Thursday, December 5, 2013

Filled Under:

teori belajar humanistik

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
            Belajar merupakan kegiatan yang berlangsung dari lahir hingga meninggal dunia. Manusia dapat memperoleh pengetahuan, ketrampilan, dan membentuk sikap  dengan belajar. Manusia dapat belajar sendiri, dengan orang tua atau keluarga serta dapat belajar di lembaga pendidikan. Setiap manusia belajar guna mencapai tujuan yang diinginkan, oleh karena itu belajar merupakan hal utama untuk mewujudkan tujuan tersebut. Tujuan yang diinginkan manusia berbeda-beda sehingga hal yang dipelajari juga berbeda begitu juga dengan metode belajarnya. Pada dasarnya belajar bertujuan menciptakan perubahan di dalam diri seseorang yang mencakup perubahan tingkah laku, sikap, ketrampilan, pengetahuan, kebiasaan, dan sebagainya. Belajar yang bertujuan menciptakan perubahan timgkah laku , misalnya seorang anak yang dulunya egois, manja, cenggeng, penakut dan lain-lain. Setelah memasuki sekolah selama beberapa bulan tingkah lakunya berubah menjadi anak yang baik, pemberani, mandiri, dan mau bergaul dengan teman-temannya.
            Berdasarkan contoh diatas proses belajar yang dialami oleh anak tersebut dapat didefinisikan berbeda-beda berdasarkan sudut pandang yang berbeda pula. Bila dilihat dari sudut pandang behavioristik, anak melekukan proses belajar dengan cara diberi stimulus-stimulus yang menimbulkan respon berupa perubahan tingkah laku yang positif. Hal itu, akan berbeda bila dilihat dari sudut pandang kognitif, humanistik, atau konstruktifistik. Pada dasarnya ada empat teori  populer dengan tokoh-tokohnya yang mendefinisikan pengertian belajar yaitu: Teori Belajar Behavioristik, Teori Belajar Kognitif, Teori Belajar Humanistik, dan Teori Belajar Konstuktifistik. Pada makalah ini penulis hanya memaparkan pengertian teori belajar humanistik berdasarkan beberapa tokoh, prinsip-prinsip belajar humanistik, aplikasi serta implikasi teori belajar humanistik di dalam dunia pendidikan.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, kami merumuskan permasalahan-permasalahan sebagai berikut :
1.      Bagaimana pengertian belajar menurut sudut pandang humanistik?
2.      Bagaimana pendapat para tokoh mengenai teori belajar humanistik?
3.      Bagaimana karakteristik teori belajar humanistik?
4.      Apa prinsip-prinsip teori belajar humanistik?
5.      Bagaimana aplikasi dan implikasi teori belajar humanistik dalam dunia pendidikan?
6.      Apa kelebihan dan kelemahan dari teori belajar humanistik?
C. TUJUAN
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka kami merumuskan tujuan makalah, sebagai berikut :
1.      Untuk menjelaskan pengertian belajar berdasarkan sudut pandang humanistik.
2.      Untuk memaparkan pendapat dari beberapa tokoh mengenai teori belajar humanistik.
3.      Untuk mengetahui karakteristik teori belajar humanistik.
4.      Untuk mengetahui prinsip-prinsip teori belajar humanistik.
5.      Untuk menjelaskan aplikasi dan implikasi teori belajar humanistik dalam dunia pendidikan.
6.      Untuk mengetahui kelebihan dan kelemahan dari teori belajar humanistik.





BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN TEORI BELAJAR HUMANISTIK
            Dalam teori belajar humanistik proses belajar harus berhulu dan bermuara  pada manusia itu sendiri. Meskipun teori ini sangat menekankan pentingya isi dari proses belajar, dalam kenyataan teori ini lebih banyak berbicara tentang pendidikan dan proses belajar dalam bentuknya yang paling ideal. Dengan  kata lain, teori ini lebih tertarik pada ide belajar dalam bentuknya yang paling ideal dari pada belajar seperti apa adanya, seperti apa yang bisa kita amati dalam dunia keseharian. Teori apapun dapat dimanfaatkan asal tujuan untuk memanusiakan manusia (mencapai aktualisasi diri dan sebagainya) dapat tercapai.
Dalam teori belajar humanistik, belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya.
Tujuan utama para pendidik adalah membantu si siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.
Menurut kami, Teori Belajar Humanistik adalah proses belajar yang dipengaruhi secara dominan oleh faktor internal dengan tujuan mencapai aktualisasi diri serta mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri.
Banyak tokoh yang penganut aliran humanistik, diantaranya adalah Klob yang terkenal dengan “ Teori Belajar Empat Tahap “, Honey dan Mumfrod dengan Teori Pembagian tentang Macam-macam Siswa, Bloom dan Krathwohl yang terkenal dengan Teori Taksonomi Bloom serta tikoh-tokoh lainnya.

B. TOKOH-TOKOH TEORI BELAJAR HUMANISTIK
            1. Carl  Rogers
Teori Rogers didasarkan pada suatu “daya hidup” yang disebut kecenderungan aktualisasi. Kecenderungan aktualisasi tersebut diartikan sebagai motivasi yang menyatu dalam setiap diri makhluk hidup dan bertujuan mengembangkan seluruh potensinya semaksimal mungkin. Jadi, makhluk hidup bukan hanya bertujuan bertahan hidup saja, tetapi ingin memperoleh apa yang terbaik bagi keberadaannya.Dari dorongan tunggal inilah, muncul keinginan-keinginan atau dorongan-dorongan lain yang disebutkan oleh psikolog lain, seperti kebutuhan untuk udara, air, dan makanan, kebutuhan akan rasa aman dan rasa cinta, dan sebagainya.
Rogers membedakan dua tipe belajar, yaitu:
1. Kognitif (kebermaknaan)
2. experiential ( pengalaman atau signifikansi)
            Meskipun teori yang dikemukan Rogers adalah salah satu dari teori holistik, namun keunikan teori adalah sifat humanis yang terkandung didalamnya. Teori humanistik Rogers pun menpunyai berbagai nama antara lain : teori yang berpusat pada pribadi (person centered), non-directive, klien (client-centered), teori yang berpusat pada murid (student-centered), teori yang berpusat pada kelompok (group centered), dan person to person). Namun istilah person centered yang sering digunakan untuk teori Rogers.
a. Asumsi dan Prinsip Dasar Teori
1.   Kecenderungan formatif : Segala hal di dunia baik organik maupun non-organik tersusun dari hal-hal yang lebih kecil.
2.   Kecenderungan aktualisasi: Kecenderungan setiap makhluk hidup untuk bergerak menuju ke kesempurnaan atau pemenuhan potensial dirinya. Tiap individual mempunyai kekuatan yang kreatif untuk menyelesaikan masalahnya.
            Ide pokok dari teori-teori Rogers yaitu individu memiliki kemampuan dalam diri sendiri untuk mengerti diri, menentukan hidup, dan menangani masalah-masalah psikisnya asalkan konselor menciptakan kondisi yang dapat mempermudah perkembangan individu untuk aktualisasi diri.
            Carl Rogers mengembangkan teorinya dari penelitiannya bersama pasien dan klien di klinik. Rogers merasa terkesan dengan apa yang ia lihat saat kecenderungan bawaan individu yang bergerak ke arah pertumbuhan, maturitas, dan perubahan positif. Ia menjadi yakin bahwa kekuatan dasar yang memotivasi organisme manusia adalah kecenderungan beraktualisasi – suatu kecenderungan ke arah pemenuhan atau aktualisasi semua kapasitas organisme. Organisme yang tumbuh mencari cara untuk memenuhi potensinya di dalam batas-batas hereditasnya. Seseorang mungkin tidak selalu dengan jelas merasakan tindakan mana yang menyebabkan pertumbuhan dan tindakan mana yang regresif. Tetapi jika jalan itu jelas, individu memilih untuk tumbuh ketimbang regresi. Rogers tidak menyangkal bahwa terdapat kebutuhan lain, sebagian darinya adalah biologis., tetapi ia memandang semuanya itu sebagai patuh kepada motivasi organisme untuk meningkatkan dirinya. Keyakinan Rogers akan keunggulan aktualisasi membentuk dasar terapi terpusat klien yang bersifat nondirektif. Metoda psikoterapi ini berpendapat bahwa semua individu memiliki motivasi dan kemampuan untuk berubah dan individu adalah orang yang paling berkualifikasi untuk menentukan arah perubahan tersebut. Peran ahli terapi adalah sebagai papan pantul sementara individu mengeksplorasi dan menganalisis masalahnya. Pendekatan ini berbeda dari tipe psikoanalitik, di mana ahli terapi menganalisis pengalaman pasien untuk menentukan masalah dan menyarankan suatu tindakan pengobatan. Inti dari konsep dalam teori kepribadian Rogers adalah diri (self). Diri, atau konsep-diri (Rogers menggunakan keduanya), menjadi inti teotinya. Diri terdiri dari semua ide, persepsi, dan nilai-nilai yang mengkarakterisasi “saya” atau “aku” ; ia mencakup kesadaran “apa saya” dan “ apa yang dapat saya lakukan.” Selanjutnya diri yang dihayati ini mempengaruhi persepsi seseorang tentang dunia dan perilakunya. Sebagai contohnya, wanita yang merasa dirinya kuat dan kompeten akan menghayati dan bertindak di dunia dengan cara yang sangat berbeda dari wanita yang menganggap dirinya lemah dan tidak berguna. Konsep diri tidak selalu mencerminkan realita : seseorang mungkin sangat berhasil dan terhormat tetapi masih memandang dirinya sendiri sebagai orang yang gagal.
b. Detail Teori
            Menurut Rogers, individu menilai setiap pengalaman berkaitan dengan konsep diri. Orang ingin bertindak dalam cara yang konsisten dengan citra-dirinya ; pengalaman dan perasaan yang tidak konsisten adalah mengancam dirinya dan tidak diterima oleh kesadaran. Ini pada dasarnya adalah konsep represi freud, walaupun Rogers menganggap represi tersebut tidak diperlukan atau permanen. (Freud mengatakan bahwa represi tidak dapat dihindari dan sebagian aspek pengalaman individu selalu tetap berada dibawah sadar.
            Semakin banyak pengalaman yang disangkal oleh seseorang karena tidak konsisten dengan konsep dirinya, semakin lebar jurang antara dirinya dan realita dan semakin besar kemungkinan timbulnya ketidakmampuan menyesuaikan diri. Seorang individu yang konsep dirinya tidak sejalan dengan perasaan dan pengalaman pribadi harus melindungi dirinya sendiri dari kebenaran karena kebenaran akan menyebabkan kecemasan. Jika ketidaksesuaian itu menjadi terlalu besar, pertahanan mungkin runtuh, menyebabkan kecemasan yang berat atau gangguan emosional lain.
            Sebaliknya, orang yang mampu menyesuaikan diri memiliki konsep diri yang konsisten dengan pikiran, pengalaman, dan perilaku ; diri tidak kaku tetapi fleksibel, dan dapat berubah saat ia mengasimilasi pengalaman dan ide baru.
            Diri lain dalam teori Rogers adalah diri yang ideal. Kita semua memiliki konsepsi jenis orang yang diri kita inginkan menjadi sepertinya. Semakin dekat diri ideal dengan diri nyata, semakin penuh dan gembira individu yang bersangkutan. Ketidaksesuaian yang besar antara diri ideal dan diri nyata menghasilkan orang yang tidak puas dan tidak gembira.
            Konsep diri menurut Rogers adalah kesadaran batin yang tetap, mengenai pengalaman yang berhubungan dengan aku dan membedakan aku dari yang bukan aku. Konsep diri ini terbagi menjadi 2 yaitu konsep diri real dan konsep diri ideal. Untuk menunjukkan apakah kedua konsep diri tersebut sesuai atau tidak, Rogers mengenalkan 2 konsep lagi, yaitu Incongruence dan Congruence. Incongruence adalah ketidakcocokan antara self yang dirasakan dalam pengalaman aktual disertai pertentangan dan kekacauan batin. Sedangkan Congruence berarti situasi di mana pengalaman diri diungkapkan dengan seksama dalam sebuah konsep diri yang utuh, integral, dan sejati. Setiap manusia memiliki kebutuhan dasar akan kehangatan, penghargaan, penerimaan, pengagungan, dan cinta dari orang lain. Kebutuhan ini disebut need for positive regard, yang terbagi lagi menjadi 2 yaitu conditional positive regard (bersyarat) dan unconditional positive regard (tak bersyarat).  
            Rogers menggambarkan pribadi yang berfungsi sepenuhnya adalah pribadi yang mengalami penghargaan positip tanpa syarat. Ini berarti dia dihargai, dicintai karena nilai adanya diri sendiri sebagai person sehingga ia tidak bersifat defensif namun cenderung untuk menerima diri dengan penuh kepercayaan.
            2. Abraham Maslow
            Ahli-ahli teori humanistik menunjukkan bahwa (1) tingkah laku  individu pada mulanya ditentukan oleh bagaimana mereka merasakan dirinya sendiri dan dunia sekitarnya, dan (2) individu bukanlah satu-satunya hasil dari lingkungan mereka seperti yang dikatakan oleh ahli teori tingkah laku, melainkan langsung dari dalam (internal), bebas memilih, dimotivasi oleh keinginan untuk aktualisasi diri (self-actualization) atau memenuhi potensi keunikan mereka sebagai manusia.
Abraham Maslow mengatakan bahwa di dalam diri individu ada dua hal:
1.   Suatu usaha yang positif untuk berkembang
2.   Kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu
Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarki. Bila seseorang telah dapat memenuhi kebutuhan pertama, seperti kebutuhan psikologis, barulah ia dapat menginginkan kebutuhan yang terletak di atasnya, ialah kebutuhan mendapatkan rasa aman dan seterusnya. Maslow berfokus pada individu secara keseluruhan, bukan hanya satu aspek individu, dan menekankan kesehatan daripada sekedar penyakit dan masalah.
            Teori yang terkenal dari Maslow yang merupakan salah satu tokoh humanistik adalah teori tentang Hirarki Kebutuhan. Adapun hirarki kebutuhan tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Kebutuhan fisiologis atau dasar
2.      Kebutuhan akan rasa aman
3.      Kebutuhan untuk dicintai dan disayangi
4.      Kebutuhan untuk dihargai
5.      Kebutuhan untuk aktualisasi diri
            Maslow (1968) berpendapat bahwa ada hierarki kebutuhan manusia. Kebutuhan untuk tingkat yang paling rendah yaitu tingkat untuk bisa survive atau mempertahankan hidup dan rasa aman, dan ini adalah kebutuhan yang paling penting. Tetapi jika manusia secara fisik terpenuhi kebutuhannya dan merasa aman, mereka akan distimuli untuk memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi, yaitu kebutuhan untuk memiliki dan dicintai dan kebutuhan akan harga diri dalam kelompok mereka sendiri. Jika kebutuhan ini terpenuhi orang akan kembali mencari kebutuhan yang lebih tinggi lagi, prestasi intelektual, penghargaan estetis dan akhirnya self-actualization.
            Maslow (1954) menyusun hirerarki kebutuhan. Di dalam hirarki ini, ia menggunakan suatu susunan piramida untuk menjelaskan dorongan atau kebutuhan dasar yang memotivasi individu. Kebutuhan yang paling dasar, yakni kebutuhan fisiologis akan makanan, air, tidur, tempat tinggal, ekspresi seksual, dan bebas dari rasa nyeri, harus dipenuhi pertama kali. Tingkat kedua adalah kebutuhan akan keselamatan, keamanan, dan bebas dari bahaya atau ancaman kerugian. Tingkat ketiga ialah kebutuhan akan mencintai dan memiliki, yang mencakup membina keintiman, persahabatan, dan dukungan. Tingkat keempat ialah kebutuhan harga diri, yang mencakup kebutuhan untuk dihormati dan diargai orang lain. Tingkat yang paling tinggi ialah aktualisasi diri, kebutuhan akan kecantikan, kebenaran, dan  keadilan.
            Maslow mengajikan hipotesis bahwa kebutuhan dasar di tingkat paling bawah  piramida akan mendominasi perilaku individu sampai kebutuhan tersebut dipenuhi, kemudian kebutuhan tingkat selanjutnya menjadi dominan.Maslow menggunakan istilah aktualisasi diri untuk menjelaskan individu yang telah mencapai semua kebutuhan hirarki dan mengembangkan potensinya secara keseluruhan dalam hidup.
            Teori Maslow menjelaskan bahwa perbedaan individu terletak pada motivasinya, yang tidak selalu stabil sepanjang kehidupan. Lingkungan hidup yang traumatic atau kesehatan yang terganggu dapat menyebabkan individu mundur ke tingkat motivasi yang lebih rendah.
            3. Honey dan Mumford
            Tokoh teori humanistik lainnya adalah Honey dan Mumford. Pandangannya tentang belajar diilhami oleh pandangan Kolb mengenai tahap-tahap belajar. Honey dan Mumford menggolong-golongkan orang yang belajar ke dalam empat macam atau golongan, yaitu kelompok aktivis, golongan reflektor, kelompok teoritis dan golongan pragmatis. Masing-masing kelompok memiliki karakteristik yang berbeda dengan kelompok lainnya. Karakteristik yang dimaksud adalah:
a. Kelompok aktivis
            Orang-orang yang termasuk ke dalam kelompok aktivis adalah mereka yang senang melibatkan diri dan berpartisipasi aktif dalam berbagai kegiatan dengan tujuan untuk memperoleh pengalaman-pengalaman baru. Orang-orang tipe ini mudah diajak berdialog, memiliki pemikiran terbuka, menghargai pendapat orang lain dan mudah percaya pada orang lain. Namun dalam melakukan sesuatu tindakan sering kali kurang pertimbangan secara matang, dan lebih banuyak didorong oleh kesenangannya untuk melibatkan diri. Dalam kegiatan belajar, orang-orang demikian senang pda hal-hal yang sifatnya penemuan-penemuan baru, seperti pemikiran baru, pengalaman baru, dan sebagainya, sehingga metode yang cocok adalah problem solving, brainstorming. Namun mereka akan cepat bosan dengan kegiatan-kegiatan yang implementasinya memakan waktu lama.
b. Kelompok reflektor
Mereka yang termasuk dalam kelompok reflektor mempunyai kecenderungan yang berlawanan dengan mereka yang termasuk kelompok aktivis. Dalam melakukan suatu tindakan, orang-orang tipe reflektor sangat berhati-hati dan penuh pertimbangan. Pertimbangan-pertimbangan baik-buruk dan untung-rugi, selalu diperhitungkan dengan cermat dalam memutuskan sesuatu. Orang-orang demikian tidak mudah dipengaruhi, sehingga mereka cenderung bersifat konservatif.
c. Kelompok teoris
Lain halnya dengan orang-orang tipe teoris, mereka memiliki kecenderungan yang sangat kritis, suka menganalisis, selalu berfikir rasional dengan menggunakan penalarannya. Segala sesuatu sering dikembalikan kepada teori dan konsep-konsep atau hukum-hukum. Mereka tidak menyukai pendapat atau penilaian yang sifatnya subjektif. Dalam melakukan atau memutuskan sesuatu, kelompok teoris penuh dengan pertimbangan, sangat skeptis dan tidak menyukai hal-hal yang bersifat spekulatif. Mereka tampak lebih tegas dan mempunyai pendirian yang kuat, sehingga tidak mudah terpengaruh oleh pendapat orang lain.
d. Kelompok pragmatis
Berbeda dengan orang-orang tipe pragmatis, mereka memiliki sifat-sifat yang praktis, tidak suka berpanjang lebar dengan teori-teori, konsep-konsep, dalil-dalil, dan sebagainya. Bagi mereka yang penting adalah aspek-aspek praktis, sesuatu yang nyata dan dapat dilaksanakan. Sesuatu hanya bermanfaat jika dipraktekkan. Teori, konsep, dalil, memang penting, tetapi jika itu semua tidak dapat dipraktekkan maka teori, konsep, dalil, dan lain-lain itu tidak ada gunanya. Bagi mereka, sesuatu adalah baik dan berguna jika dapat dipraktekkan dan bermanfaat bagi kehidupan manusia.
C. KARAKTERISTIK TEORI BELAJAR HUMANISTIK
            Pendekatan humanisme dalam pendidikan menekankan pada perkembangan positif. Pendekatan yang berfokus pada potensi manusia untuk mencari dan menemukan kemampuan yang mereka punya dan mengembangkan kemampuan tersebut. Hal ini mencakup kemampuan interpersonal sosial dan metode untuk pengembangan diri yang ditujukan untuk memperkaya diri, menikmati keberadaan hidup dan juga masyarakat. Ketrampilan atau kemampuan membangun diri secara positif ini menjadi sangat penting dalam pendidikan karena keterkaitannya dengan keberhasilan akademik.
            Dalam teori belajar humanistik, belajar dianggap berhasil jika siswa memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya. Tujuan utama para pendidik adalah membantu si siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.
            Ada salah satu ide penting dalam teori belajar humanisme yaitu siswa harus mampu untuk mengarahkan dirinya sendiri dalam kegiatan belajar mengajar, sehingga siswa mengetahui apa yang dipelajarinya serta tahu seberapa besar siswa tersebut dapat memahaminya. Dan juga siswa dapat mengetahui mana, kapan, dan bagaimana mereka akan belajar. Dengan demikian maka siswa diharapkan mendapat manfaat dan kegunaan dari hasil belajar bagi dirinya sendiri. Aliran humanisme memandang belajar sebagai sebuah proses yang terjadi dalam individu yang meliputi bagian/domain yang ada yaitu dapat meliputi domain kognitif, afektif, dan psikomotorik.
            Dengan kata lain, pendekatan humanisme menekankan pentingnya emosi atau perasaan, komunikasi terbuka, dan nilai-nilai yang dimiliki oleh setiap siswa. Untuk itu, metode pembelajaran humanistik mengarah pada upaya untuk mengasah nilai-nilai kemanusiaan siswa. Sehingga para pendidik/guru diharapkan dalam pembelajaran lebih menekankan nilai-nilai kerjasama, saling membantu, dan menguntungkan, kejujuran dan kreativitas untuk diaplikasikan dalam proses pembelajaran sehingga menghasilkan suatu proses pembelajaran yang diharapkan sesuai dengan tujuan dan hasil belajar yang dicapai siswa.
D. PRINSIP-PRINSIP TEORI BELAJAR HUMANISTIK
            Menurut Rogers, dalam bukunya yang berjudul “ Freedom to Learn” prinsip-prinsip belajar humanistik yang penting diantaranya sebagai berikut:
1.      Manusia itu mempunyai kemampuan untuk belajar secara alami
2.      Balajar yang signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan murid mempunyai relevansi dengan maksud-maksudnya sendiri.
3.      Belajar yang menyangkut suatu perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya sendiri, dianggap mengancam dan cenderung menolaknya.
4.      Tugas-tugas belajar yang mengancam dirinya adalah lebih mudah dirasakan dan diasimilasikan apabila ancaman-ancaman dari luar itu semakin kecil.
5.      Apabila ancaman terhadap diri siswa rendah, pengalaman dapat diperoleh dengan berbagai cara yang berbeda-beda dan terjadilah proses belajar.
6.      Belajar bermakna diperoleh siswa dengan melakukannya.
7.      Proses belajar menjadi lancar bila siswa terlibat dan ikut bertanggung jawab dalam proses belajar tersebut.
8.      Belajar atas inisiatif sendiri yang melibatkan pribadi siswa seutuhnya, baik perasaan maupun intelek merupakan cara yang dapat memberikan hasil yang mendalam dan lestari.
9.      Kepercayaan terhadap diri sendiri, kemerdekaan, dan kreatifitas akan lebih mudah dicapai apabila siswa dibiasakan untuk mawas diri dan mengkriti dirinya sendiri serta menganggap penilaian orang lain merupakan pertimbangan penting yang kedua.
10.  Belajar yang paling berguna secara sosial di dalam dunia modern adalah belajar mengenai proses belajar yaitu suatu keterbukaan yang terus menerus terhadap pengalaman dan penyatuan ke dalam dirinya sendiri mengenai proses perubahan itu.

E. APLIKASI DAN IMPLIKASI TEORI BELAJAR HUMANISTIK
            Aplikasi Teori Humanistik dalam Pembelajaran
Aplikasi teori humanistic lebih merujuk pada ruh atau spirit selama proses pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapakan. Peran guru dalam pembelajaran humanistic adalah fasilitator bagi para siswa. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa dan mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan pembelajaran.
            Siswa berperan sebagai pelaku utama (student center) yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri. Ketika siswa memahami potensi diri, diharapkan siswa dapat mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri yang bersifat negative. Tujuan pembelajaran lebih kepada proses belajarnya daripada hsil belajar. Sedangkan, proses pada umumnya dilalui adalah sebagai berikut.
1.   Merumuskan tujuan belajar yang jelas
2.   Mengusahakan partisipasi aktif siswa melalui kontrak belajar yang bersifat jelas, jujur, dan positif.
3.   Mendorong siswa untuk mengembangkan kesanggupan siswa untuk belajar atau inisiatif sendiri.
4.   Mendorong siswa untuk pekka berfikir kritis, memaknai proses pembelajaran secara mandiri.
5.   Siswa didorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya, melakukan apa yang diinginkan, dan menanggung risiko perilaku yang ditunjukkan.
6.   Guru menerima siswa apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran siswa, tidak menilai secara normative, tetapi mendorong siswa untuk bertanggung jawab atas segala risiko proses belajarnya.
7.   Memberikan kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya.
8.   Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi siswa.
Pembelajaran berdasarkan teori humanistic ini cocok untuk diterapkan pada materi-materi  pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena social. Indicator keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar, dan terjadi perubahan pola pikir, perilaku serta sikap atas kemauan sendiri. Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak terikat oleh pendapat orang lain, dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggung jawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau mendengar aturan, norma, disiplin, atau etika yang berlaku.
Implikasi Teori Belajar Humanistik dalam Dunia Pendidikan
a.         Guru Sebagai Fasilitator
Psikologi tentang guru memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator yang berikut ini adalah berbagai cara untuk  memberi kemudahan belajar dan berbagai kualitas fasilitator. Berikut merupakan ikhtisar yang sangat singkat dari beberapa guidenes (petunjuk) :
1.   Fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal, situasi kelompok, atau pengalaman kelas.
2.   Fasilitator membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan perorangan di dalam kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat lebih umum.
3.   Dia mempercayai adanya keinginan dari masing-masing siswa untuk melaksanakan tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan pendorong, yang tersembunyi di dalam makna belajar tadi.
4.   Dia mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang paling luas dan mudah dimanfaatkan para siswa untuk membantu mencapai tujuan mereka.
5.   Dia menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat dimanfaatkan oleh kelompok.
6.   Di dalam menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam kelompok kelas, dan menerima baik isi yang bersifat intelektual dan sikap-sikap perasaan dan mencoba untuk menanggapi dengan cara yang sesuai, baik bagi individual maupun kelompok.
7.   Apabila keadaan penerimaan kelas telah mantap. Fasilitator harus dapat berperan sebagai seorang siswa yang turut berpartisipasi, seorang anggota kelompok, dan turut menyatakan pandangannya sebagai seorang individu, seperti siswa yang lain.
8.   Dia mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok. Perasaan dan juga pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksakan, tetapi sebagai suatu andil secara pribadi yang boleh saja digunakan atau ditolak oleh siswa.
9.   Dia harus tetap waspada terhadap ungkapan-ungkapan yang menandakannya adanya perasaan yang dalam dan kuat selama belajar.
10. Di dalam berperan sebagai seorang fasilitator, pimpinan harus mencoba untuk mengenali dan meerima keterbatasan-keterbatasannya sendiri.
b.         Ciri-Ciri Humanistik Mengenai Guru-Guru yang Baik dan Kurang Baik
Menurut Hamacheek guru-guru yang efektif tamapaknya adalah guru-guru yang “manusiawi”. Mereka mempunyai rasa humor, adil, menarik, lebih demokratis daripada autokratik, dan mereka mampu berhubungan dengan mudah dan wajar dengan para siswa, baik secra perorangan atau secara kelompok. Guru yang tidak efektif jelas kurang memiliki rasa humor, mudah marah, mengunakan komentar-komentar yang melukai, cenderung bertindak otoriter, dan biasanya kurang peka terhadap kebutuhan-kebutuhan siswanya.
Banyak ahli psikologi humanistik membedakan guru-guru yang efektif dan yang kurang efektif dengan menetukan apa yang mereka percaya tentang konsep diri sendiri dan apa yang mereka percaya tentang orang lain.
 Combs dan kawan-kawan percaya bahwa apabila guru-guru merasa tenteram terhadap diri mereka sendiri dan terhadap kemampuan mereka, mereka akan dapat memberikan perhatiannya kepada orang lain, dan apabila mereka mempunyai perasaan bahwa mereka tidak mempunyai bekal yang cukup, mereka mungkin akan memberikan respon pada siswa-siswa mereka dengan mengembangkan aturan-aturan yang kaku dan bersifat otoriter yang mereka gunakan untuk melindungi konsep diri mereka masing-masing.
Menurut Combs dan kawan-kawan, ciri-ciri guru yang baik yaitu seperti berikut :
1.   Guru yang mempunya anggapan bahwa orang lain itu mempunyai kemampuan untuk memecahkan masalah mereka sendiri dengan baik.
2.   Guru yang melihat bahwa orang lain mempunya sifat ramah dan bersahabat dan bersifat ingin berkembang.
3.   Guru yang cenderung melihat orang lain sebagai orang yang sepatutnya dihargai.
4.   Guru yang menganggap orang lain itu pada dasarnya dapat dipercaya dan dapat diandalkan dalam pengertian dia akan berperilaku menurut aturan-aturan yang ada.
5.   Guru yang melihat orang lain itu dapat memenuhi dan meningkatkan dirinya.
F. KELEBIHAN DAN KELEMAHAN TEORI HUMANISTIK
            Kelebihan teori humanistik dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.      Teori ini cocok untuk diterapkan dalam materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial.
2.      Indicator keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar, dan terjadi perubahan pola pikir, perilaku, serta sikap atas kemauan sendiri.
3.      Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, tidak terikat pada pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggung jaawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan, norma, disiplin atau etika yang berlaku.

Adapun kekurangan teori humanistic, yaitu siswa yang tidak mau memahami potensial dirinya akan ketinggalan dalam proses belajar.













BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
           


0 komentar:

Post a Comment