KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT, karena
berkat rahmat-NYA kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “Uang dan Inflasi”. Makalah
ini disusun guna memenuhi tugas kelompok Mata Kuliah Ekonomi Moneter.
Kami
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga
makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya, dan khususnya pada :
1. Dr. Dwi
Wulandari SE, MM selaku dosen Mata Kuliah Sejarah Pemikiran Ekonomi.
2. Kedua orang
tua yang telah mendoakan dan membiayai tersusunnya makalah ini.
3. Teman –
teman yang telah membantu tersusunnya makalah ini serta semua orang yang ikut berpatisipai
yang namanya tidak dapat disebutkan semua.
Kami memahami paribahasa tiada gading yang tidak retak,
oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan makalah ini ke depan. Semoga makalah ini bermanfaat bagi
pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Malang, 12 November 2014
Penyusun
DAFTAR
ISI
Kata Pengantar................................................................................................... ii
Daftar Isi ............................................................................................................. iii
BAB
I Pendahuluan............................................................................................ 1
A. Latar Belakang..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................. 2
C. Tujuan................................................................................................... 2
BAB
II Pembahasan........................................................................................... 3
A. Uang dan Inflasi: Bukti Empiris.......................................................... 3
a.
Hiperinflasi Jerman, 1921-1923................................................ 3
b.
Episode Terbaru Inflasi yang Cepat......................................... 4
c.
Arti inflasi................................................................................. 6
B. Pandangan Mengenai Inflasi............................................................... 6
a.
Bagaimana Pertumbuhan Uang Mengakibatkan Inflasi........... 6
b. Dapatkah Faktor Selain Pertumbuhan
Uang Mengakibatkan Inflasi yang Terus-Menerus? 7
C. Asal Muasal Kebijakan Moneter
Inflasioner...................................... 12
a. Target Kesempatan Kerja yang Tinggi dan Inflasi.................. 12
b. Defisit Anggaran dan Inflasi................................................... 17
c. Aplikasi
Menjelaskan Kenaikan Inflasi di AS, 1960-1980...... 23
D. Debat Kebijakan Aktivis/ Non-Aktivis.............................................. 25
a.
Respons terhadap Pengangguran yang Tinggi......................... 26
b.
Posisi Aktivis dan Non-Aktivis............................................... 28
c.
Pengharapan dan Debat Aktivis/Non-Aktivis......................... 29
d.
Aktivis Versus Non-Aktivis: Kesimpulan............................... 31
e. Aplikasi Pentingnya Kredibilitas bagi
Kemenangan Volcker Mengenai Inflasi 32
BAB III Penutup............................................................................................... 34
A.
Kesimpulan......................................................................................... 34
Daftar
Pustaka.................................................................................................. 35
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejak
awal 1960-an, ketika laju inflasi di Amerika mendekati antara 1% dan 2%,
perekonomian mengalami laju inflasi yang lebih tinggi dann lebh bervariasi.
Pada akhir 1960-an, laju inflasi melonjak di atas 5% dan pada 1974 laju inflasi
mencapai dua digit. Kemudian menurun selama periode 1975-1978, namun melonjak
lagi di atas 10% pada 1979 dan 1980. Kemudian menurun kembali sekitar 5% dari
1982-1990 penurunan lebih lanjut hingga mencapai 2% terjadi pada akhir tahun
1990-an, dan tetap berada dikisaran tersebut hingga 2005. Dari kronologi
tersebut dapat diketahui bahwa terjadi fluktuasi tingkat inflasi, yang menjadi
pertanyaannya adalah apa yang enyebabkan inflasi dan bagaimana caranya untuk
mengentikan atau menahan laju inflasi?
Menurut Milton Friedman, “ Inflasi
selalu dan di mana pun merupakan fenomena moneter”. Ia menganggap bahwa semua sumber inflasi adalah tingkat
pertumbuhan uang beredar yang tinggi. Sehingga, hanya dengan mengurangi tingkat
pertumbuhan uang yang beredar sampai tingkat yang rendah, maka dapat menghidari
inflasi. Dengan demikian dapat didefinisikan bahwa inflasi sebagai kondisi
kenaikan tingkat harga secara terus-menerus dan secara cepat, hampir semua
semua ekonom sepakat dengan proposisi Friedman bahwa inflasi merupakan fenomena
moneter. Pada makalah ini, kita akan menggunakan analisis permintaan dan
penawaran agregat untuk menunjukkan peran kebijakan moneter dalam menciptakan
inflasi dan sekaligus juga dapat mengakhiri inflasi. Kita akan melihat bahwa
kebijakan moneter yang inflasioner merupakan derivasi dari kebijakan pemerintah
yang lain: upaya untuk memenuhi target kesempatan kerja yang tinggi atau
mengatasi defisit anggaran yang besar. Dengan melihat bagaimana kebijakan
moneter menyebabkan inflasi akan menunjukkan cara-cara mengatasinya pada biaya
terendah dalam arti pengangguran dan kerugian output.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana kebijakan moneter menpengaruhi jumlah uang
yang beredar dalam perekonomian sehingga dapat menyebabkan terjadinya inflasi ?
C. Tujuan Pembahasan
1.
Mendeskripsikan pengaruh kebijakan moneter terhadap
jumlah uang yang beredar dalam
perekonomian sehingga dapat menyebabkan terjadinya inflasi.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. UANG DAN INFLASI :
BUKTI EMPIRIS
Bukti empiris untuk pernyataan Friendman bersifat
mendasar. ’’Kapan pun inflasi suatu negara sangat tinggi untuk suatu periode
waktu yang terus-menerus, laju pertumbuhan uang beredarnya juga sangat
tinggi’’. Hal ini menunjukkan bahwa negara-negara dengan laju inflasi tertinggi
juga mempunyai laju pertumbuhan uang tertinggi.
Bukti jenis ini tampak mendukung proposisi bahwa
inflasi yang sangat tinggi merupakan akibat laju pertumbuhan uang yang sangat
tinggi. Meskipun demikian, ingat bahwa Anda sedang mengamati bukti reduced-form, yang hanya menitikberatkan
pada korelasi dua variabel: pertumbuhan uang dan laju inflasi. Sebagaimana
semua bukti reduced-form, sebab
akibat terbalik (inflasi menyebabkan pertumbuhan uang beredar) atau faktor
diluar itu yang mendorong pertumbuhan uang maupun inflasi dapat terlibat.
Bagaimana Anda mengesampingkan
kemungkinan-kemungkinan ini? Pertama, anda dapat melihat pada episode historis
dimana pertumbuhan uang yang meningkat tampak sebagai suatu peristiwa yang
eksogen; laju inflasi yang tinggi untuk suatu periode yang terus-menerus
diikuti dengan kenaikan pertumbuhan uang akan memberikan bukti yang kuat bahwa
pertumbuhan uang yang tinggi merupakan kekuatan pendorong inflasi. Beruntung
untuk analisis kita, seperti episode langsung-hiperinflasi (inflasi yang sangat
cepat dengan laju inflasi lebih dari 50% per bulan)-telah terjadi, peristiwa
paling buruk seperti hiperinflasi Jerman 1921-1923.
a.
Hiperinflasi Jerman, 1921-1923
Pada 1921, perlunya melakukan perbaikan dan
rekonstruksi eknomi setelah Perang Dunia
I menyebabkan pengeluaran pemerintah Jerman sangat jauh melebihi
penerimaannya. Pemerintah telah memperoleh pendapatan untuk menutup kenaikan pengeluaran dengan menaikkan
pajak, tetapi solusi tersebut, seperti biasanya, secara politik tidak populer
dan akan memakan waktu yang panjang untuk dilaksanakan. Pemerintah seharusnya
juga dapat membiayai pengeluarannya dengan meminjam dari masyarakat, tetapi
jumlah yang dibutuhkan jauh melebihi kapasitasnya untuk meminjam. Hanya ada
satu cara yang tersisa: mencetak. Pemerintah dapat membaya pengeluarannya hanya
dengan cara mencetak lebih banyak uang kartal (meningkatkan uang beredar) dan
menggunakannya untuk melakukan pembayaran kepada kepada individu dan perusahaan
yang telah memberikan barang dan jasa. Sebagaimana diunjukkan oleh figur 1,
kondisi ini persis sama dengan apa yang dilakukan oleh pemerintah Jerman; pada
akhir 1921, uang bereda akan mulai meningkat secara cepat, dan juga tingkat
harga.
Pada 1923, kondisi anggaran
pemerintah jerman memburuk bahkan lebih parah. Awal tahun itu, Perancis
menyerang Ruhr, karena Jerman gagal untuk melakukan perbaikan pembayaran yang
telah dijadwalkan. Pemogokan umum terjadi di wilayah tersebut dan memprotes
tindakan Prancis, dan pemerintah Jerman secara aktif mendukung “resistensi
pasif” dengan melakukan pembayaran kepada para pekerja yang mogok. Hasilnya,
pengeluaran pemerintah meningkat tajam, dan pemerintah mencetak uang kartal
bahkan pada tingkat yang lebh cepat untuk membiayai pengeluaran ini.
Sebagaimana ditunjukan oleh figur 1, hasil ledakan uang berdar adalah bahwa
tingkat harga meroket, membawa laju inflasi tahun 1923 lebih dari 1 juta
persen!
Serangan ke Ruhr dan percetakan uang
untuk membayar pekerja yang mogok sesuai dengan karakteristik peristiwa
eksogen. Hubungan sebab-akibat terbalik (bahwa kenaikan tingkat harga
menyebabkan Prancis menyerang Ruhr) sangat tidak mungkin, dan sulit untuk
membayangkan faktor ketiga yang dapat menyebabkan inflasi dan ledakan uang
beredar. Dengan demikian, hiperinflasi Jerman memenuhi “percobaan yang
dikendalikan (controlled experiment)”
yang mendukung proposisi Friedman bahwa inflasi merupakan fenomena moneter.
b.
Episode Terbaru Inflasi yang Cepat
Mekipun inflasi yang cepat akhir-akhir ini
tidak sedramatis hiperinflasi Jerman, banyak negara pada 1980-an mengalami
inflasi yang cepat dimana tingkat pertumbuhan uang yang tingi juga dapat
diklasifikasikan sebagai peristiwa eksogen. Sebagai contoh, dari semua negara
Amerika Latin pada dekade 1980 hingga 1990, Argentina Brasil, dan Peru mempunyai
tingkat pertumbuhan iuang tertinggi dan laju inflasi tertinggi. Meskipun
demikian, pada tahun-tahun terakhir, inflasi di negara-negara ini telah menurun
secara tajam.
Penjelasan
untuk tingkat pertumbuhan uang yang tinggi di negara-negara ini mirip dengan
penjelasan untuk Jerman selama hiperinflasi: ketidakinginan Argentina, Brasil,
dan Peru untuk membiayai pengeluaran pemerintah dengan menaikkan pajak yang
menyebabkan defisit anggaran yang besar (kadang-kadang lebih dari 15% PDB),
yang dibiayai olleh penciptaan uang.
Bahwa
laju inflasi tinggi di semua kasus dimana tingkt pertumbuhan uang yang tinggi
dapat diklasifikasikan sebagai peristiwa eksogen (termasuk episode di
Argentina, Brasil, Peru, dan Jerman) merupakan bukti kuat bahwa pertumbuhan
uang yang tinggi menyebabkan infalsi yang tinggi.
FIGUR
1. Uang Beredar dan Tingkat Harga pada
Hiperinflasi Jerman
c.
Arti inflasi
Semua bukti empiris mengenai hubungan pertumbuhan
uang dan inflasi yang dibahas sejauh ini hanya melihat pada kasus-kasus di mana
tingkat harga meningkat secara terus-menerus pada tingkat yang cepat. Ini
merupakan definisi yang digunakan Friedman dan Ekonom lain ketika mereka
membuat pernyataan seperti “Inflasi selalu dan dimanapun merupakan fenomena
moneter.” Ini bukan apa yang diartikan oleh pembawa berita Anda yang ramah
ketika melaporkan laju inflasi bulanan pada berita malam. Pembawa berita hanya
menceritakan kepada Anda beberapa tingkat harga (dalam persen) telah berubah
dari bulan sebelumnya. Misalnya, ketika Anda mendengar bahwa laju inflasi
bulanan adalah 1% (12% per tahun), ini hanya mengindikasikan bahwa tingkat
harga telah meningkat sebesar 1% pada bulan itu. Ini dapat berupa perubahan
satu kali, di mana laju inflasi yang tinggi hanya bersifat sementara, tidak terus-menerus.
Hanya jika laju inflasi tetap tinggi untuk satu periode waktu yang panjang
(lebih dari 1% per bulan untuk beberapa tahun) ekonom akan mengatakan bahwa
inflasi telah tinggi.
Proposisi Milton Friedman mengatakan
bahwa pergerakan ke atas dalam tingkat harga merupakan fenomena moneter hanya jika hal ini merupakan proses yang
terus-menerus. Ketika inflasi
didefinisikan sebagai kenaikan tingkat harga yang terus-menerus dan cepat,
hampir semua ekonom sepakat dengan proposisi Friedman bahwa hanya uang saja
yang dipersalahkan.
B. PANDANGAN MENGENAI
INFLASI
Setelah kita memahami arti proposisi Friedman, kita
dapat menggunakan analisis permintaan dan penawaran agregat untuk menunjukan
bahwa gerakan tingkat harga ke atas yang besar dan terus-menerus (inflasi tinggi)
dapat terjadi hanya jika terdapat pertumbuhan uang beredar terus-menerus.
a.
Bagaimana Pertumbuhan Uang Mengakibatkan Inflasi
Pertama, mari kita melihat pada hasil dari
pertumbuhan uang beredar yang terus menerus (lihat Figur 2). Pada awalnya, perekonomian
berada pada titik 1, dengan output pada tingkat alamiah dan tingkat harga pada P1 (perpotongan kurva
permintaan agregat AD1 dan
kurva penawaran agregat jangka pendek AS1).
Jika uang beredar meningkat secara perlahan-lahan selama tahun berjalan, kurva
permintaan agregat bergeser ke kanan ke AD2.
Pertama, untuk waktu yang sangat singkat, perekonomian bergerak ke titik l’ dan output mungkin meningkat di atas
tingkat alamiah ke Y’, tetapi
penurunan pengangguran yang dihasilkan di bawah tingkat alamiah akan
menyebabkan upah meningkat, dan kurva penawaran jangka panjang. Pada
keseeimbangan baru, titik 2, tingkat harga meningkat dari P1 ke P2.
Jika uang beredar meningkat tahun depan, kurva
permintaan agregat akan bergeser ke kanan lagi ke AD3 dan kurva penawaran agregat jangka pendek akan
bergeser dari AS2 ke AS3; perekonomian akan
bergerak ke titik 2’ dan kemudian ke titik 3, dimana tingkat harga meningkat ke
P3. Jika uang beredar
terus tumbuh pada tahun-tahun berikutnya, perekonomian akan terus bergerak ke
tingkat harga yang lebih tinggi dan lebih tinggi. Selama uang beredar tumbuh,
proses ini akan terus berlanjut, dan inflasi akan terjadi. Pertumbuhan uang yang tinggi mengakibatkan inflasi yang tinggi.
b.
Dapatkah Faktor Selain Pertumbuhan Uang Mengakibatkan Inflasi yang
Terus-Menerus?
Telah
diketahui, faktor-faktor selain perubahan jumlah uang yang beredar (seperti
kebijakan fiskal dan guncangan penawaran) dapat memengaruhi kurva permintaan
dan penawaran agregat. Namun, hal itu tidak menyebabkan inflasi.
FIGUR
2 Respon Terhadap Uang Beredar yang
Terus Meningkat
Kenaikan
uang terus-menerus menggeser kurva permintaan agregat ke kanan dari AD1
ke AD2 ke AD3 ke AD4, sedangkan kurva
penawaran agregat jangka pendek bergeser ke kiri dari AS1 ke AS2
ke AS3 ke AS4. Hasilnya adalah bahwa tingkat harga
meningkat secara terus menerus dari P1 ke P2 ke P3
ke P4.
Untuk melihat mengapa inflasi yang tinggi selalu
merupakan fenomena moneter, mari kita gali analisis permintaan dan penawaran
agregat lebih dalam untuk melihat apakah faktor-faktor lain dapat mengakibatkan
inflasi yang tinggi tanpa adanya pertumbuhan uang yang tinggi.
a) Dapatkah
Kebijakan Fiska Sendiri Mengakibatkan Inflasi?
Untuk
mempelajari pertanyaan ini, mari kita lihat figur 3, yang menunjukkan pengaruh
kenaikan pengeluaran pemerintah satu kali yang permanen (katakanlah, dari $500
miliar menjadi $600 miliar) terhadap output agregat dan tingkat harga. Pada
awalnya, kita berada pada titik 1, di mana output berada pada tingkat alamiah
dan tingkat harga P1.
Kenaikan pengeluaran pemerintah menggeser kurva permintaan agregat ke AD2, dan kita bergerak ke
titik 1’, di mana output berada di atas tingkat alamiah Y1’. Oleh karena hal ini, kurva penawaran jangka pendek
akan mulai bergeser ke kiri, secara perlahan-lahan mencapai AS2, di mana kurva tersebut berpotongan
dengan kurva permintaan agregat AD2
pada titik 2, di mana output sekali lagi berada pada tingkat alamiah dan
tingkat harga telah meningkat menjadi P2.
Hasil bersih dari kenaikan pengeluaran pemerintah
satu kali yang permanen adalah kenaikan tingkat harga satu kali yang permanen.
Apa yang terjadi dengan laju inflasi? Ketika kita bergerak dari titik 1 ke 1’
ke 2, tingkat harga meningkat, dan kita mempunyai laju inflasi positif. Tetapi
ketika kita pada akhirnya mencapai titik 2, laju inflasi kembali ke nol. Kita
melihat bahwa kenaikan pengeluaran pemerintah satu kali yang permanen hanya
menyebabkan kenaikan laju inflasi sementara, bukan inflasi di mana tingkat
harga secara terus-menerus meningkat.
Akan tetapi, jika pengeluaran pemerintah meningkat
secara terus-menerus, kita dapat memperoleh tingkat harga yang terus-menerus
meningkat. Kemudian, tampak bahwa analisis permintaan dan penawaran dapat
menolak proposisi Friedman bahwa inflasi selalu merupakan hasil dari
pertumbuhan uang. Masalah dengan argumen ini adalah bahwa peningkatan
pengeluaran pemerintah yang terus-menerus bukan merupakan kebijakan yang layak
(feasible). Ada batas jumlah
pengeluran pemerintah yang dimungkinkan; pemerintah tidak dapat mengeluarkan
lebih dari 100% PDB. Pada kenyataannya, sebelum batasan ini dicapai, proses
politik akan menghentikan kenaikan pengeluaran pemerintah. Sebagaimana
ditunjukkan dalam debat yang berkelanjutan di Kongres mengenai anggaran
berimbang (balanced budget) dan
pengeluaran pemerintah, baik masyarakat maupun politisi mempunyai target
tertentu pengeluaran pemerintah yang mereka anggap tepat; meskipun penyimpangan
kecil dari tingkat ini mungkin ditoleransi, tidak demikian untuk penyimpangan
yang besar. Jelas, persepsi masyarakat dan politik mengenakan batasan yang
ketat atas derajat seberapa besar pengeluaran pemeritah dapat ditingkatkan.
Bagaimana dengan sisi lain kebijakan fiskal-pajak?
Dapatkah pengurangan pajak yang terus-menerus akan mengakibatkan inflasi?
Sekali lagi jawabnya tidak. Analisis pada figur 3 juga menjelaskan output
tingkat harga merespons penurunan satu kali dalam pajak. Akan ada kenaikan satu
kali dalam tingkat harga, tetapi kenaikan laju inflasi hanya bersifat
sementara. Kita dapat menaikkan tingkat harga dengan memotong pajak lebih
besar, tetapi proses ini akan berhenti ketika pajak mencapai nol, pajak tidak
dapat mengurangi lebih banyak. Maka kita harus menyimpulkan bahwa inflasi
yang tinggi bukan didorong oleh kebijakan fiskal sendiri.
b) Dapatkah
Fenomena Sisi Permintaan Sendiri Mengakibatkan Inflasi?
Oleh karena guncangan penawaran dari upaya pekerja
untuk meningkatkan upah mereka dapat menggeser kurva penawaran agregat jangka
pendek ke kiri, anda dapat menduga bahwa fenomena sisi penawaran ini dengan
sendirinya dapat menstimulasi inflasi. Sekali lagi, kita dapat menunjukkan
bahwa dugaan ini tidak benar.
FIGUR
3 Respon terhadap Kenaikan Pengeluaran
Pemerintah Satu Kali yang Permanen
Kenaikan
pengeluaran pemerintah satu kali yang permanen menggeser kurva permintaan
agregat dari AD1 ke AD2, menggerakkan perekonomian dari
titik 1 ke titik 1’. Oleh karena Output sekarang melebihi tingkat alamiah Yn,
kurva penawaran agregat jangka pendek bergeser ke kiri ke AS2, dan
tingkat harga meningkat dari P1 ke P2, peningkatan satu
kali yang permanen tapi bukan merupakan kenaikan yang terus-menerus.
Anggaplah bahwa guncangan penawaran
negatif-misalnya, embargo minyak-menaikkan harga minyak (atau para pekerja
berhasil meminta kenaikan upah). Sebagaimana ditampilakan pada figur 4,
guncangan penawaran negatif menggeser kurva penawaran agregat jangka pendek
dari AS1 ke AS2. Jika uang beredar tetap
tidak berubah, membiarkan kurva permintaan agregat pada AD1, kita bergerak ke titik 1’, di mana output Y1’ berada di bawah tingkat
alamiah dan tingkat harga P1’
lebih tinggi. Kurva penawaran agregat jangka pendek sekarang akan bergeser
kembali ke AS1, karena
pengangguran berada di atas tingkat alamiah, dan perekonomian meluncur turun di
sepanjang AD1 dari titik
1’ ke titik 1. Hasil bersih dari guncangan penawaran adalah bahwa kita kembali
ke titik pengerjaan penuh (full employment) pada tingkat harga
awal, dan tidak terdapat inflasi yang terus-menerus. Tambahan guncangan
penawaran negatif yang sekali lagi menggeser kurva penawaran agregat jangka
pendek ke kiri akan menyebabkan hasil yang sama: tingkat harga akan meningkat
secara temporer, tetapi tidak mengakibatkan inflasi. Kesimpulan yang bisa kita
raih adalah sebagai berikut: fenomena sisi penawaran bukan merupak sumber
inflasi yang tinggi.
FIGUR
4 Respon terhadap Guncangan Penawaran
Guncangan
penawaran yang negatif (atau dorongan upah) menggeser penawaran agregat jangka pendek
ke kiri ke AS2 dan menghasilkan tingkat pengangguran yang tinggi
pada titik 1’. Akibatnya, kurva penawaran agregat jangka pendek bergeser
kembali ke kanan ke AS1, dan perekonomian kembali ke titik 1, diaman
tingkat harga telah kembali ke P1.
Ringkasan
Analisis permintaan dan penawaran
agregat menunjukkan bahwa inflasi yang tinggi dapat terjadi hanya dengan
tingkat pertumbuhan uang yang beredar yang tinggi. Selama kita mengetahui bahwa
inflasi mengacu pada kenaikan tingkat harga yang terjadi terus-menerus pada
tingkat yang cepat, keta sekarang melihat mengapa Milton Friedman benar ketika
ia mengatakan bahwa, ‘Inflasi selalu dan di mana pun merupakan fenomena
moneter’
C. ASAL MUASAL
KEBIJAKAN MONETER INFLASIONER
Jika
semua orang sepakat bahwa inflasi bukan merupakan hal yang baik dalam
perekonomian tetapi mengapa pemerintah melakukan kebijakan inflasioner, hal ini
dikarenakan tidak terdapat hal yang secara intrinsik diinginkan mengenai
inflasi dan karena kita mengetahui baghwa tingkat pertumbuhan uang yang tinggi
tidak terjadi secara sendirinya, hal tersebut harus diikuti bahwa dalam upaya
untuk mencapai tujuan-tujuan lain, pemerintah memutuskan pertumbuhan uang yang
tinggi dan inflasi yang tinggi.
a.
Target Kesempatan Kerja yang Tinggi dan Inflasi
Tujuan
utama yang dicapai dari sebagian pemerintah yang sering kali mengakibatkan inflasi adalah kesempatan kerja
yang tingii. Pemerintah AS berkomitmen melalui undang-undang (Employment Act
tahun 1946 dan Humphrey-Hawkins Act tahun 1978) untuk meningkatkan kesempatan
kerja yang tinggi. Meskipun benar bahwa
kedua undang-undang mengahruskan tingkat kesempatan kerja yang tinggi yang konsisten dengan
tingkat harga yang stabil, pada kenyatannya pemerintah AS sering kali mencapai
target kesempatan kerja yang tinggi dengan kurang mempertimbangkan konsekuensi
inflasi dari kebijakan-kebijakannya. Hal ini terjadi pada pertengahan 2960-an
sampai 1970-an, ketika pemerintah mulai mengambil peran aktif mengupayakan
kestabilan penganguran.
Dua
jenis inflasi dapat diakibatkan oleh kebijakan stabilitas aktivis untuk
meningkatkan kesempatan kerja yang tinggi yaitu cost-push inflation, yang
terjadi karena guncangan penawaran negatif atau dorongan oleh pekerja untuk
mendapatkan upah yang lebih tingg, dan demand-pull inflation, yang dihasilkan
ketika pembuat kebijakan mengambil kebijakan yang menggeser kurva permintaan
agregat ke kanan.
·
Inflasi
karena dorongan biaya (Cost-Push Inflation)
Pada
figur 5, perekonomian pada awalnyan berada pada tiitk 1, perpotongan kurva
permintaan agregat dan
kurva penawaran agregat .
Anggaplah bahwa pekerja memutuskan untuk mencari upah yang lebih itnggi, karena
mereka ingin meningkatkan upah riil mereka (upah dalam arti barang dan jasa
yang dapat mereka beli)atau karena mereka memperkirakan inflasi akan tinggi dan
berharap menyesuaikaan upah mereka dengan inflasi. Pengaruh kenaikan ini
menggeser kurva penawaran agregat jnagka pendek ke kiri ke .
Jika kebijakan fiskal dan moneter pemerintah tidak berubah, perekonomian akan
bergerak ke titik 1’ pada perpotongan kurrva penawaran agregat jangka pendek
yang baru dan kurva permintaan agregat .
Output akan turun dibawah tingkat alamiah dan tingkat harga akan meningkat menjadi ’.
Apa
yang akan dilakukan pembuat kebijakan aktivis dengan target kesempatan kerja
yang tinggi jika situasi berkembang yaitu mengimplementasikan kebijakan yang
menaikkan kurva permintaan agregat ke ,
sehingga kita akan kembali ke tinkat output alamiah pada titik 2 dan tingkat
harga .
pemerintah telah meyakinkan bahwa tidak terdapat pengangguran yang berlebihan,
dan pemerintah telah mencapai tujuannya yaitu ipah yang lebih tinggi. Oleh
karena pemerintah telah memberikan permintaan pekerja akan upah yang lebih
tinggi, kebijakan aktivis dengan target kesempatan kerja yang tinggi sering
kali disebut sebagai kebijakan yang mengakomodasi (accomodating
policy).
Para pekerja yang telah memakan kue dan mempunyai kue,
mungkin dapat didorong untuk mencari upah yang lebih besar lagi. Selain itu,
pekerja lain sekarang menyadari bahwa upah mereka menurun relatif terhadap
rekan kerjanya, dan karena mereka tidak mau tertinggal, para pekerja ini akan
mencari kenaikan upah. Hasilnya adalah bahwa kurva penawaran agregat jangkan
pendek bergeser ke kiri lagi, ke .
Pengangguran berkembang lagi ketika kita bergerak ke titik 2', dan kebijakan
aktivis akan lebih digunakan untuk menggeser kurva permintaan agregat ke kanan
ke dan mengembalikan perekonomian ke tingkat
pengerjaan penuh pada tingkat harga .
Jika proses ini berlanjut, hasilnya berupa kenaikan tingkat harga yang
berkelanjutan (cost-push inflation).
FIGUR
5 Cost-Push Inflation dengan Kebijakan
Aktivis Untuk Meningkatkan Kesempatan Kerja yang Tinggi.
Cost-push inflation dapat terjadi hanya jika kurva
permintaan agregat bergeser secara terus menerus ke kanan. Pergeseran pertama
kurva permintaan agregat ke dapat
dicapai dengan kenaikan satu kali dalam pengeluaran pemerintah atau penurunan
satu kali dalam pajak. Batasan maksimum tingakat pengeluaran pemerintah dan
tingkat minimum pajak akan menghindari penggunaan kebijakan fiskal yang
ekspansioner untuk jangka waktu yang sangat lama. Dengan demikian, hal tersebut
tidak dapat digunakan secara terus-menerus untuk menggeser kurva permintaan
agregat ke kanan. Tetapi kurva permintaan agrgat dapat digeser secara terus
menerus ke kanan dengan kenaikan uang beredar yang terus-menerus yaitu, dengan
melakukan pertumbuhan uang yang lebih tinggi. Dengan demikian, cost-push
inflation merupakan fenomena moneter karena tidak dapat terjadi tanpa otoritas
meneter melakukan kebijakan yang mengakomodasi pertumbuhan uang yang lebih
tinggi.
·
Inflasi karena tarikan permintaan ( demand-pull inflation)
Tujuan dari kesempatan kerja yang tinggi dapat membawa
kebijakan moneter yang inflasioner ke arah lain. Meskipun pada tingkat
pengerjaan penuh, pengangguran tetap ada karena friksi di pasar tenaga kerja,
yang membuatnya sulit untuk segera mempertemukan pekerja yang belum bekerja dan
pemberi kerja. Seorang montir yang menganggur di Detroit mungkin tidak tahu
mengenai lowongan kerja di industri elektronik di California atau, meskipuna
tahu, ia tidak ingin pindah. Jadi tingkat pengangguran ketika terjadi kondisi
tingkat pengerjaan penuh ( tingkat kesempatan kerja alamiah) akan lebih besar
dari nol. Jika pembuat kebijakan menetapkan target pengangguran yang terlalu
rendah karena target tersebut lebih rendah daripada tingkat pengangguran
alamiah, ini dapat menetapkan langkah untuk tingkat prrtumbuhan uang yang lebih
tinggi dan menghasilkan inflasi. Hal ini dapat ditunjukkan dengan menggunakan
grafik permintaan dan penawaran agregat.
FIGUR
6 Demand-Pull Inflation; Konsekuensi
Penetapan Target Pengangguran yang Terlalu Rendah
Jika
pembuat kebijakan mempunyai target pengangguran(katakanlah 4%) yang berada
dibawah tingkat alamiah (saat ini diperkirakan antara %
dan %),
mereka akan beripaya untuk mencapai target output yang lebih tinggi dari
tingkat output alamiah. Target tingkat
output dinyatakan dengan Pada
figure 6. Anggaplah
bahwa kita pada awalnya berada pada titik 1; prrekonomian berada pada tingkat
output alamiah tetapi dibawah target tingkat output untuk
mencapai target pengangguran 4%, pembuat kebijakan memberlakukan kebijakan
untuk meningkatkan permintaan agregat, dan dampak dari kebijakan ini menggeser
kurva permintaan agregat hingga mencapai Dan
perekonomian bergerak ke titik 1'. Output berada pada dan
tujuan tingkat prngangguran %
telah dicapai.
Jika tingkat pengangguran yang ditargetkan berada pada
tingkat alamiah, antara %
dan%, tidak akan ada masalah. Namun, karena pada tingkat
pengangguran berada dibawah tingkat alamiah, upah akan meningkat dan kurva
penawaran agregat jangka pendek akan bergeser ke ,
yang menggerakkan
perekonomian dari titik 1' ke titik 2. Perekonomian kembali pada tingkat
pengamgguran alamiah, tetapi pada tingkat harga yang
lebih tinggi. Kita dapat berhenti disana, tetapi karena pengangguran masih
lebih tinggi dari pada tingkat yang ditargetkan, pembuat kebijakan sekali lagi
akan menggeser kurva permintaan agregat ke kanan ke untuk mencapai target output pada titik 2',
dan keseluruhan proses akan berulang utik mendorong perekonomian ke titik 3 dan
lebih. Hasil keseluruhannya adalah kenaikan tingkat harga yang terus-menerus
(inflasi).
Melalui kebijakan fiska, pembuat kebijakan tidak dapat
terus-meneeus menggeser kurva permintaan agregat ke kanan, hal ini dikarenakan
adanya batas untuk menaikkan pengeluaran pemerintah dan untuk menurunkan pajak.
Sebaliknya mereka mempunyai pilian untuk kebijakan moneter yang ekspansioner
yaitu dengan meningkatkan uang beredar secara terus-menerus dan selanjutnya tingkat
pertumbuhan uang yang tinggi.
Target tingkat pengangguran yang terlalu rendah atau
yang ekuivalen dengan target output yang terlalu tinggi merupakan sumber
kebijakan moneter yang inflasioner dalam situasi ini, tetapi ini tidak masuk
akal bagi pengambilan kebijakan untuk melakukannya. Mereka tidak memperoleh
manfaat dari tingkat output yang lebih tinggi secara permanen tetapi akan
menyebabkan beban inflasi. Meskipun demikian, jika mereka tidak mengetahui
bahwa target tingkat pengangguran dibawah tingkat alamiah.
Oleh karena inflasi berasal dari kebijakan-kebijakan
yang dilakukan oleh pembuat krbijakan yang menggeser kurva permintaan agregat
ke kanan, ini disebut dengan demand-pull inflation. Sebaliknya, cost-push
inflation terjadi ketika para pekerja mendorong kenaikan upah. Kedua jenis
inflasi tersebut akan berhubungan dengan tingkat pertumbuhan uang yang lebih
tinggi, sehingga kita sulit utuk membedakannya. Namun pada figur 5 dan figur 6,
demand-pull inflation akan berhubungan dengan periode dimana pengangguran
berada dibawah tingkat alamiah, sedangkan cost-pull inflation berkaitan dengan
periode dimana pengangguran berada diatas tingkat alamiah.
Untuk memutuskan jenis inflasi apa yang telah terjadi,
kita dapat melihat apakah tingkat pengangguran di atas atau dibawah tingkat
alamiahnya. Ini akan menjadi mudah jika ekonom dan pembuat kebijakan
benar-benar mengetahui bagaimana mengukur tngkat pengangguran alamiah. Selain
itu, perbedaan antara cost push dan demand-pull inflation kabur, karena cost
push inflation dapat diawali oleh demand-pull inflation. Ketika demand-pull
inflation menghasilkan laju inflasi yang lebih tinggi, perkiraan inflasi akan
secara perlahan-lahan meningkat dan menyebabkan para pekerja menuntut upah yang
lebih tinggi sehingga upah riil mereka tidak turun. Dengan cara ini,
demand-pull inflation dapat secara perlahan-lahan memicu cost-push inflation.
b. Defisit Anggaran dan Inflasi
Defisit anggaran merupakan kemungkinan sumber lain
dari kebijakan moneter yang inflasoner. Untuk melhat apakah hal ini
penyebabnya, kita perlu melihat bagaimana pemerintah mendanai defsit
anggarannya.
·
Kendala Anggaran Pemerintah
Adanya kendala anggaran dikarenakan pemerintah mempunyai
tagihan-tagihan yang harus dibayar. Ada dua cara untuk melakukan pembayaran
yaitu menakkan penerimaan (dengan bekerja) atau meminjam. Pemerntah juga
menikmati kedua jenis pilihan ini yaitu menaikkan penerimaan dengan mengenakan pajak atau berutang dengan
menerbitkan obligasi pemerintah. Tidak seperti kita, pemerintah mempunyai
pilihan ketiga : Pemerintah dapat menciptakan uang dan menggunakannya untuk
membayar barang dan jasa yang dibeli.
Metode pendanaan pengeluaran pemerintah dijelaskan
dengan pernyataan yang disebut dengan kendala anggaran pemerintah
(government budget constraint), yang menyatakan sebagai berikut- Defisit
anggaran pemerintah DEF, yang sama dengan pengeluaran pemerintah (government
spending) G melebihi penerimaan pajak (tax revenue) T, harus sama dengan jumlah
perubahan uang primer (monetary base) ΔMB dan perubahan obligasi (bonds) yang
dipegang public ΔB. Secara aljabar, pernyataan ini dapat ditulis sebagai
berikut:
DEF = G –T = ΔMB + ΔB
Untuk melihat apa arti kendala anggaran pemerintah
dalam praktik, mari kita lihat pada kasus dimana satu-satunya pembelian yang
dilakukan pemerintah adalah computer super senilai $100 juta. Jika pemerintah meyakinkan
orang-orang yang berhak memilih dalam dalam pemilu bahwa computer tersebut
patut untuk dibeli, pemerintah mungkin dapat menaikkan pajak $100 juta untuk
apa yang dibayarkan, defisit anggaran akan sebesar nol. Kendala anggaran
pemerintah selanjutnya menjelaskan kepada kita bahwa tidak diperlukan
penerbitan uang atau obligasi untuk membayar komputer , karena anggaran
berimbang. Jika pembayar pajak berpikir bahwa komputer super tersebut terlalu
mahal dan menolak untuk membayar pajak untuk itu, kendala anggaran menunjukkan
bahwa pemerintah harus membayarnya dengan menjual $100 juta obligasi baru ke
publik atau dengan mencetak uang senilai $100 juta untuk membayar komputer.
Dikasus manapun, kendala anggaran terpenuhi: defisit $100 juta diimbangi dengan
perubahan stok obligasi pemerintah yang dipegang publik (ΔB = $100 juta) atau
dengan dengan perubahan uang primer (ΔMB = $100 juta).
Kendala anggaran pemerintah relevan dengan dua fakta
penting : jika defisit pemerintah didanai oleh kenaikan jumlah obligasi yang
sipegang oleh public, tidak terdapat pengaruh terhadap uang primer demikian
pula terhadap uang beredar .Namun , jika defisit tidak didanai oleh kenaikan
obligasi yang dipegang publik, uang primer dan uang beredar meningkat.
Terdapat beberapa cara untuk memahami mengapa defisit
anggaran menyebabkan kenaikan uang primer ketika obligasi pemerintah yang
dipegang publik tidak meningkat. Kasus
paling sederhana adalah ketika bendahara pemerintah mempunyai hak hukum
untuk menerbitkan uang untuk mendanai (menerbitkan ) defisitnya. Pendanaan
defisit sangat sederhana: pemerintah
hanya membayar untuk pengeluaran yang
melebihi penerimaan pajak dengan uang
kartal yang baru. Oleh karena kenaikan uang kartal secara langsung menambah
uang primer, uang primer meningkat dan demikian pula uang beredar melalui
proses penciptaan deposito berganda.
Di AS dan banyak negara lain, pemerintah tidak
mempunyai hak untuk menerbitkan uang kartal untuk membayar tagihan-tagihannya.
Dalam hal ini, pemerintah harus mendanai defisitnya pertama kali dengan
menerbitkan obligasi kepada public untuk memperoleh dana tambahan untuk
membayar tagihannya. Namun, jika obligasi ini tidak berakhir di tangan public,
satu-satunya alternatif adalah bahwa obligasi ini dibeli oleh bank sentral.
Agar obligasi pemerintah tidak berakhir ditangan public, bank sentral harus
melakukan pembelian pasar terbuka yang mengakibatkan kenaikan uang primer dan
uang beredar. Metode pendanaan pengeluaran
pemerintah ini disebut memonetisasi utang (monetizing the debt)
karena, sebagaimna proses dua langkah yang dijelaskan, menunjukkan bahwa utang
pemerintah yang diterbitkan untuk mendanai pengeluaran pemerintah telah beralih
dari tangan publik dan diganti dengan uang primer (high powered money). Metode
pendanaan ini, atau metode yang lebih mudah ketika pemerintah hanya menerbitkan
uang kartal secara langsung , juga sering kali tidak tepat, disebut sebagai pencetakan
uang (printing money) karena uang primer diciptakan dalam proses tersebut.
Penggunaan kata pencetakan menyesatkan karena yang paling penting dari metode
pendanaan pengeluaran pemerintah adalah uang
primer meningkat ketika bank sentral melakukan pembelian pasar terbuka,
persis sama dengan ketika bank sentral menaruh uang kartal lebih banyak lagi
dalam sirkulasi.
Dengan demkian defisit anggaran dapat menyebabkan
kenaikan uang beredar jika defisit tersebut didanai oleh penciptaan uang
primer. Meskipun demikian, defisit anggaran yang didanai oleh pencetakan uang
dapat berkembang jika defisit anggaran
terus ada untuk periode waktu yang lama. Pada periode pertama, jika defisit
didanai oleh penciptaan uang, uang beredar akan meningkat, yang menggeser kurva
permintaan agregat ke kanan dan menyebabkan kenaikan tingkat harga. Jika
defisit anggaran masih ada pada periode berikutnya, defisit tersebut harus
didanai lagi dan lagi. Uang beredar akan meningkat lagi, dan kurva permintaan
agregat akan bergeser lagi ke kanan, yang menyebabkan tingkat harga meningkat
lebih lanjut. Selama defisit itu ada dan pemerintah memilih untuk mencetak
uang, proses ini akan berulang. Mendanai defisit yang terus ada dengan
penciptaan uang akan menyebabkan inflasi terus-menerus terjadi.
Unsur penting dalam proses ini adalah defisit akan
terus ada. Jika sementara, defisit ini tidak menyebabkan inflasi , dimana
terdapat satu kali kenaikan dengan pengeluaran pemerintah. Saat periode ketka defisit terjadi, terdapat kenaikan
uang untuk mendanainya, dan pergeseran
kurva permintaan agregat ke kanan yang dihasilkan akan menaikkan tingkat harga.
Jika defisit hilang pada periode berikutnya, tidak perlu lagi mencetak uang.
Kurva permintaan agregat tidak akan bergeser lebih lanjut dan tngkat harga
tidak akan terus-menerus meningkat. Dengan demikian, kenaikan satu kali dalam
uang beredar dari defisit yang sementara menghasilkan hanya kenaikan satu kali
dalam tingkat harga, dan inflasi tidak berkembang.
Ringkasnya, defisit dapat menjadi sumber inflasi
yang berkelanjutan hanya jika defisit itu terjadi terus-menerus dan buka
sementara dan jika pemerintah mendanainya dengan menciptakan uang daripada
menerbitkan obligasi ke publik.
Jika inflasi adalah akibatnya,
mengapa pemerintah sering kali mendanai defisit yang terus-menerus terjadi
dengan menciptakan uang? Jawabanya adalah kunci untuk memahami bagaimana anggaran
defisit dapat menyebabkan inflasi.
·
Defisit anggaran dan penciptaan uang di Negara lain.
Meskipun AS mempunyai pasar uang dan modal yang sudah
berkembang dengan baik dimana sejumlah besar obligasi pemerintah, baik jangka
pendek maupun jangka panjang, dapat dijual, ini bukan situasi yang ada dibanyak
Negara berkembang. Jika berkembang mengalami defisit anggaran, mereka tidak
dapat mendanainya dengan menerbitkan obligasi dan harus memilih satu-satunya
alternatif lain, yaitu mencetak uang. Akibatnya, ketika mereka mengalami defisit
yang besar relative terhadap PDB, uang beredar tumbuh pada tingkat yang cukup
besar, dan mengakibatkan inflasi.
Sebelumnya kita mengutip
Negara-negara amerika latin yang mempunyai laju inflasi yang tinggi dan
pertumbuhan uang beredar yang tinggi sebagai bukti bahwa inflasi meerupakan
fenomena moneter. Negara Negara amerika latin yang mempunyai pertumbuhan uang
yang tinggi lebih tepatnya adlah mereka yang mempunyai defisit anggaran yang
sangat besar relative terhadap PDB. Satu-satunya cara untuk mendanai defisit
adalah mencetak lebih banyak uang, sehingga sumber akhir dari inflasi yang
tinggi adalah defisit anggaran yang besar.
Dalam semua episode hiperinflasi, defisit
anggran pemerintah yang besar juga merupakan sumber akhir dari kebijkan moneter
yang inflasioner. Defist anggaran selama hiperinflasi sedemikian besar meskipun
pasar modal ada untuk menerbitkan obligasi pemerintah, pasar modal tidak
mempunyai kapasitas yang cukup untuk mengelola sejumlah obligasi yang ingin
dijual pemerintah. Dalam situasi ini, pemerintah juga harus memilih untuk
mencetak uang untuk mendanai defisit anggaran.
·
Defisit anggaran dan
penciptaan uang di Amerika serikat.
Sejauh ini kita telah melihat mengapa defisit anggaran
di beberapa negara harus mendorong penciptaan uang dan inflasi. Apakah
disebabkan oleh defisit yang besar atau Negara tersebut tidak mempunyai cukup
akses terhadap pasar modal dimana pemerintah dapat menjual obligasinya. Namun
tidak satupun dari scenario-skenario ini tampak menjelaskan situasi di AS.
Benar, defisit AS yang besar pada 1980-an, awal 1990-an, dan pertengahan
2000-an, tetapi meskipun demikian, besarnya defisit ini relative terhadap PDB
adalah kecil dibandingkan dengan dengan defisit Negara-negara yang mengalami
hiperinflasi: defisit AS sebagai persentase terhadap PDB mencapai puncaknya 6%
pada 1983, sementar defisit anggaran argentina melebihi 15% dari PDB. Lebih
lanjut, karena amerika mempunyai pasar obligasi pemerintah yang sudah berkembang
baik dibandingkan neagar manapun di dunia, pasar obligasi AS dapat menerbitkan
sejumlah besar obligasi ketika pemerintah perlu untuk mendanai defisitnya.
Apakah
anggaran defisit dapat mempengaruhi uang primer dan uang beredar bergantung
pada bagaimana federal reserve memilih
untuk melakukan kebijakan moneter. Jika the fed mencapai tujuan kebijakan
mencegah suku bunga yang tinggi, banyak ekonom menyatakan bahwa defisit yang
besar: akan menyebabkan
pencetakan uang. Alasan mereka dengan menggunakan analisis permintaan dan penawaran pasar
obligasi adalah sebagai berikut: ketika treasury menerbitkan obligasi
kepada public, penawaran obligasi meningkat (dari ke
pada figur 7 ), menyebabkan harga obligasi menurun dari ke dan
selanjutnya suku bunga meningkat. Jika the fed menganggap kenaikan suku bunga
sebagai sesuatu yang tidak diinginkan, the fed akan membeli onligasi untuk
menaikkan harga obligasi dan menurunkan suku bunga. Hasil bersihnya adalah
bahwa defisit anggaran pemerintahdapt menciptakan pembelian pasar terbuka federal
reserve, yang meningkatkan uang primer dan uang beredar. Jisk defist anggaran terus-menerus ada
sehingga jumlah obligasi yang ditawarkan terus bertumbuh, tekanan ke atas
terhadap suku bunga akan terus berlanjut the fed akan membeli obligasi lagi dan
lagi, dan jumlah auang yang beredar akan meningkat terus-menerus , dan
menghasilkan inflasi.
|
Meskipun demikian, ekonom seperti
Robert Barro dari Harvard university tidak sepakat bahwa defisit anggaran
memngaruhi uang primer dalam hal yang baru saja dijelaskan. Analisisnya (yang
disebut barro sebagai ricardian equivalence berdasarkan nama
ekonom inggris abad 19 david ricardo) mengatakan bahwa ketika pemerintah
mengalami defisit dan menerbitkan obligasi, masyarakat mengetahui bahwa
pemerintah akan mengenaikan pajak yang lebih tinggi dimasa depan untuk membayar
obligasi ini. Masyarakat kemudian
menabung lebih banyak untuk mengantisipasi pajak di masa depan, dengan hasil
bersih bahwa permintaan public akan obligasi meningkat sesuai kenaikan
penawaran. Kurva permintaan obligasi bergeser ke kanan ke pada figure 7, yang meningkatkan harga
obligasi dan suku bunga tidak berubah. Sekarang tidak perlu bagi the fed untuk
membeli obligasi untuk mencegah kenaikan suku bunga.
c. Aplikasi
Menjelaskan Kenaikan Inflasi di AS, 1960-1980.
Pada awal periode laju inflasi mendekati 1% pada
tingkat tahunan, pada akhir 1970-an rata-rata inflasi sekitar 8%. Bagaimana
analisis bab ini menjelaskan kenaikan inflasi?
Kesimpulan bahwa inflasi merupkan
fenomena moneter didukung oleh periode dari 1960 hingga 1980.Pada periode ini, terdapat keterkaitan ynag erat antar
prgerakan laju inflasi dan tingkat pertumbuhan uang dua tahun sebelumnya.
(tingkat pertumbuhan uang adalah dari dua tahun sebelumnya, karena riset
menunjukkan bahwa perubahan pertumbuhan uang memakan waktu yang lama untuk
mempengaruhi inflasi). Kenaikan inflasi dari 1960 hingga 1980 dapat dikaitkan dengan tingkat pertumbuhan uang selama
periode ini. Namun mungkin anda telah mengetahui bahwa pada 1974-1975 dan
1979-1980, laju inflasi berada di atas tingkat pertumbuhan uang dari dua tahun
sebelumnya.Lonjakan
sementara laju inflasi pada tahun-tahun tersebut dapat dikaitakn dengan
guncangan penawaran dari kenaikan harga minyak dan makanan yang terjadi pada 1973 dan
1978-1980.
Meskipun demikian, hubungan antara
pertumbuhan uang dan inflasi setelah 1980 sama sekali bukan merupakan bukti ,
yang menjelaskan mengapa pada 1982 the Fed mengumumkan bahwa the fed tidak akan menggunakan M1
lebih lanjut sebagai dasar untuk menetapkan kebijakan moneter. Putusnya
hubungan antara pertumbuhan uang dan inflasi merupakan akibat putaran
percepatan yang cukup besar pada 1980-an dan 1990-an.Misalnya, awal 1980-an
merupakan periode disinflasi yang cepat (penurunan laju inflasi yang
subtansial), namun tingkat pertumbuhan uang tidak menampilkan kecenderungan
yang menurun yang dapat dilihat hingga setelah disinflasi selesai. Meskipun
beberapa ekonom melihat pada 1980-an dan 1990-an sebagai bukti yang menentang
hubungan antara uang dan inflasi, ekonom lainya memandang hal ini sebagai
periode yang tidak biasa yang ditandai dengan fluktuasi suku bunga yang besar
dan inovasi keuangan yang cepat yang semakin mempersulit penegukuran uang yang
benar. Dalam pandangan mereka, periode ini merupakan periode yang tidak biasa,
dan berhubungan erat antara uang dan inflasi dinyatakan kembali. Namun, ini
belum terjadi.
Apa penyebab mendasar dari kenaikan
tingkat pertumbuhan uang yang kita lihat terjadi dari 1960-1980? Kita telah
mengidentifikasikan dua kemungkinan sumber kebijakan moneter yang inflasioner:
komitmen pemerintah terhadap target kesempatan kerja yang tinggi dan defisit
anggaran. Mari kita lihat apakah defisit anggaran dapat menjelaskan pergerakan
kebijakan moneter yang inflasioner dengan menggambarkan rasio utang pemerintah
terhadap PDB. Rasio ini memberi ukuran yang logis apakah defisit anggaran
pemerintah memberikan tekeanan ke atas terhadap suku bunga. Hanya jika rasio
ini meningkat kemungkinan terdapat kecenderungan defisit anggaran untuk
menaikkan suku bunga, karena masyarakat kemudian diminta untuk memegang lebih
banyak obligasi pemerintah relative terhadap kapisitas pemerintah untuk
membelinya. Yang mengejutkan lebih kurun waktu 20 tahun dari 1960-1980, rasio
ini menurun, tidak naik. Dengan demikian defisit anggaran AS pada periode ini
tidak menaikkan suku bungga sehingga dapat mendorong the Fed untuk meningkatkan uang beredar denagn membeli
obligasi.Sehingga dapat menjelaskan bahwa kita dapat mengabaikan defisit anggaran sebagai sumber kenaikan inflasi selama
periode ini.
Oleh karena politisi sering kali
menggerutu mengenai defisit anggaran pada periode ini, mengapa defisit tersebut
tidak menyebabkan rasio utang terhadap PDB meningkat? Alasanya adalah bahwa
periode ini, defisit
anggaran AS cukup kecil sehingga kenaikan stock uang pemerintah masih lambat
daripada pertumbuhan PDB nominal, dan rasio utang terhadap PDB menurun. Anda dapat melihat bahwa
menginterpretasikan angka-angka defisit anggaran merupakan urusan yang rumit.
Kita dapat menghindari defisit
anggaran sebagai
faktor utama, apa lagi yang dapat menyebabkan tingkat pertumbuhan uang yang
tinggi dan inflasi yang lebih cepat pada 1960-an dan 1970-an? Perbandingkan tingkat pengangguran aktual terhadap tingkat
pengangguran alamiah, menunjukkan bahwa perekonomian mengalami pengangguran
dibawah tingkat alamiah di semua tahun antara 1965 dan 1973 kecuali satu tahun.
Hal ini menyatakan bahwa pada 1965-1973, perekonomian
amerika mengalami demand-pull inflation.
Pembuat kebijakan secara nyata
melakukan kebijakan yang secara terus-menerus menggeser kurva permintaan
agregat ke kanan dalam upaya mencapai target output yang lebih tinggi, sehingga
menyebabkan kenaikan tingkat harga. Ini terjadi karena pembuat kebijakan,
ekonom dan politisi telah telah berkomitmen pada pertengahan 1960-an untuk
menargetkan tingkat pengangguran sebesar 4%, yaitu tingkat pengangguran yang
mereka anggap konsisten dengan stabilitas harga. Melihat kebelakang, sebagian
ekonom sekarang sepakat bahwa tingkat pengangguran alamiah secara subtansial lebih tinggi pada
periode ini, antara 5% hingga 6%. Hasil dari target pengangguran 4% yang kurang
tepat adalah mulainya episode inflasioner yang paling berkepanjangan dalam
sejarah Amerika Serikat.
Setelah 1975, tingkat pengangguran
terus-menerus berada di atas tingkat pengangguran alamiah, namun inflasi tetap
terus berjalan. Tampaknya bahwa kita mempunyai fenomena cost-push inflation.
Inflasi yang berkelanjuatan dapat dijelaskan oleh pengetahuan masyarakat bahwa
kebijakan pemerintah terus memerhatikan pencapaian kesempatan kerja yang
tinggi. Dengan tingkat perkiraan inflasi yang lebih tinggi yang awalnya muncul
dari demand –pull inflation, kurva penawaran agregat terus bergeser ke
kiri, yang menyebabkan kenaikan pengangguran yang dicoba dihilangkan oleh pembuat kebijakan
dengan menggeser kurva permintaan agregat ke kanan. Hasilnya adalah inflasi
yang berkelanjutan yang telah muncul pada 1960-an.
D. DEBAT KEBIJAKAN
AKTIVIS/ NON-AKTIVIS
Semua ekonom memiliki tujuan kebijakan yang sama
yaitu meningkatkan kesempatan kerja yang tinggi dan stabilitas harga. Namun
mereka sering kali memiliki pandangan yang berbeda dalam menentukan kebijkan
untuk mencapai tujuan tersebut. Aktivis berpedoman pada mekanisme koreksi diri
melalui penyesuaian harga dan upah yang relatif lambat dan peran pemerintah
dalam melakukan kebijakan aktif, akomodatif, dan diskresi untuk menghilangkan
pengangguran yang tinggi. Sebaliknya, non-aktvis percaya bahwa kinerja
perekonomian membaik jika pemerintah mencegah kebijakan aktif untuk
menghilangkan pengangguran.
a.
Respons terhadap Pengangguran yang Tinggi
Anggaplah bahwa pembuat kebijakan dihadapkan pada
perekonomian yang telah bergerak ke titik 1’ pada grafik di bawah ini. Pada
titik ini, output agregat Y1 lebih rendah daripada tingkat alamiah,
dan perekonomian mengalami pengangguran yang tinggi. Sehingga pembuat kebijakan
dihadapkan pada dua pilihan: Pertama, menurut pandangan non-aktivis yang tidak
melakukan apa-apa, kurva penawaran agregat jangka pendek secara perlahan-lahan
akan bergeser ke kanan sepanjang waktu, yang mendorong perekonomian dari titik
1’ ke titik 1, dimana kondisi pengerjaan penuh [full employment]. Kedua,
menurut pandangan aktivis yang akomodatif berupaya untuk menghilangkan
pengangguran yang tinggi dengan menggeser kurva permintaan agregat ke kanan ke
AD2 dengan melakukan
kebijakan ekspansioner [kenaikan uang beredar, kenaikan pengeluaran
pemerintah, atau penurunan pajak]. Jika pembuat kebijakan dapat menggeser kurva
permintaan agregat ke AD2 secara instan, perekonomian akan segera
bergerak ke titik 2, dimana pengerjaan penuh [full employment] tercapai. Namun
beberapa jenis kelambatan [lag] menghambat pergerakan ini sebagai berikut:
1. Kelambatan
data [data lag] adalah waktu yang dibutuhkan bagi pembuat kebijakan untuk
memperoleh data yang menjelaskan kondisi perekonomian. Misalnya, data akurat
PDB tersedia setiap triwulan atau data jumlah uang yang beredar.
|
2. Kelambatan dalam mengenali [recognition lag] adalah waktu yang
dibutuhkan pembuat kebijakan menyakini prediksi yang dihasilkan dari data
mengenai perekonomian di masa depan. Misalnya, untuk meminimumkan kesalahan, National Bureau of Economic Research [organisasi
yang secara resmi berkaitan dengan siklus usaha] tidak akan menyatakan
perekonomian dalam resesi hingga paling tidak enam bulan setelah detentukan
mulainya resesi.
3. Kelambatan legislatif [legislative lag] menunjukkan waktu yang
diperlukan untuk mengesahkan peraturan untuk mengimplementasikan suatu
kebijakan tertentu. Kelambatan legislatif tidak terdapat untuk menentukan tindakan
kebijakan moneter seperti operasi pasar terbuka. Namun , hal ini penting untuk
implementasi kebijakan fiskal. Misalnya, diperlukan waktu enam bulan hingga
satu tahun untuk mendapatkan pengesahan peraturan untuk mengubah pajak atau
pengeluaran pemerintah.
4. Kelambatan implementasi [implementation lag] adalah waktu yang
diperlukan pembuat kebijakan untuk mengubah instrumen kebijakan setelah
memutuskan melakukan suatu kebijakan baru. Hal ini tidak akan mempengaruhi
kebijakan operasi pasar terbuka, karena meja perdagangan the Fed dapat membeli atau menjual obligasi segara setelah
diperintahkan oleh FOMC. Namun untuk mengimplementasikan kebijakan fiskal akan
memerlukan waktu, misalnya mendapatkan agen pemerintak untuk mengubah kebiasaan
pengeluarannya membutuhkan waktu, seperti mengubah tabel pajak.
5. Kelambatan efektivitas [effectiveness lag] adalah waktu yang
diperlukan suatu kebijakan untuk mempengaruhi kondisi perekonomian. Unsur
penting sudut pandang non-aktivis yaitu kelambatan efektifitas memerlukan waktu
yang lama [satu tahun atau lebih] dan berubah-ubah [terdapat ketidak pastian
substansial mengenai berapa lama kelambatan ini]
b.
Posisi Aktivis dan Non-Aktivis
Setelah
memahami pertimbangan-pertimbangan yang mempengaruhi keputusan yang dibuat oleh
pembuat kebijakan mengenai apakah melakukan kebijakan aktivis atau non-aktivis
sehingga memperlihatkan kapan masing-masing kebijakan tersebut dapat dilakukan.
Kasus untuk Kebijakan
Aktivis. Aktivis
memandang proses penyesuaian upah dan harga berjalan sangat lambat. Kebijakan
non-aktivis dianggap terlalu mahal, karena pergerakan perekonomian yang lambat
kembali ketingkat pengerjaan penuh sehingga membuat kerugian output yang besar.
Meskipun demikian, lima kelambatan yang dijelaskan di atas menghasilkan keterlambatan
satu atau dua tahun sebelum kurva permintaan agragat bergeser ke AD2,
kurva penawaran jangka pendek bergerak sedikit selama waktu itu. Jalur yang
tepat untuk dilakukan pembuat kebijakan adalah kebijakan aktivis yang
menggerakkan perekonomian ke titik 2 pada garafik diatas.
Kasus untuk Kebijakan
Non-Aktivis. Non-aktivis
memandang proses penyesuaian upah dan harga lebih cepat dan kebijakan
non-aktivis lebih murah karena output segera kembali ketingkat alamiah.
Non-aktivis menyatakan bahwa pergeseran kurva permintaan agregat ke AD2
dengan kebijakan aktivis akomodatif mahal, karena menghasilkan volatilitas
tingkat harga dan output yang lebih
banyak. Volatilitas ini terjadi karena waktu yang dibutuhkan untuk menggeser
kurva permintaan agregat ke AD2 tidak substansial, dimana proses
penyesuaian upah dan harga lebih cepat. Dengan demikian, sebelum kurva
permintaan agregat bergeser ke kanan, kurva penawaran agregat jangka pendek
akan bergeser ke kanan ke AS2 dan perekonomian akan bergerak dari
titik 1’ ke titik 1, dimana perekonomian kembali ke tingkat output alamiah Yn.
Setelah penyesuaian terhadap kurva AS2 selesai, pergeseran kurva
permintaan agregat ke AD2 akhirnya terjadi, yang mendorong
perekonomian ke titik 2’ pada perpotongan antara AD2 dan AS2.
Output agregat pada Y2 sekarang lebih besar daripada tingkat alamiah
[Y2 > Yn] sehingga kurva penawaran agregat jangka
pendek sekarang akan bergeser kembali ke kiri ke AS1 yang
menggerakkan perekonomian ke titik 2, dimana output kembali lagi ke tingkat
alamiah. Meskipun kebijakan aktivis secara perlahan menggerakkan perekonomian
ke titik 2 sebagaimana diinginkan oleh pembuat kebijakan, namun kebijakan ini
menyebabkan suatau urutan titik keseimbanagan [1’, 1, 2’, dan 2] dimana baik
output dan tingkat harga sangat bervariasi: Output melampaui target tingkat Yn
dan tingkat harga turun dari P1’
ke P1 dan kemudian meningkat ke P2’ dan ke P2.
Oleh karena variabilitas ini tidak diinginkan, pembuat kebijakan akan lebih
baik untuk menerapkan kebijakan non-aktivis yang menggerakkan perekonomian ke
titik 1 dan tetap di situ.
c.
Pengharapan dan Debat Aktivis/Non-Aktivis
Inflasi
pada 1970 menunjukan bahwa pengharapan mengenai kebijakan dapat menjadi unsur
penting dalam proses inflasi. Memperhitungkan pengharapan mengenai kebijakan
untuk mempengaruhi bagaimana upah
ditentukan [proses penetapan upah] memberikan tambahan alasan untuk melakukan
kebijakan non-aktivis.
Apakah pengharapan mendukung pendekatan
non-aktivis?
Apakah kemungkinan bahwa pengharapan tetang
kebijakan itu penting terhadap proses penetapan upah memperkuat kasus untuk
kebijakan non-aktifis? Kasus untuk kebijakan aktifis menyatakan bahwa dengan
penyesuaian upah dan harga yang lambat, kebijakan aktivis mengembalikan
perekonomian kepada tingkat pengerjaan penuh pada titik 2 jauh lebih cepat
daripada yang diperlukan untuk sampai pada tingkat pengerjaan penuh pada titik
1 menurut kebijakan non-aktivis. Meskipun demukian, argumen aktivis tidak
memungkinkan bahwa pengharapan tetang kebijakan penting bagi proses penetapan
upah dan perekonomian pada awalnya dapat berpindah pada titik 1 ke titik 1’
karena upaya pekerja untuk menaikkan upah mereka atau guncangan penawaran
negatif menggeser kurva penawaran agregat jangka pendek dari AS2 ke
AS1. Namun, apakah kurva penawaran jangka pendek terus bergerak ke
kiri setelah perekonomian mencapai titik 2, yang menyebabkan cost-push inflation?
Jawaban dari pertanyaan di atas
adalah iya, jika pengharapan tetang kebijakan adalah penting. Cost-push inflation menunjukkan bahwa
jika pekerja mengetahui bahwa kebijakan akan diakomodasi di masa depan, pekerja
akan terus mendorong tingkat upah naik dan kurva penawaran agregat jangka
pendek akan terus bergeser ke kiri. Hasilnya, pembuat kebijakan dipaksa untuk
mengakomodasi cost push dengan terus
menggeser kurva permintaan agregat ke kanan untuk menghilangkan pengangguran
yang berkembang. Kebijakan aktivis yang akomodatif dengan target kesempatan kerja yang tinggi
mempunyai biaya tersembunyi atau kelemahan bahwa kebijakan tersebut dapat menyebabkan
inflasi.
Keunggulan utama dari kebijakan
non-aktivis yang tidak akomodatif, dimana pembuat kebijakana tidak mencoba
untuk menggeser kurva permintaan agregat dalam merespon cost push, adalah bahwa kebijakan tersebut akan mencegah inflasi.
Kritik utama kebijakan non-aktivis adalah bahwa perekonomian akan mengalami
periode pengangguran yang berkepanjanagan ketika kurva penawaran agregat
bergeser ke kiri. Meskipun demikian, pekerja kemungkinan tidak akan mendorong
upah yang lebih untuk memulai jika mereka mengetahui bahwa kebijakan tidak
bersifat akomodatif, karena keuntungan upah mereka akan menyebabkan periode
pengangguran yang berkepanjangan . Kebijakan non-aktivis yang tidak akomodatis
tidak hanya mempunyai keunggulan mencegah inflasi tetapi manfaat tersembunyi
dari pergeseran ke kiri kurva penawaran agregat jangka pendek yang tidak
mendukung yang menyebabkan pengangguran yang berlebihan.
Kesimpulannya, jika opini pekerja mengenai apakah kebijakan akomodatif atau tidak
adalah penting untuk proses penetapan upah, kasus kebijakan non-aktivis jauh
lebih kuat.
Apakah pengharapan mengenai kebijakan
penting bagi proses penetapan upah?
Jawaban dari pertanyaan tersebut adalah penting,
karena untuk memutuskan apakah kebijakan aktivis atau non-aktivis disukai dan
telah menjadi topik utama riset terbaru bagi ekonom, tetapi bukti belum dapat
menyimpulkan. Oleh karena itu, perlu dipertanyaakan apakah pengharapan tetang
kebijakan mempengaruhi perilaku orang dalam konteks lain. Sehingga jawaban dari
pertanyaan tersebut membantu untuk mengetahui apakah pengharapan tetang
kebijakan akomodatif penring bagi proses penetapan upah. Misalnya, jika anda
tawar-menawar dengan pedagang mobil mengenai harga, anda harus menyakinkan dia
bahwa anda dapat dengan mudah pergi dan meninggalkannya dan membeli mobil dari
pedagang lain. Demikian pula, jika pedagang berpikiran bahwa anda akan bersikap
okomodatif maka dia dapat mengambil keuntungan dari anda. Prinsip ini juga
berlaku untuk melaksanakan kebijakan luar negeri. Contoh lain, siapapun yang
berusrusan dengan anak kecil berumur 2 tahun mengetahui bahwa semakin anda
menyerah [kebijakan akomodatif], semakin tinggi tuntutan sang anak. Pengharapan
orang mengenai kebijakan mempengaruhi perilaku mereka. Konsekuensinya, cukup
masuk akal bahwa pengharapan tetang kebijakan juga mempengaruhi proses
penetapan upah.
d.
Aktivis Versus Non-Aktivis: Kesimpulan
Kelompok
aktivis mempercayai penggunaan kebijakan diskresi untuk menghilangkan
pengangguran yang berlebihan kapanpun pengangguran terjadi karena mereka
memandang penyesuaian upah dan harga sangat lambat dan tidak responsif terhadap
pengharapan kebijakan. Sebaliknya, kelompok non-aktivis mempercayai bahwa
kebijakan diskresi yang berreaksi terhadap pengangguran yang berlebihan dalam kontraproduktif, karena
penyesuaian harga dan upah cepat dan pengharapan tetang kebijakan dapat
berpengaruh terhadap penyesuaian upah. Non-aktivis mendukung penggunaan aturan
kebijakan untuk mencegah kurva permintaan berfluktuatif di luar tren tingkat
pertumbuhan output alamiah. Monetaris, yang mendukung posisi non-aktivis dan
yang juga melihat uang sebagai satu-satunya sumber fluktuasi kurva permintaan
agregat, di masa lalu mendukung kebijakan dengan jalan mana the Fed menjaga
pertumbuhan uang beredar pada tingkat yang konstan. Aturan monetaris ini
dikenal sebagai aturan tingkat
pertumbuhan uang yang konstan [constant-money-growth-rate rule]. Dikarenakan
percepatan yang tidak stabil dari M1 dan M2, monetaris
seperti McCallum dan Alan Meltzer dari Universitas Carnegie-Mellon mendukung
anturan pertumbuhan uang primer yang disesuaikan terhadap perubahan-perubahan
percepatan di masa lalu.
Unsur penting keberhasilan aturan
kebijakan yang tidak akomodatif adalah bahwa aturan kebijakan tersebut harus
bersifat kredibel: Masyarakat harus mempercayai bahwa pembuat kebijakan akan
keras dan tidak setuju dengan cost push
dan menggeser kurva permintaan agregat ke kanan untuk menghilangkan
pengangguran. Dengan kata lain, pembuat kebijakan pemerintah memerlukan
kredibilitas sebagai pelawan inflasi di mata publik. Jika tidak, pekerja
mungkin akan mendorong kenaikan upah, yang akan menggeser kurva penawaran
agregat ke kiri setelah perekonomian mencapai tingkat pengerjaan penuh dan akan
menyebabkan pengangguran atau inflasi. Alternatifnya, aturan kebijakan yang
tidak akomodatif dan kredibel mempunyai manfaat bahwa kebijakan kurang bersifat
cost push sehingga membantu
menghindari inflasi dan potensi kenaikan pengangguran. Aplikasi berikut
menyatakan bahwa pengalaman historis terbaru konsisten dengan pentingnya
kredibilitas bagi keberhasilan pembuatan kebijakan.
e.
Aplikasi Pentingnya Kredibilitas bagi Kemenangan Volcker Mengenai Inflasi
Pada
1965-1970, pembuat kebijakan mempunyai kredibilitas yang rendah sebagai pelawan
inflasi-reputasi yang sangat diinginkan, sering dengan mereka melakukan
kebijakan akomodatif untuk mencapai kesempatan kerja yang tinggi. Hasilnya,
inflasi naik hingga ke tingkat dua digit, sementara tingkat pengangguran tetap
tinggi. Untuk menekan inflasi keluar dari sistem, the Fed di bawah kepemimpinan
Paul Volcker menaruh perekonomian melalui dua resesi yang terus menerus pada
1980 dan 1981-1982 [yang paling parah setelah perang. Dengan tingkat
penganggruan di atas 10%]. Volcker menciptakan kredibilitas bagi kebijakan
anti-inflasi the Fed. Pada akhir 1982, inflasi mencapai kurang dari 5%.
Satu indikasi dari kredibilitas
Volcker datang pada 1983 ketika tingkat pertumbuhan uang meningkat secara
dramatis tetapi inflasi tidak meningkat. Pekerja dan perusahaan diyakinkan
bahwa jika inflasi meningkat, Volcker akan melakukan kebijakan tidak akomodatif
dengan menekannya. Mereka tidak menaikkan upah dan harga, yang seharusnya akan
menggeser kurva penawaran agregat ke kiri dan akan menimbulkan inflasi dan
pengangguran. Keberhasilan kebijakan anti-inflasi Volcker terus berlanjut
hingga sisa masa kepemimpinannya yang berakhir pada 1987, pengangguran menurun
secara perlahan sedangkan inflasi tetap di bawah 5%. Kemenangan Volcker
terhadap inflasi tercapai kerena ia mendapatkan kredibilitas dengan cara yang
sulit.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Proposisi
Milton Friedman mengatakan bahwa pergerakan ke atas dalam tingkat harga
merupakan fenomena moneter hanya jika hal itu merupakan proses yang terus
menerus. Jadi, inflasi dapat didefinisikan sebagai kenaikan tingkat harga yang
terus-menerus dan cepat.
Pertumbuhan
uang yang tinggi mengakibatkan laju inflasi yang tinggi. Inflasi tidak
diakibatkan oleh kebijakan fiskal ataupun fenomena yang terjadi di sisi
penawaran. Ringkasnya, dari analisis penawaran dan permintaan agregat
menunjukkan bahwa inflasi yang tinggi dapat terjadi hanya jika tingkat
pertumbuhan uang yang beredar yang tinggi.
Meskipun
dampak dari inflasi telah diketahui, namun pemerintah tetap melaksanakan
kebijakan yang mengakibatkan jumlah uang yang beredar dalam masyarakat
meningkat atau yang disebut kebijakan moneter inflasioner. Hal ini karena
beberapa alasan diantaranya adalah meningkatkan kesempatan kerja. Pemerintah
sering kali berusaha menyediakan kesempatan kerja yang tinggi namun mengabaikan
konsekuensi darai kebijakan tersebut terhadap inflasi. Sehingga dapat
menyebabkan dua jenis inflasi yaitu: inflasi karena dorongan biaya (Cost-Push
Inflation) dan inflasi karena terikan permintaan (Demand-Pull Inflation).
Kebijakan
fiskal pemerintah juga dapat memicu terjadinya inflasi. Defisit dapat menjadi
sumber inflasi yang berkelanjutan hanya jika defisit itu terjadi terus-menerus
dan bukan sementara dan jika pemerintah mendanai denagn menciptakan uang
daripada menerbitkan obligasi ke publik. Namun, jika defisit pemerintah didanai
oleh kenaikan jumlah obligasi yang dipegang oleh publik, tidak terdapat
pengaruh terhadap uang primer demikian pula terhadap uang yang beredar.
Daftar Pustaka
Mishkin,
Frederich S (Penerjemah Lana S dan Beta Y). 2009. Ekonomi Uang, Perbankan, dan Pasar Keuangan. Jakarta: Salemba Empat
www.idayoce.com
0 komentar:
Post a Comment