukan merupakan bukti , yang menjelaskan mengapa pada 1982 the Fed mengumumkan bahwa the fed tidak akan menggunakan M1 lebih lanjut sebagai dasar untuk menetapkan kebijakan moneter. Putusnya hubungan antara pertumbuhan uang dan inflasi merupakan akibat putaran percepatan yang cukup besar pada 1980-an dan 1990-an.Misalnya, awal 1980-an merupakan periode disinflasi yang cepat (penurunan laju inflasi yang subtansial), namun tingkat pertumbuhan uang tidak menampilkan kecenderungan yang menurun yang dapat dilihat hingga setelah disinflasi selesai. Meskipun beberapa ekonom melihat pada 1980-an dan 1990-an sebagai bukti yang menentang hubungan antara uang dan inflasi, ekonom lainya memandang hal ini sebagai periode yang tidak biasa yang ditandai dengan fluktuasi suku bunga yang besar dan inovasi keuangan yang cepat yang semakin mempersulit penegukuran uang yang benar. Dalam pandangan mereka, periode ini merupakan periode yang tidak biasa, dan berhubungan erat antara uang dan inflasi dinyatakan kembali. Namun, ini belum terjadi.
            Apa penyebab mendasar dari kenaikan tingkat pertumbuhan uang yang kita lihat terjadi dari 1960-1980? Kita telah mengidentifikasikan dua kemungkinan sumber kebijakan moneter yang inflasioner: komitmen pemerintah terhadap target kesempatan kerja yang tinggi dan defisit anggaran. Mari kita lihat apakah defisit anggaran dapat menjelaskan pergerakan kebijakan moneter yang inflasioner dengan menggambarkan rasio utang pemerintah terhadap PDB. Rasio ini memberi ukuran yang logis apakah defisit anggaran pemerintah memberikan tekeanan ke atas terhadap suku bunga. Hanya jika rasio ini meningkat kemungkinan terdapat kecenderungan defisit anggaran untuk menaikkan suku bunga, karena masyarakat kemudian diminta untuk memegang lebih banyak obligasi pemerintah relative terhadap kapisitas pemerintah untuk membelinya. Yang mengejutkan lebih kurun waktu 20 tahun dari 1960-1980, rasio ini menurun, tidak naik. Dengan demikian defisit anggaran AS pada periode ini tidak menaikkan suku bungga sehingga dapat mendorong the Fed untuk meningkatkan uang beredar denagn membeli obligasi.Sehingga dapat menjelaskan bahwa kita dapat mengabaikan defisit anggaran sebagai sumber kenaikan inflasi selama periode ini.
            Oleh karena politisi sering kali menggerutu mengenai defisit anggaran pada periode ini, mengapa defisit tersebut tidak menyebabkan rasio utang terhadap PDB meningkat? Alasanya adalah bahwa periode ini, defisit anggaran AS cukup kecil sehingga kenaikan stock uang pemerintah masih lambat daripada pertumbuhan PDB nominal, dan rasio utang terhadap  PDB menurun. Anda dapat melihat bahwa menginterpretasikan angka-angka defisit anggaran merupakan urusan yang rumit.
            Kita dapat menghindari defisit anggaran sebagai faktor utama, apa lagi yang dapat menyebabkan tingkat pertumbuhan uang yang tinggi dan inflasi yang lebih cepat pada 1960-an dan 1970-an? Perbandingkan tingkat pengangguran aktual terhadap tingkat pengangguran alamiah, menunjukkan bahwa perekonomian mengalami pengangguran dibawah tingkat alamiah di semua tahun antara 1965 dan 1973 kecuali satu tahun. Hal ini menyatakan bahwa pada 1965-1973, perekonomian amerika mengalami demand-pull inflation.
            Pembuat kebijakan secara nyata melakukan kebijakan yang secara terus-menerus menggeser kurva permintaan agregat ke kanan dalam upaya mencapai target output yang lebih tinggi, sehingga menyebabkan kenaikan tingkat harga. Ini terjadi karena pembuat kebijakan, ekonom dan politisi telah telah berkomitmen pada pertengahan 1960-an untuk menargetkan tingkat pengangguran sebesar 4%, yaitu tingkat pengangguran yang mereka anggap konsisten dengan stabilitas harga. Melihat kebelakang, sebagian ekonom sekarang sepakat bahwa tingkat pengangguran  alamiah secara subtansial lebih tinggi pada periode ini, antara 5% hingga 6%. Hasil dari target pengangguran 4% yang kurang tepat adalah mulainya episode inflasioner yang paling berkepanjangan dalam sejarah Amerika Serikat.
            Setelah 1975, tingkat pengangguran terus-menerus berada di atas tingkat pengangguran alamiah, namun inflasi tetap terus berjalan. Tampaknya bahwa kita mempunyai fenomena cost-push inflation. Inflasi yang berkelanjuatan dapat dijelaskan oleh pengetahuan masyarakat bahwa kebijakan pemerintah terus memerhatikan pencapaian kesempatan kerja yang tinggi. Dengan tingkat perkiraan inflasi yang lebih tinggi yang awalnya muncul dari demand –pull inflation,  kurva penawaran agregat terus bergeser ke kiri, yang menyebabkan kenaikan pengangguran yang dicoba dihilangkan oleh pembuat kebijakan dengan menggeser kurva permintaan agregat ke kanan. Hasilnya adalah inflasi yang berkelanjutan yang telah muncul pada 1960-an.
D. DEBAT KEBIJAKAN AKTIVIS/ NON-AKTIVIS
Semua ekonom memiliki tujuan kebijakan yang sama yaitu meningkatkan kesempatan kerja yang tinggi dan stabilitas harga. Namun mereka sering kali memiliki pandangan yang berbeda dalam menentukan kebijkan untuk mencapai tujuan tersebut. Aktivis berpedoman pada mekanisme koreksi diri melalui penyesuaian harga dan upah yang relatif lambat dan peran pemerintah dalam melakukan kebijakan aktif, akomodatif, dan diskresi untuk menghilangkan pengangguran yang tinggi. Sebaliknya, non-aktvis percaya bahwa kinerja perekonomian membaik jika pemerintah mencegah kebijakan aktif untuk menghilangkan pengangguran.
a. Respons terhadap Pengangguran yang Tinggi
Anggaplah bahwa pembuat kebijakan dihadapkan pada perekonomian yang telah bergerak ke titik 1’ pada grafik di bawah ini. Pada titik ini, output agregat Y1 lebih rendah daripada tingkat alamiah, dan perekonomian mengalami pengangguran yang tinggi. Sehingga pembuat kebijakan dihadapkan pada dua pilihan: Pertama, menurut pandangan non-aktivis yang tidak melakukan apa-apa, kurva penawaran agregat jangka pendek secara perlahan-lahan akan bergeser ke kanan sepanjang waktu, yang mendorong perekonomian dari titik 1’ ke titik 1, dimana kondisi pengerjaan penuh [full employment]. Kedua, menurut pandangan aktivis yang akomodatif berupaya untuk menghilangkan pengangguran yang tinggi dengan menggeser kurva permintaan agregat ke kanan ke AD2 dengan melakukan  kebijakan ekspansioner [kenaikan uang beredar, kenaikan pengeluaran pemerintah, atau penurunan pajak]. Jika pembuat kebijakan dapat menggeser kurva permintaan agregat ke AD2 secara instan, perekonomian akan segera bergerak ke titik 2, dimana pengerjaan penuh [full employment] tercapai. Namun beberapa jenis kelambatan [lag] menghambat pergerakan ini sebagai berikut:
1. Kelambatan data [data lag] adalah waktu yang dibutuhkan bagi pembuat kebijakan untuk memperoleh data yang menjelaskan kondisi perekonomian. Misalnya, data akurat PDB tersedia setiap triwulan atau data jumlah uang yang beredar.

Jumlah output agregat yang ditawarkan pada tingkat harga tertentu merupakan tingkat output alamiah dalam jangka panjang, sehingga kurva penawaran agregat jangka panjang LRAS merupakan garis vertikal YN
 


            2. Kelambatan dalam mengenali [recognition lag] adalah waktu yang dibutuhkan pembuat kebijakan menyakini prediksi yang dihasilkan dari data mengenai perekonomian di masa depan. Misalnya, untuk meminimumkan kesalahan, National Bureau of Economic Research [organisasi yang secara resmi berkaitan dengan siklus usaha] tidak akan menyatakan perekonomian dalam resesi hingga paling tidak enam bulan setelah detentukan mulainya resesi.
            3. Kelambatan legislatif [legislative lag] menunjukkan waktu yang diperlukan untuk mengesahkan peraturan untuk mengimplementasikan suatu kebijakan tertentu. Kelambatan legislatif tidak terdapat untuk menentukan tindakan kebijakan moneter seperti operasi pasar terbuka. Namun , hal ini penting untuk implementasi kebijakan fiskal. Misalnya, diperlukan waktu enam bulan hingga satu tahun untuk mendapatkan pengesahan peraturan untuk mengubah pajak atau pengeluaran pemerintah.
            4. Kelambatan implementasi [implementation lag] adalah waktu yang diperlukan pembuat kebijakan untuk mengubah instrumen kebijakan setelah memutuskan melakukan suatu kebijakan baru. Hal ini tidak akan mempengaruhi kebijakan operasi pasar terbuka, karena meja perdagangan the Fed dapat membeli atau menjual obligasi segara setelah diperintahkan oleh FOMC. Namun untuk mengimplementasikan kebijakan fiskal akan memerlukan waktu, misalnya mendapatkan agen pemerintak untuk mengubah kebiasaan pengeluarannya membutuhkan waktu, seperti mengubah tabel pajak.
            5. Kelambatan efektivitas [effectiveness lag] adalah waktu yang diperlukan suatu kebijakan untuk mempengaruhi kondisi perekonomian. Unsur penting sudut pandang non-aktivis yaitu kelambatan efektifitas memerlukan waktu yang lama [satu tahun atau lebih] dan berubah-ubah [terdapat ketidak pastian substansial mengenai berapa lama kelambatan ini]
b. Posisi Aktivis dan Non-Aktivis
Setelah memahami pertimbangan-pertimbangan yang mempengaruhi keputusan yang dibuat oleh pembuat kebijakan mengenai apakah melakukan kebijakan aktivis atau non-aktivis sehingga memperlihatkan kapan masing-masing kebijakan tersebut dapat dilakukan.
Kasus untuk Kebijakan Aktivis. Aktivis memandang proses penyesuaian upah dan harga berjalan sangat lambat. Kebijakan non-aktivis dianggap terlalu mahal, karena pergerakan perekonomian yang lambat kembali ketingkat pengerjaan penuh sehingga membuat kerugian output yang besar. Meskipun demikian, lima kelambatan yang dijelaskan di atas menghasilkan keterlambatan satu atau dua tahun sebelum kurva permintaan agragat bergeser ke AD2, kurva penawaran jangka pendek bergerak sedikit selama waktu itu. Jalur yang tepat untuk dilakukan pembuat kebijakan adalah kebijakan aktivis yang menggerakkan perekonomian ke titik 2 pada garafik diatas.
Kasus untuk Kebijakan Non-Aktivis. Non-aktivis memandang proses penyesuaian upah dan harga lebih cepat dan kebijakan non-aktivis lebih murah karena output segera kembali ketingkat alamiah. Non-aktivis menyatakan bahwa pergeseran kurva permintaan agregat ke AD2 dengan kebijakan aktivis akomodatif mahal, karena menghasilkan volatilitas tingkat harga dan output  yang lebih banyak. Volatilitas ini terjadi karena waktu yang dibutuhkan untuk menggeser kurva permintaan agregat ke AD2 tidak substansial, dimana proses penyesuaian upah dan harga lebih cepat. Dengan demikian, sebelum kurva permintaan agregat bergeser ke kanan, kurva penawaran agregat jangka pendek akan bergeser ke kanan ke AS2 dan perekonomian akan bergerak dari titik 1’ ke titik 1, dimana perekonomian kembali ke tingkat output alamiah Yn. Setelah penyesuaian terhadap kurva AS2 selesai, pergeseran kurva permintaan agregat ke AD2 akhirnya terjadi, yang mendorong perekonomian ke titik 2’ pada perpotongan antara AD2 dan AS2. Output agregat pada Y2 sekarang lebih besar daripada tingkat alamiah [Y2 > Yn] sehingga kurva penawaran agregat jangka pendek sekarang akan bergeser kembali ke kiri ke AS1 yang menggerakkan perekonomian ke titik 2, dimana output kembali lagi ke tingkat alamiah. Meskipun kebijakan aktivis secara perlahan menggerakkan perekonomian ke titik 2 sebagaimana diinginkan oleh pembuat kebijakan, namun kebijakan ini menyebabkan suatau urutan titik keseimbanagan [1’, 1, 2’, dan 2] dimana baik output dan tingkat harga sangat bervariasi: Output melampaui target tingkat Yn  dan tingkat harga turun dari P1’ ke P1 dan kemudian meningkat ke P2’ dan ke P2. Oleh karena variabilitas ini tidak diinginkan, pembuat kebijakan akan lebih baik untuk menerapkan kebijakan non-aktivis yang menggerakkan perekonomian ke titik 1 dan tetap di situ.
c. Pengharapan dan Debat Aktivis/Non-Aktivis
Inflasi pada 1970 menunjukan bahwa pengharapan mengenai kebijakan dapat menjadi unsur penting dalam proses inflasi. Memperhitungkan pengharapan mengenai kebijakan untuk  mempengaruhi bagaimana upah ditentukan [proses penetapan upah] memberikan tambahan alasan untuk melakukan kebijakan non-aktivis.
Apakah pengharapan mendukung pendekatan non-aktivis?
Apakah kemungkinan bahwa pengharapan tetang kebijakan itu penting terhadap proses penetapan upah memperkuat kasus untuk kebijakan non-aktifis? Kasus untuk kebijakan aktifis menyatakan bahwa dengan penyesuaian upah dan harga yang lambat, kebijakan aktivis mengembalikan perekonomian kepada tingkat pengerjaan penuh pada titik 2 jauh lebih cepat daripada yang diperlukan untuk sampai pada tingkat pengerjaan penuh pada titik 1 menurut kebijakan non-aktivis. Meskipun demukian, argumen aktivis tidak memungkinkan bahwa pengharapan tetang kebijakan penting bagi proses penetapan upah dan perekonomian pada awalnya dapat berpindah pada titik 1 ke titik 1’ karena upaya pekerja untuk menaikkan upah mereka atau guncangan penawaran negatif menggeser kurva penawaran agregat jangka pendek dari AS2 ke AS1. Namun, apakah kurva penawaran jangka pendek terus bergerak ke kiri setelah perekonomian mencapai titik 2, yang menyebabkan cost-push inflation?
            Jawaban dari pertanyaan di atas adalah iya, jika pengharapan tetang kebijakan adalah penting. Cost-push inflation menunjukkan bahwa jika pekerja mengetahui bahwa kebijakan akan diakomodasi di masa depan, pekerja akan terus mendorong tingkat upah naik dan kurva penawaran agregat jangka pendek akan terus bergeser ke kiri. Hasilnya, pembuat kebijakan dipaksa untuk mengakomodasi cost push dengan terus menggeser kurva permintaan agregat ke kanan untuk menghilangkan pengangguran yang berkembang. Kebijakan aktivis yang akomodatif  dengan target kesempatan kerja yang tinggi mempunyai biaya tersembunyi atau kelemahan bahwa kebijakan tersebut dapat menyebabkan inflasi.
            Keunggulan utama dari kebijakan non-aktivis yang tidak akomodatif, dimana pembuat kebijakana tidak mencoba untuk menggeser kurva permintaan agregat dalam merespon cost push, adalah bahwa kebijakan tersebut akan mencegah inflasi. Kritik utama kebijakan non-aktivis adalah bahwa perekonomian akan mengalami periode pengangguran yang berkepanjanagan ketika kurva penawaran agregat bergeser ke kiri. Meskipun demikian, pekerja kemungkinan tidak akan mendorong upah yang lebih untuk memulai jika mereka mengetahui bahwa kebijakan tidak bersifat akomodatif, karena keuntungan upah mereka akan menyebabkan periode pengangguran yang berkepanjangan . Kebijakan non-aktivis yang tidak akomodatis tidak hanya mempunyai keunggulan mencegah inflasi tetapi manfaat tersembunyi dari pergeseran ke kiri kurva penawaran agregat jangka pendek yang tidak mendukung yang menyebabkan pengangguran yang berlebihan.
            Kesimpulannya, jika opini pekerja mengenai apakah kebijakan akomodatif atau tidak adalah penting untuk proses penetapan upah, kasus kebijakan non-aktivis jauh lebih kuat.
Apakah pengharapan mengenai kebijakan penting bagi proses penetapan upah?
Jawaban dari pertanyaan tersebut adalah penting, karena untuk memutuskan apakah kebijakan aktivis atau non-aktivis disukai dan telah menjadi topik utama riset terbaru bagi ekonom, tetapi bukti belum dapat menyimpulkan. Oleh karena itu, perlu dipertanyaakan apakah pengharapan tetang kebijakan mempengaruhi perilaku orang dalam konteks lain. Sehingga jawaban dari pertanyaan tersebut membantu untuk mengetahui apakah pengharapan tetang kebijakan akomodatif penring bagi proses penetapan upah. Misalnya, jika anda tawar-menawar dengan pedagang mobil mengenai harga, anda harus menyakinkan dia bahwa anda dapat dengan mudah pergi dan meninggalkannya dan membeli mobil dari pedagang lain. Demikian pula, jika pedagang berpikiran bahwa anda akan bersikap okomodatif maka dia dapat mengambil keuntungan dari anda. Prinsip ini juga berlaku untuk melaksanakan kebijakan luar negeri. Contoh lain, siapapun yang berusrusan dengan anak kecil berumur 2 tahun mengetahui bahwa semakin anda menyerah [kebijakan akomodatif], semakin tinggi tuntutan sang anak. Pengharapan orang mengenai kebijakan mempengaruhi perilaku mereka. Konsekuensinya, cukup masuk akal bahwa pengharapan tetang kebijakan juga mempengaruhi proses penetapan upah.
d. Aktivis Versus Non-Aktivis: Kesimpulan
Kelompok aktivis mempercayai penggunaan kebijakan diskresi untuk menghilangkan pengangguran yang berlebihan kapanpun pengangguran terjadi karena mereka memandang penyesuaian upah dan harga sangat lambat dan tidak responsif terhadap pengharapan kebijakan. Sebaliknya, kelompok non-aktivis mempercayai bahwa kebijakan diskresi yang berreaksi terhadap pengangguran  yang berlebihan dalam kontraproduktif, karena penyesuaian harga dan upah cepat dan pengharapan tetang kebijakan dapat berpengaruh terhadap penyesuaian upah. Non-aktivis mendukung penggunaan aturan kebijakan untuk mencegah kurva permintaan berfluktuatif di luar tren tingkat pertumbuhan output alamiah. Monetaris, yang mendukung posisi non-aktivis dan yang juga melihat uang sebagai satu-satunya sumber fluktuasi kurva permintaan agregat, di masa lalu mendukung kebijakan dengan jalan mana the Fed menjaga pertumbuhan uang beredar pada tingkat yang konstan. Aturan monetaris ini dikenal sebagai aturan tingkat pertumbuhan uang yang konstan [constant-money-growth-rate rule]. Dikarenakan percepatan yang tidak stabil dari M1 dan M2, monetaris seperti McCallum dan Alan Meltzer dari Universitas Carnegie-Mellon mendukung anturan pertumbuhan uang primer yang disesuaikan terhadap perubahan-perubahan percepatan di masa lalu.
            Unsur penting keberhasilan aturan kebijakan yang tidak akomodatif adalah bahwa aturan kebijakan tersebut harus bersifat kredibel: Masyarakat harus mempercayai bahwa pembuat kebijakan akan keras dan tidak setuju dengan cost push dan menggeser kurva permintaan agregat ke kanan untuk menghilangkan pengangguran. Dengan kata lain, pembuat kebijakan pemerintah memerlukan kredibilitas sebagai pelawan inflasi di mata publik. Jika tidak, pekerja mungkin akan mendorong kenaikan upah, yang akan menggeser kurva penawaran agregat ke kiri setelah perekonomian mencapai tingkat pengerjaan penuh dan akan menyebabkan pengangguran atau inflasi. Alternatifnya, aturan kebijakan yang tidak akomodatif dan kredibel mempunyai manfaat bahwa kebijakan kurang bersifat cost push sehingga membantu menghindari inflasi dan potensi kenaikan pengangguran. Aplikasi berikut menyatakan bahwa pengalaman historis terbaru konsisten dengan pentingnya kredibilitas bagi keberhasilan pembuatan kebijakan.
e. Aplikasi Pentingnya Kredibilitas bagi Kemenangan Volcker Mengenai Inflasi
Pada 1965-1970, pembuat kebijakan mempunyai kredibilitas yang rendah sebagai pelawan inflasi-reputasi yang sangat diinginkan, sering dengan mereka melakukan kebijakan akomodatif untuk mencapai kesempatan kerja yang tinggi. Hasilnya, inflasi naik hingga ke tingkat dua digit, sementara tingkat pengangguran tetap tinggi. Untuk menekan inflasi keluar dari sistem, the Fed di bawah kepemimpinan Paul Volcker menaruh perekonomian melalui dua resesi yang terus menerus pada 1980 dan 1981-1982 [yang paling parah setelah perang. Dengan tingkat penganggruan di atas 10%]. Volcker menciptakan kredibilitas bagi kebijakan anti-inflasi the Fed. Pada akhir 1982, inflasi mencapai kurang dari 5%.
            Satu indikasi dari kredibilitas Volcker datang pada 1983 ketika tingkat pertumbuhan uang meningkat secara dramatis tetapi inflasi tidak meningkat. Pekerja dan perusahaan diyakinkan bahwa jika inflasi meningkat, Volcker akan melakukan kebijakan tidak akomodatif dengan menekannya. Mereka tidak menaikkan upah dan harga, yang seharusnya akan menggeser kurva penawaran agregat ke kiri dan akan menimbulkan inflasi dan pengangguran. Keberhasilan kebijakan anti-inflasi Volcker terus berlanjut hingga sisa masa kepemimpinannya yang berakhir pada 1987, pengangguran menurun secara perlahan sedangkan inflasi tetap di bawah 5%. Kemenangan Volcker terhadap inflasi tercapai kerena ia mendapatkan kredibilitas dengan cara yang sulit.

 












BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Proposisi Milton Friedman mengatakan bahwa pergerakan ke atas dalam tingkat harga merupakan fenomena moneter hanya jika hal itu merupakan proses yang terus menerus. Jadi, inflasi dapat didefinisikan sebagai kenaikan tingkat harga yang terus-menerus dan cepat.
Pertumbuhan uang yang tinggi mengakibatkan laju inflasi yang tinggi. Inflasi tidak diakibatkan oleh kebijakan fiskal ataupun fenomena yang terjadi di sisi penawaran. Ringkasnya, dari analisis penawaran dan permintaan agregat menunjukkan bahwa inflasi yang tinggi dapat terjadi hanya jika tingkat pertumbuhan uang yang beredar yang tinggi.
Meskipun dampak dari inflasi telah diketahui, namun pemerintah tetap melaksanakan kebijakan yang mengakibatkan jumlah uang yang beredar dalam masyarakat meningkat atau yang disebut kebijakan moneter inflasioner. Hal ini karena beberapa alasan diantaranya adalah meningkatkan kesempatan kerja. Pemerintah sering kali berusaha menyediakan kesempatan kerja yang tinggi namun mengabaikan konsekuensi darai kebijakan tersebut terhadap inflasi. Sehingga dapat menyebabkan dua jenis inflasi yaitu: inflasi karena dorongan biaya (Cost-Push Inflation) dan inflasi karena terikan permintaan (Demand-Pull Inflation).
Kebijakan fiskal pemerintah juga dapat memicu terjadinya inflasi. Defisit dapat menjadi sumber inflasi yang berkelanjutan hanya jika defisit itu terjadi terus-menerus dan bukan sementara dan jika pemerintah mendanai denagn menciptakan uang daripada menerbitkan obligasi ke publik. Namun, jika defisit pemerintah didanai oleh kenaikan jumlah obligasi yang dipegang oleh publik, tidak terdapat pengaruh terhadap uang primer demikian pula terhadap uang yang beredar.


Daftar Pustaka

Mishkin, Frederich S (Penerjemah Lana S dan Beta Y). 2009. Ekonomi Uang, Perbankan, dan Pasar Keuangan. Jakarta: Salemba Empat
www.idayoce.com

0 komentar:

Post a Comment