1. Barang
Publik
Secara umum barang publik biasa dipahami sebagai sesuatu yang dapat dinikmati
atau dibutuhkan oleh semua orang. Suatu barang publik merupakan barang-barang
yang tidak dapat dibatasi siapa penggunanya dan sebisa mungkin bahkan seseorang
tidak perlu mengeluarkan biaya untuk mendapatkannya. Contoh barang publik ini
diantaranya udara, cahaya matahari, papan marka jalan, lampu lalu lintas,
pertahanan nasional, pemerintahan dan sebagainya. Akan sulit untuk menentukan
siapa saja yang boleh menggunakan papan marka jalan misalnya, karena
keberadaannya memang untuk konsumsi semua orang.
Barang publik (public goods) adalah barang yang apabila dikonsumsi oleh
individu tertentu tidak akan mengurangi konsumsi orang lain akan barang
tersebut. Selanjutnya, barang publik sempurna (pure public goods) didefinisikan
sebagai barang yang harus disediakan dalam jumlah dan kualitas yang sama
terhadap seluruh anggota masyarakat. Satu terminologi lain yang agak mirip
adalah barang kolektif. Bedanya, barang publik adalah untuk masyarakat secara
umum (keseluruhan), sementara barang kolektif dimiliki oleh satu bagian dari
masyarakat (satu komunitas yang lebih kecil) dan hanya berhak digunakan secara
umum oleh komunitas tersebut.
2. Barang
Privat
Barang privat mudahnya adalah barang-barang yang memiliki sifat berkebalikan
dengan barang publik. Barang privat secara tipikal adalah barang yang diperoleh
melalui mekanisme pasar, dimana titik temu antara produsen dan konsumen adalah
mekanisme harga. Oleh karena itu, kepemilikan barang privat biasanya dapat
teridentifikasi dengan baik.
Sebagian besar barang yang kita konsumsi adalah barang privat, yaitu barang
yang hanya dapat digunakan oleh satu konsumen pada satu waktu. Misalnya, ketika
seseorang sedang memakan kue miliknya, orang lain tidak dapat melakukan hal
serupa. Eksklusivitas kepemilikan menjadi faktor pembeda utama barang privat
dengan barang publik.
Sifat-sifat utama barang privat tentunya berkebalikan sama sekali dengan barang
publik. Sifat-sifat barang privat tersebut adalah :
1)
Rivalrous consumption, dimana konsumsi oleh satu konsumen akan mengurangi atau
menghilangkan kesempatan pihak lain untuk melakukan hal serupa. Terjadi
rivalitas antar calon konsumen dalam mengkonsumsi barang ini.
2)
Excludable consumption, dimana konsumsi suatu barang dapat dibatasi hanya pada
mereka yang memenuhi persyaratan tertentu (biasanya harga), dan mereka yang
tidak membayar atau tidak memenuhi syarat dapat dikecualikan dari akses untuk
mendapatkan barang tersebut (excludable). Contohnya, pakaian di toko hanya
dapat dinikmati oleh mereka yang membeli atau membayar, sementara mereka yang
tidak membayar tidak dapat menikmati pakaian tersebut.
3)
Scarcity/depletability/finite, yaitu kelangkaan atau keterbatasan dalam jumlah.
Kelangkaan dan ketersediaan dalam jumlah yang diskrit atau terbatas inilah yang
menimbulkan kedua sifat sebelumnya.
Barang privat biasanya memang diadakan untuk mencari profit atau laba. Karena
sifat-sifatnya tadi, barang privat dapat menjaga efisiensi pasar dalam
pengadaannya. Efisiensi inilah yang menarik minat sektor swasta dan menimbulkan
pemahaman bahwa barang privat adalah barang yang diproduksi oleh sektor swasta.
Meskipun begitu, pemerintah pun sebenarnya dapat berlaku sebagai sektor swasta
dan menjadi bagian dari pasar dalam penyediaan barang privat untuk
tujuan-tujuan tertentu.
Sifat Barang Publik
Barang publik memiliki dua sifat atau dua aspek yang
terkait dengan penggunaannya, yaitu :
1) Non-rivalry.
Non-rivalry dalam penggunaan barang publik berarti bahwa penggunaan satu
konsumen terhadap suatu barang tidak akan mengurangi kesempatan konsumen lain
untuk juga mengkonsumsi barang tersebut. Setiap orang dapat mengambil manfaat
dari barang tersebut tanpa mempengaruhi menfaat yang diperoleh orang lain.
Sebagai contoh, dalam kondisi normal, apabila kita menikmati udara bersih dan
sinar matahari, orang-orang di sekitar kita pun tetap dapat mengambil manfaat
yang sama, atau apabila kita sedang mendengar adzan dari sebuah mesjid
misalnya, tidak akan mengurangi kesempatan orang lain untuk ikut mendengarnya.
2)
Non-excludable. Sifat non-excludable barang publik ini berarti bahwa apabila
suatu barang publik tersedia, tidak ada yang dapat menghalangi siapapun untuk
memperoleh manfaat dari barang tersebut atau dengan kata lain, setiap orang
memiliki akses ke barang tersebut. Dalam konteks pasar, maka baik mereka yang
membayar maupun tidak membayar dapat menikmati barang tersebut. Sebagai contoh,
masyarakat membayar pajak yang kemudian diantaranya digunakan untuk membiayai
penyelenggaraan jasa kepolisian misalnya, akan tetapi yang kemudian dapat
menggunakan jasa kepolisian tersebut tidak hanya terbatas pada yang membayar
pajak saja. Mereka yang tidak membayar pun dapat mengambil menfaat atas jasa
tersebut. Singkatnya, tidak ada yang dapat dikecualikan (excludable) dalam
mengambil manfaat atas barang publik.
Sebuah barang publik
disebut sebagai pure public goods atau barang publik sempurna/murni apabila
memiliki dua sifat ini secara absolut.
B. Pengertian
Free Riders dalam penyediaan barang publik
Free riders adalah
permasalah yang muncul dalam penyediaan barang public terkait dengan kedua
sifatnya, yaitu Non-rivalry dan Non-excludable. Free riders ini adalah mereka
yang ikut menikmati barang publik tanpa mengeluarkan kontribusi tertentu,
sementara sebenarnya ada pihak lain yang berkontribusi untuk mengadakan barang
publik tersebut. Contohnya adalah mereka yang tidak membayar pajak tadi, tapi
ikut menikmati jasa-jasa atau barang-barang yang diadakan atas biaya pajak.
Contoh lain, sebuah jalan desa dibangun dengan kerja bakti. Free rider adalah
mereka yang tidak ikut kerja bakti, tetapi kemudian ikut menggunakan jalan desa
tersebut
C. Mengapa
sektor Bisnis gagal dalam menyediakan barang publik
Dilihat dari sifatnya
yang non-excludable, bahwa apabila suatu barang publik tersedia, tidak ada yang
dapat menghalangi siapapun untuk memperoleh manfaat dari barang tersebut atau
dengan kata lain, setiap orang memiliki akses ke barang tersebut,sektor swasta
tentu akan menyerahkan pada pihak lain untuk mengadakan barang publik karena
terlalu tidak efisien bagi mereka. Hal ini kemudian menimbulkan penafsiran
bahwa konteks publiks goods adalah barang yang harus disediakan oleh
pemerintah. Hal ini tidak selamanya benar. Karena penggunaannya yang untuk
publik, maka pada hakikatnya, publiklah yang juga harus menyediakannya.
Sektor swasta biasanya
kemudian mengembankan cara-caranya sendiri untuk mengatasi efek eksternalitas
dan free rider yang dapat menimbulkan inefisiensi tersebut. Contohnya, siaran
televisi sebenarnya dapat digolongkan sebagai public goods bagi seluruh pemilik
televisi. Akan tetapi, sektor swasta misalnya kemudian mengembangkan sistem
periklanan atau sistem TV-kabel yang mengacak transmisi siaran sehingga hanya
dapat ditangkap dengan dekoder tertentu agar hanya mereka yang membeli dekoder
itu yang dapat menikmati siarannya. Contoh lain adalah sistem jalan toll,
sehingga hanya mereka yang membayar yang dapat menggunakan jalan tersebut.
0 komentar:
Post a Comment