BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Belajar merupakan kegiatan yang
berlangsung dari lahir hingga meninggal dunia. Manusia dapat memperoleh
pengetahuan, ketrampilan, dan membentuk sikap
dengan belajar. Manusia dapat belajar sendiri, dengan orang tua atau
keluarga serta dapat belajar di lembaga pendidikan. Setiap manusia belajar guna
mencapai tujuan yang diinginkan, oleh karena itu belajar merupakan hal utama
untuk mewujudkan tujuan tersebut. Tujuan yang diinginkan manusia berbeda-beda
sehingga hal yang dipelajari juga berbeda begitu juga dengan metode belajarnya.
Pada dasarnya belajar bertujuan menciptakan perubahan di dalam diri seseorang
yang mencakup perubahan tingkah laku, sikap, ketrampilan, pengetahuan,
kebiasaan, dan sebagainya. Belajar yang bertujuan menciptakan perubahan timgkah
laku , misalnya seorang anak yang dulunya egois, manja, cenggeng, penakut dan
lain-lain. Setelah memasuki sekolah selama beberapa bulan tingkah lakunya
berubah menjadi anak yang baik, pemberani, mandiri, dan mau bergaul dengan
teman-temannya.
Berdasarkan contoh diatas proses
belajar yang dialami oleh anak tersebut dapat didefinisikan berbeda-beda
berdasarkan sudut pandang yang berbeda pula. Bila dilihat dari sudut pandang
behavioristik, anak melekukan proses belajar dengan cara diberi
stimulus-stimulus yang menimbulkan respon berupa perubahan tingkah laku yang
positif. Hal itu, akan berbeda bila dilihat dari sudut pandang kognitif,
humanistik, atau konstruktifistik. Pada dasarnya ada empat teori populer dengan tokoh-tokohnya yang mendefinisikan
pengertian belajar yaitu: Teori Belajar Behavioristik, Teori Belajar Kognitif,
Teori Belajar Humanistik, dan Teori Belajar Konstuktifistik. Pada makalah ini
penulis hanya memaparkan pengertian teori belajar humanistik berdasarkan beberapa
tokoh, prinsip-prinsip belajar humanistik, aplikasi serta implikasi teori
belajar humanistik di dalam dunia pendidikan.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan
latar belakang masalah tersebut, kami merumuskan permasalahan-permasalahan
sebagai berikut :
1. Bagaimana pengertian belajar menurut
sudut pandang humanistik?
2. Bagaimana pendapat para tokoh mengenai
teori belajar humanistik?
3. Bagaimana karakteristik teori belajar
humanistik?
4. Apa prinsip-prinsip teori belajar
humanistik?
5. Bagaimana aplikasi dan implikasi teori belajar
humanistik dalam dunia pendidikan?
6. Apa kelebihan dan kelemahan dari teori
belajar humanistik?
C. TUJUAN
Berdasarkan
rumusan masalah tersebut, maka kami merumuskan tujuan makalah, sebagai berikut
:
1. Untuk menjelaskan pengertian belajar
berdasarkan sudut pandang humanistik.
2. Untuk memaparkan pendapat dari beberapa
tokoh mengenai teori belajar humanistik.
3. Untuk mengetahui karakteristik teori
belajar humanistik.
4. Untuk mengetahui prinsip-prinsip teori
belajar humanistik.
5. Untuk menjelaskan aplikasi dan implikasi
teori belajar humanistik dalam dunia pendidikan.
6. Untuk mengetahui kelebihan dan kelemahan
dari teori belajar humanistik.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN TEORI BELAJAR HUMANISTIK
Dalam teori belajar humanistik proses belajar harus berhulu
dan bermuara pada manusia itu sendiri. Meskipun teori ini sangat
menekankan pentingya isi dari proses belajar, dalam kenyataan teori ini lebih
banyak berbicara tentang pendidikan dan proses belajar dalam bentuknya yang
paling ideal. Dengan kata lain, teori ini lebih tertarik pada ide belajar
dalam bentuknya yang paling ideal dari pada belajar seperti apa adanya, seperti
apa yang bisa kita amati dalam dunia keseharian. Teori apapun dapat
dimanfaatkan asal tujuan untuk “memanusiakan
manusia” (mencapai
aktualisasi diri dan sebagainya) dapat tercapai.
Dalam
teori belajar humanistik, belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami
lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha
agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya.
Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang
pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya.
Tujuan
utama para pendidik adalah membantu si siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu
membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai
manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam
diri mereka.
Menurut
kami, Teori Belajar Humanistik adalah proses belajar yang dipengaruhi secara
dominan oleh faktor internal dengan tujuan mencapai aktualisasi diri serta
mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri.
Banyak
tokoh yang penganut aliran humanistik, diantaranya adalah Klob yang terkenal
dengan “ Teori Belajar Empat Tahap “, Honey dan Mumfrod dengan Teori Pembagian
tentang Macam-macam Siswa, Bloom dan Krathwohl yang terkenal dengan Teori
Taksonomi Bloom serta tikoh-tokoh lainnya.
B. TOKOH-TOKOH TEORI BELAJAR HUMANISTIK
1. Carl Rogers
Teori Rogers
didasarkan pada suatu “daya hidup” yang disebut kecenderungan aktualisasi.
Kecenderungan aktualisasi tersebut diartikan sebagai motivasi yang menyatu
dalam setiap diri makhluk hidup dan bertujuan mengembangkan seluruh potensinya
semaksimal mungkin. Jadi, makhluk hidup bukan hanya bertujuan bertahan hidup
saja, tetapi ingin memperoleh apa yang terbaik bagi keberadaannya.Dari dorongan
tunggal inilah, muncul keinginan-keinginan atau dorongan-dorongan lain yang
disebutkan oleh psikolog lain, seperti kebutuhan untuk udara, air, dan makanan,
kebutuhan akan rasa aman dan rasa cinta, dan sebagainya.
Rogers
membedakan dua tipe belajar, yaitu:
1. Kognitif
(kebermaknaan)
2. experiential
( pengalaman atau signifikansi)
Meskipun
teori yang dikemukan Rogers adalah salah satu dari teori holistik, namun
keunikan teori adalah sifat humanis yang terkandung didalamnya. Teori
humanistik Rogers pun menpunyai berbagai nama antara lain : teori yang berpusat
pada pribadi (person centered), non-directive, klien (client-centered),
teori yang berpusat pada murid (student-centered), teori yang berpusat
pada kelompok (group centered), dan person to person). Namun
istilah person centered yang sering digunakan untuk teori Rogers.
a.
Asumsi dan Prinsip Dasar Teori
1. Kecenderungan formatif : Segala hal di dunia
baik organik maupun non-organik tersusun dari hal-hal yang lebih kecil.
2. Kecenderungan aktualisasi: Kecenderungan
setiap makhluk hidup untuk bergerak menuju ke kesempurnaan atau pemenuhan
potensial dirinya. Tiap individual mempunyai kekuatan yang kreatif untuk
menyelesaikan masalahnya.
Ide
pokok dari teori-teori Rogers yaitu individu memiliki kemampuan dalam diri
sendiri untuk mengerti diri, menentukan hidup, dan menangani masalah-masalah
psikisnya asalkan konselor menciptakan kondisi yang dapat mempermudah
perkembangan individu untuk aktualisasi diri.
Carl
Rogers mengembangkan teorinya dari penelitiannya bersama pasien dan klien di
klinik. Rogers merasa terkesan dengan apa yang ia lihat saat kecenderungan
bawaan individu yang bergerak ke arah pertumbuhan, maturitas, dan perubahan
positif. Ia menjadi yakin bahwa kekuatan dasar yang memotivasi organisme
manusia adalah kecenderungan beraktualisasi – suatu kecenderungan ke arah
pemenuhan atau aktualisasi semua kapasitas organisme. Organisme yang tumbuh
mencari cara untuk memenuhi potensinya di dalam batas-batas hereditasnya.
Seseorang mungkin tidak selalu dengan jelas merasakan tindakan mana yang
menyebabkan pertumbuhan dan tindakan mana yang regresif. Tetapi jika jalan itu
jelas, individu memilih untuk tumbuh ketimbang regresi. Rogers tidak menyangkal
bahwa terdapat kebutuhan lain, sebagian darinya adalah biologis., tetapi ia
memandang semuanya itu sebagai patuh kepada motivasi organisme untuk
meningkatkan dirinya. Keyakinan Rogers akan keunggulan aktualisasi membentuk
dasar terapi terpusat klien yang bersifat nondirektif. Metoda psikoterapi ini
berpendapat bahwa semua individu memiliki motivasi dan kemampuan untuk berubah
dan individu adalah orang yang paling berkualifikasi untuk menentukan arah
perubahan tersebut. Peran ahli terapi adalah sebagai papan pantul sementara
individu mengeksplorasi dan menganalisis masalahnya. Pendekatan ini berbeda
dari tipe psikoanalitik, di mana ahli terapi menganalisis pengalaman pasien
untuk menentukan masalah dan menyarankan suatu tindakan pengobatan. Inti dari
konsep dalam teori kepribadian Rogers adalah diri (self). Diri, atau
konsep-diri (Rogers menggunakan keduanya), menjadi inti teotinya. Diri terdiri
dari semua ide, persepsi, dan nilai-nilai yang mengkarakterisasi “saya” atau
“aku” ; ia mencakup kesadaran “apa saya” dan “ apa yang dapat saya lakukan.”
Selanjutnya diri yang dihayati ini mempengaruhi persepsi seseorang tentang
dunia dan perilakunya. Sebagai contohnya, wanita yang merasa dirinya kuat dan
kompeten akan menghayati dan bertindak di dunia dengan cara yang sangat berbeda
dari wanita yang menganggap dirinya lemah dan tidak berguna. Konsep diri tidak
selalu mencerminkan realita : seseorang mungkin sangat berhasil dan terhormat
tetapi masih memandang dirinya sendiri sebagai orang yang gagal.
b.
Detail Teori
Menurut
Rogers, individu menilai setiap pengalaman berkaitan dengan konsep diri. Orang
ingin bertindak dalam cara yang konsisten dengan citra-dirinya ; pengalaman dan
perasaan yang tidak konsisten adalah mengancam dirinya dan tidak diterima oleh
kesadaran. Ini pada dasarnya adalah konsep represi freud, walaupun Rogers
menganggap represi tersebut tidak diperlukan atau permanen. (Freud mengatakan
bahwa represi tidak dapat dihindari dan sebagian aspek pengalaman individu
selalu tetap berada dibawah sadar.
Semakin
banyak pengalaman yang disangkal oleh seseorang karena tidak konsisten dengan
konsep dirinya, semakin lebar jurang antara dirinya dan realita dan semakin
besar kemungkinan timbulnya ketidakmampuan menyesuaikan diri. Seorang individu
yang konsep dirinya tidak sejalan dengan perasaan dan pengalaman pribadi harus
melindungi dirinya sendiri dari kebenaran karena kebenaran akan menyebabkan
kecemasan. Jika ketidaksesuaian itu menjadi terlalu besar, pertahanan mungkin
runtuh, menyebabkan kecemasan yang berat atau gangguan emosional lain.
Sebaliknya,
orang yang mampu menyesuaikan diri memiliki konsep diri yang konsisten dengan
pikiran, pengalaman, dan perilaku ; diri tidak kaku tetapi fleksibel, dan dapat
berubah saat ia mengasimilasi pengalaman dan ide baru.
Diri
lain dalam teori Rogers adalah diri yang ideal. Kita semua memiliki
konsepsi jenis orang yang diri kita inginkan menjadi sepertinya. Semakin dekat
diri ideal dengan diri nyata, semakin penuh dan gembira individu yang
bersangkutan. Ketidaksesuaian yang besar antara diri ideal dan diri nyata
menghasilkan orang yang tidak puas dan tidak gembira.
Konsep
diri menurut Rogers adalah kesadaran batin yang tetap, mengenai pengalaman yang
berhubungan dengan aku dan membedakan aku dari yang bukan aku. Konsep diri ini
terbagi menjadi 2 yaitu konsep diri real dan konsep diri ideal. Untuk
menunjukkan apakah kedua konsep diri tersebut sesuai atau tidak, Rogers
mengenalkan 2 konsep lagi, yaitu Incongruence dan Congruence. Incongruence
adalah ketidakcocokan antara self yang dirasakan dalam pengalaman aktual
disertai pertentangan dan kekacauan batin. Sedangkan Congruence berarti situasi
di mana pengalaman diri diungkapkan dengan seksama dalam sebuah konsep diri
yang utuh, integral, dan sejati. Setiap manusia memiliki kebutuhan dasar akan
kehangatan, penghargaan, penerimaan, pengagungan, dan cinta dari orang lain.
Kebutuhan ini disebut need for positive regard, yang terbagi lagi
menjadi 2 yaitu conditional positive regard (bersyarat) dan unconditional
positive regard (tak bersyarat).
Rogers
menggambarkan pribadi yang berfungsi sepenuhnya adalah pribadi yang mengalami
penghargaan positip tanpa syarat. Ini berarti dia dihargai, dicintai karena
nilai adanya diri sendiri sebagai person sehingga ia tidak bersifat defensif namun
cenderung untuk menerima diri dengan penuh kepercayaan.
2.
Abraham Maslow
Ahli-ahli
teori humanistik menunjukkan bahwa (1) tingkah laku individu pada mulanya
ditentukan oleh bagaimana mereka merasakan dirinya sendiri dan dunia
sekitarnya, dan (2) individu bukanlah satu-satunya hasil dari lingkungan mereka
seperti yang dikatakan oleh ahli teori tingkah laku, melainkan langsung dari
dalam (internal), bebas memilih, dimotivasi oleh keinginan untuk aktualisasi
diri (self-actualization) atau memenuhi potensi keunikan mereka sebagai
manusia.
Abraham Maslow mengatakan bahwa di dalam
diri individu ada dua hal:
1. Suatu usaha yang positif untuk berkembang
2. Kekuatan untuk melawan atau menolak
perkembangan itu
Maslow mengemukakan bahwa individu
berperilaku dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarki. Bila
seseorang telah dapat memenuhi kebutuhan pertama, seperti kebutuhan psikologis,
barulah ia dapat menginginkan kebutuhan yang terletak di atasnya, ialah
kebutuhan mendapatkan rasa aman dan seterusnya. Maslow berfokus pada individu
secara keseluruhan, bukan hanya satu aspek individu, dan menekankan kesehatan
daripada sekedar penyakit dan masalah.
Teori
yang terkenal dari Maslow yang merupakan salah satu tokoh humanistik adalah
teori tentang Hirarki Kebutuhan. Adapun hirarki kebutuhan tersebut adalah
sebagai berikut:
1.
Kebutuhan
fisiologis atau dasar
2. Kebutuhan akan rasa aman
3.
Kebutuhan
untuk dicintai dan disayangi
4. Kebutuhan untuk dihargai
5. Kebutuhan untuk aktualisasi diri
Maslow
(1968) berpendapat bahwa ada hierarki kebutuhan manusia. Kebutuhan untuk
tingkat yang paling rendah yaitu tingkat untuk bisa survive atau mempertahankan
hidup dan rasa aman, dan ini adalah kebutuhan yang paling penting. Tetapi jika
manusia secara fisik terpenuhi kebutuhannya dan merasa aman, mereka akan
distimuli untuk memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi, yaitu kebutuhan untuk
memiliki dan dicintai dan kebutuhan akan harga diri dalam kelompok mereka
sendiri. Jika kebutuhan ini terpenuhi orang akan kembali mencari kebutuhan yang
lebih tinggi lagi, prestasi intelektual, penghargaan estetis dan akhirnya
self-actualization.
Maslow
(1954) menyusun hirerarki kebutuhan. Di dalam hirarki ini, ia menggunakan suatu
susunan piramida untuk menjelaskan dorongan atau kebutuhan dasar yang memotivasi
individu. Kebutuhan yang paling dasar, yakni kebutuhan fisiologis akan makanan,
air, tidur, tempat tinggal, ekspresi seksual, dan bebas dari rasa nyeri, harus
dipenuhi pertama kali. Tingkat kedua adalah kebutuhan akan keselamatan,
keamanan, dan bebas dari bahaya atau ancaman kerugian. Tingkat ketiga ialah
kebutuhan akan mencintai dan memiliki, yang mencakup membina keintiman,
persahabatan, dan dukungan. Tingkat keempat ialah kebutuhan harga diri, yang
mencakup kebutuhan untuk dihormati dan diargai orang lain. Tingkat yang paling
tinggi ialah aktualisasi diri, kebutuhan akan kecantikan, kebenaran, dan
keadilan.
Maslow
mengajikan hipotesis bahwa kebutuhan dasar di tingkat paling bawah
piramida akan mendominasi perilaku individu sampai kebutuhan tersebut dipenuhi,
kemudian kebutuhan tingkat selanjutnya menjadi dominan.Maslow menggunakan
istilah aktualisasi diri untuk menjelaskan individu yang telah mencapai semua
kebutuhan hirarki dan mengembangkan potensinya secara keseluruhan dalam hidup.
Teori
Maslow menjelaskan bahwa perbedaan individu terletak pada motivasinya, yang
tidak selalu stabil sepanjang kehidupan. Lingkungan hidup yang traumatic atau
kesehatan yang terganggu dapat menyebabkan individu mundur ke tingkat motivasi
yang lebih rendah.
3. Honey dan Mumford
Tokoh teori humanistik lainnya
adalah Honey dan Mumford. Pandangannya tentang belajar diilhami oleh pandangan
Kolb mengenai tahap-tahap belajar. Honey dan Mumford menggolong-golongkan orang
yang belajar ke dalam empat macam atau golongan, yaitu kelompok aktivis,
golongan reflektor, kelompok teoritis dan golongan pragmatis. Masing-masing
kelompok memiliki karakteristik yang berbeda dengan kelompok lainnya.
Karakteristik yang dimaksud adalah:
a. Kelompok
aktivis
Orang-orang yang termasuk ke dalam
kelompok aktivis adalah mereka yang senang melibatkan diri dan berpartisipasi
aktif dalam berbagai kegiatan dengan tujuan untuk memperoleh
pengalaman-pengalaman baru. Orang-orang tipe ini mudah diajak berdialog,
memiliki pemikiran terbuka, menghargai pendapat orang lain dan mudah percaya
pada orang lain. Namun dalam melakukan sesuatu tindakan sering kali kurang
pertimbangan secara matang, dan lebih banuyak didorong oleh kesenangannya untuk
melibatkan diri. Dalam kegiatan belajar, orang-orang demikian senang pda
hal-hal yang sifatnya penemuan-penemuan baru, seperti pemikiran baru,
pengalaman baru, dan sebagainya, sehingga metode yang cocok adalah problem
solving, brainstorming. Namun mereka akan cepat bosan dengan kegiatan-kegiatan
yang implementasinya memakan waktu lama.
b. Kelompok
reflektor
Mereka yang termasuk dalam kelompok reflektor mempunyai kecenderungan
yang berlawanan dengan mereka yang termasuk kelompok aktivis. Dalam melakukan
suatu tindakan, orang-orang tipe reflektor sangat berhati-hati dan penuh
pertimbangan. Pertimbangan-pertimbangan baik-buruk dan untung-rugi, selalu
diperhitungkan dengan cermat dalam memutuskan sesuatu. Orang-orang demikian
tidak mudah dipengaruhi, sehingga mereka cenderung bersifat konservatif.
c. Kelompok
teoris
Lain halnya dengan orang-orang tipe teoris, mereka memiliki
kecenderungan yang sangat kritis, suka menganalisis, selalu berfikir rasional
dengan menggunakan penalarannya. Segala sesuatu sering dikembalikan kepada
teori dan konsep-konsep atau hukum-hukum. Mereka tidak menyukai pendapat atau
penilaian yang sifatnya subjektif. Dalam melakukan atau memutuskan sesuatu,
kelompok teoris penuh dengan pertimbangan, sangat skeptis dan tidak menyukai
hal-hal yang bersifat spekulatif. Mereka tampak lebih tegas dan mempunyai
pendirian yang kuat, sehingga tidak mudah terpengaruh oleh pendapat orang lain.
d. Kelompok
pragmatis
Berbeda dengan orang-orang tipe pragmatis, mereka memiliki sifat-sifat
yang praktis, tidak suka berpanjang lebar dengan teori-teori, konsep-konsep, dalil-dalil,
dan sebagainya. Bagi mereka yang penting adalah aspek-aspek praktis, sesuatu
yang nyata dan dapat dilaksanakan. Sesuatu hanya bermanfaat jika dipraktekkan.
Teori, konsep, dalil, memang penting, tetapi jika itu semua tidak dapat
dipraktekkan maka teori, konsep, dalil, dan lain-lain itu tidak ada gunanya.
Bagi mereka, sesuatu adalah baik dan berguna jika dapat dipraktekkan dan
bermanfaat bagi kehidupan manusia.
C. KARAKTERISTIK TEORI BELAJAR HUMANISTIK
Pendekatan humanisme dalam pendidikan menekankan pada
perkembangan positif. Pendekatan yang berfokus pada potensi manusia untuk
mencari dan menemukan kemampuan yang mereka punya dan mengembangkan kemampuan
tersebut. Hal ini mencakup kemampuan interpersonal sosial dan metode untuk
pengembangan diri yang ditujukan untuk memperkaya diri, menikmati keberadaan
hidup dan juga masyarakat. Ketrampilan atau kemampuan membangun diri secara
positif ini menjadi sangat penting dalam pendidikan karena keterkaitannya
dengan keberhasilan akademik.
Dalam teori belajar humanistik,
belajar dianggap berhasil jika siswa memahami lingkungannya dan dirinya
sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu
mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha
memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut
pandang pengamatnya. Tujuan utama para pendidik adalah membantu si siswa untuk
mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal
diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan
potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.
Ada salah satu ide penting dalam
teori belajar humanisme yaitu siswa harus mampu untuk mengarahkan dirinya
sendiri dalam kegiatan belajar mengajar, sehingga siswa mengetahui apa yang
dipelajarinya serta tahu seberapa besar siswa tersebut dapat memahaminya. Dan
juga siswa dapat mengetahui mana, kapan, dan bagaimana mereka akan belajar.
Dengan demikian maka siswa diharapkan mendapat manfaat dan kegunaan dari hasil
belajar bagi dirinya sendiri. Aliran humanisme memandang belajar sebagai sebuah
proses yang terjadi dalam individu yang meliputi bagian/domain yang ada yaitu
dapat meliputi domain kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Dengan kata lain, pendekatan
humanisme menekankan pentingnya emosi atau perasaan, komunikasi terbuka, dan
nilai-nilai yang dimiliki oleh setiap siswa. Untuk itu, metode pembelajaran
humanistik mengarah pada upaya untuk mengasah nilai-nilai kemanusiaan siswa.
Sehingga para pendidik/guru diharapkan dalam pembelajaran lebih menekankan
nilai-nilai kerjasama, saling membantu, dan menguntungkan, kejujuran dan
kreativitas untuk diaplikasikan dalam proses pembelajaran sehingga menghasilkan
suatu proses pembelajaran yang diharapkan sesuai dengan tujuan dan hasil belajar
yang dicapai siswa.
D. PRINSIP-PRINSIP TEORI BELAJAR HUMANISTIK
Menurut
Rogers, dalam bukunya yang berjudul “
Freedom to Learn” prinsip-prinsip belajar humanistik yang penting
diantaranya sebagai berikut:
1.
Manusia itu mempunyai kemampuan untuk belajar secara alami
2.
Balajar yang signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan murid mempunyai relevansi
dengan maksud-maksudnya sendiri.
3.
Belajar yang menyangkut suatu perubahan di dalam persepsi mengenai
dirinya sendiri, dianggap mengancam dan cenderung menolaknya.
4.
Tugas-tugas belajar yang mengancam dirinya adalah lebih mudah
dirasakan dan diasimilasikan apabila ancaman-ancaman dari luar itu semakin
kecil.
5.
Apabila ancaman terhadap diri siswa rendah, pengalaman dapat
diperoleh dengan berbagai cara yang berbeda-beda dan terjadilah proses belajar.
6.
Belajar bermakna diperoleh siswa dengan melakukannya.
7.
Proses belajar menjadi lancar bila siswa terlibat dan ikut
bertanggung jawab dalam proses belajar tersebut.
8.
Belajar atas inisiatif sendiri yang melibatkan pribadi siswa
seutuhnya, baik perasaan maupun intelek merupakan cara yang dapat memberikan
hasil yang mendalam dan lestari.
9.
Kepercayaan terhadap diri sendiri, kemerdekaan, dan kreatifitas
akan lebih mudah dicapai apabila siswa dibiasakan untuk mawas diri dan mengkriti
dirinya sendiri serta menganggap penilaian orang lain merupakan pertimbangan
penting yang kedua.
10. Belajar yang paling berguna
secara sosial di dalam dunia modern adalah belajar mengenai proses belajar
yaitu suatu keterbukaan yang terus menerus terhadap pengalaman dan penyatuan ke
dalam dirinya sendiri mengenai proses perubahan itu.
E. APLIKASI DAN IMPLIKASI TEORI BELAJAR HUMANISTIK
Aplikasi Teori Humanistik dalam Pembelajaran
Aplikasi
teori humanistic lebih merujuk pada ruh atau spirit selama proses pembelajaran
yang mewarnai metode-metode yang diterapakan. Peran guru dalam pembelajaran
humanistic adalah fasilitator bagi para siswa. Guru memfasilitasi pengalaman
belajar kepada siswa dan mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan
pembelajaran.
Siswa berperan sebagai pelaku utama
(student center) yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri.
Ketika siswa memahami potensi diri, diharapkan siswa dapat mengembangkan
potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri yang bersifat
negative. Tujuan pembelajaran lebih kepada proses belajarnya daripada hsil
belajar. Sedangkan, proses pada umumnya dilalui adalah sebagai berikut.
1. Merumuskan
tujuan belajar yang jelas
2. Mengusahakan
partisipasi aktif siswa melalui kontrak belajar yang bersifat jelas, jujur, dan
positif.
3. Mendorong
siswa untuk mengembangkan kesanggupan siswa untuk belajar atau inisiatif
sendiri.
4. Mendorong
siswa untuk pekka berfikir kritis, memaknai proses pembelajaran secara mandiri.
5. Siswa
didorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya, melakukan apa
yang diinginkan, dan menanggung risiko perilaku yang ditunjukkan.
6. Guru
menerima siswa apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran siswa, tidak menilai
secara normative, tetapi mendorong siswa untuk bertanggung jawab atas segala
risiko proses belajarnya.
7. Memberikan
kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya.
8. Evaluasi
diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi siswa.
Pembelajaran berdasarkan teori humanistic ini cocok untuk diterapkan
pada materi-materi pembelajaran yang
bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis
terhadap fenomena social. Indicator keberhasilan aplikasi ini adalah siswa
merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar, dan terjadi perubahan pola
pikir, perilaku serta sikap atas kemauan sendiri. Siswa diharapkan menjadi
manusia yang bebas, berani, tidak terikat oleh pendapat orang lain, dan
mengatur pribadinya sendiri secara bertanggung jawab tanpa mengurangi hak-hak
orang lain atau mendengar aturan, norma, disiplin, atau etika yang berlaku.
Implikasi
Teori Belajar Humanistik dalam Dunia Pendidikan
a. Guru Sebagai Fasilitator
Psikologi
tentang guru memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator yang berikut ini
adalah berbagai cara untuk memberi
kemudahan belajar dan berbagai kualitas fasilitator. Berikut merupakan ikhtisar
yang sangat singkat dari beberapa guidenes (petunjuk) :
1. Fasilitator sebaiknya memberi perhatian
kepada penciptaan suasana awal, situasi kelompok, atau pengalaman kelas.
2. Fasilitator membantu untuk memperoleh dan
memperjelas tujuan-tujuan perorangan di dalam kelas dan juga tujuan-tujuan
kelompok yang bersifat lebih umum.
3. Dia mempercayai adanya keinginan dari
masing-masing siswa untuk melaksanakan tujuan-tujuan yang bermakna bagi
dirinya, sebagai kekuatan pendorong, yang tersembunyi di dalam makna belajar
tadi.
4. Dia mencoba mengatur dan menyediakan
sumber-sumber untuk belajar yang paling luas dan mudah dimanfaatkan para siswa
untuk membantu mencapai tujuan mereka.
5. Dia menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu
sumber yang fleksibel untuk dapat dimanfaatkan oleh kelompok.
6. Di dalam menanggapi ungkapan-ungkapan di
dalam kelompok kelas, dan menerima baik isi yang bersifat intelektual dan
sikap-sikap perasaan dan mencoba untuk menanggapi dengan cara yang sesuai, baik
bagi individual maupun kelompok.
7. Apabila keadaan penerimaan kelas telah
mantap. Fasilitator harus dapat berperan sebagai seorang siswa yang turut
berpartisipasi, seorang anggota kelompok, dan turut menyatakan pandangannya
sebagai seorang individu, seperti siswa yang lain.
8. Dia mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam
kelompok. Perasaan dan juga pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak
memaksakan, tetapi sebagai suatu andil secara pribadi yang boleh saja digunakan
atau ditolak oleh siswa.
9. Dia harus tetap waspada terhadap
ungkapan-ungkapan yang menandakannya adanya perasaan yang dalam dan kuat selama
belajar.
10. Di dalam berperan sebagai seorang fasilitator,
pimpinan harus mencoba untuk mengenali dan meerima keterbatasan-keterbatasannya
sendiri.
b. Ciri-Ciri Humanistik Mengenai Guru-Guru
yang Baik dan Kurang Baik
Menurut
Hamacheek guru-guru yang efektif tamapaknya adalah guru-guru yang “manusiawi”.
Mereka mempunyai rasa humor, adil, menarik, lebih demokratis daripada
autokratik, dan mereka mampu berhubungan dengan mudah dan wajar dengan para
siswa, baik secra perorangan atau secara kelompok. Guru yang tidak efektif
jelas kurang memiliki rasa humor, mudah marah, mengunakan komentar-komentar
yang melukai, cenderung bertindak otoriter, dan biasanya kurang peka terhadap
kebutuhan-kebutuhan siswanya.
Banyak
ahli psikologi humanistik membedakan guru-guru yang efektif dan yang kurang
efektif dengan menetukan apa yang mereka percaya tentang konsep diri sendiri
dan apa yang mereka percaya tentang orang lain.
Combs dan kawan-kawan percaya bahwa apabila
guru-guru merasa tenteram terhadap diri mereka sendiri dan terhadap kemampuan
mereka, mereka akan dapat memberikan perhatiannya kepada orang lain, dan
apabila mereka mempunyai perasaan bahwa mereka tidak mempunyai bekal yang
cukup, mereka mungkin akan memberikan respon pada siswa-siswa mereka dengan
mengembangkan aturan-aturan yang kaku dan bersifat otoriter yang mereka gunakan
untuk melindungi konsep diri mereka masing-masing.
Menurut
Combs dan kawan-kawan, ciri-ciri guru yang baik yaitu seperti berikut :
1. Guru yang mempunya anggapan bahwa orang lain
itu mempunyai kemampuan untuk memecahkan masalah mereka sendiri dengan baik.
2. Guru yang melihat bahwa orang lain mempunya
sifat ramah dan bersahabat dan bersifat ingin berkembang.
3. Guru yang cenderung melihat orang lain
sebagai orang yang sepatutnya dihargai.
4. Guru yang menganggap orang lain itu pada
dasarnya dapat dipercaya dan dapat diandalkan dalam pengertian dia akan
berperilaku menurut aturan-aturan yang ada.
5. Guru yang melihat orang lain itu dapat
memenuhi dan meningkatkan dirinya.
F.
KELEBIHAN DAN KELEMAHAN TEORI HUMANISTIK
Kelebihan
teori humanistik dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.
Teori ini cocok untuk diterapkan dalam materi pembelajaran yang
bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis
terhadap fenomena sosial.
2.
Indicator keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang
bergairah, berinisiatif dalam belajar, dan terjadi perubahan pola pikir,
perilaku, serta sikap atas kemauan sendiri.
3.
Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, tidak terikat pada
pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggung jaawab
tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan, norma, disiplin atau
etika yang berlaku.
Adapun kekurangan teori humanistic, yaitu siswa yang tidak mau
memahami potensial dirinya akan ketinggalan dalam proses belajar.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
0 komentar:
Post a Comment