KONSUMSI
DAN FUNGSI KONSUMSI
Konsep konsumsi, yang merupakan konsep yang di Indonesiakan
dari bahasa inggris ”Consumtion”. Konsumsi adalah pembelanjaan atas
barangbarang dan jasa-jasa yang dilakukan oleh rumah tangga dengan tujuan untuk
memenuhi kebutuhan dari orang yang melakukan pembelanjaan tersebut. Teori
Konsumsi adalah teori yang mempelajari
bagaimana manusia / konsumen itu memuaskan kebutuhannya dengan pembelian /
penggunaan barang dan jasa. Sedangkan pelaku konsumen adalah bagaimana ia
memutuskan berapa jumlah barang dan jasa yang akan dibeli dalam berbagai
situasi.
Pembelanjaan masyarakat atas makanan, pakaian, dan
barang-barang kebutuhan mereka yang lain digolongkan pembelanjaan atau
konsumsi. Barang-barang yang di produksi untuk digunakan oleh masyarakat untuk
memenuhi kebutuhannya dinamakan barang konsumsi.(Dumairy, 1996)
Fungsi
konsumsi adalah suatu kurva yang menggambarkan sifat hubungan di antara tingkat
konsumsi rumah tangga dalam perekonomian dengan pendapatan nasional (pendapatan
disposebel) perekonomian tersebut. Fungsi konsumsi dapat dinyatakan
dalam persamaan : i. Fungsi konsumsi ialah : C = a + By. Dimana a adalah konsumsi rumah tangga ketika
pendapatan nasional adalah 0, b adalah kecondongan konsumsi marginal, C adalah
tingkat konsumsi dan Y adalah tingkat pendapatan nasional.
Ada
dua konsep untuk mengetahui sifat hubungan antara pendapatan disposebel dengan
konsumsi dan pendapatan diposebel dengan tabungan yaitu kosep kecondongan
mengkonsumsi dan kecondongan menabung. Kecondongan mengkonsumsi dapat dibedakan
menjadi dua yaitu kecondongan mengkonsumsi marginal dan kecondongan
mengkonsumsi ratarata. Kencondongan mengkonsumsi marginal dapat dinyatakan
sebagai MPC (berasal dari istilah inggrisnya Marginal Propensity to Consume),
dapat didefinisikan sebagai perbandingan di antara pertambahan konsumsi (ΔC)
yang dilakukan dengan pertambahan pendapatan disposebel (ΔYd) yang diperoleh.
Nilai MPC dapat dihitung dengan menggunakan formula : MPC = Yd . CΔ
Kencondongan
mengkonsumsi rata-rata dinyatakan dengan APC (Average Propensity to Consume),
dapat didefinisikan sebagai perbandingan di antara tingkat pengeluaran konsumsi
(C) dengan tingkat pendapatan disposebel pada ketika konsumen tersebut
dilakukan (Yd). Nilai APC dapat dihitung dengan menggunakan formula : APC = Yd.C
Kecondongan
menabung dapat dibedakan menjadi dua yaitu kencondongan menabung marginal dan
kecondongan menabung rata-rata. Kecondongan menabung marginal dinyatakan dengan
MPS (Marginal Propensity to Save) adalah perbandingan di antara
pertambahan tabungan (ΔS) dengan pertambahan pendapatan disposebel (ΔYd). Nilai
MPS dapat dihitung dengan menggunakan formula : MPS = Yd.SΔ.
Kecondongan
menabung rata-rata dinyatakan dengan APS (Average Propensity to Save),
menunjukan perbandingan di antara tabungan (S) dengan pendapatan disposebel
(Yd). Nilai APS dapat dihitung dengan menggunakan formula : APS = Yd. S
(Sadono Sukirno, 2003: 94-101).
- Teori Konsumsi John Maynard Keynes
Dalam
teorinya Keynes mengandalkan analisis statistik, dan juga membuat dugaan-dugaan
tentang konsumsi berdasarkan introspeksi dan observasi casual. Pertama dan
terpenting Keynes menduga bahwa, kecenderungan mengkonsumsi marginal (marginal
propensity to consume) jumlah yang dikonsumsi dalam setiap tambahan
pendapatan adalah antara nol dan satu. Kecenderungan mengkonsumsi marginal
adalah krusial bagi rekomendasi kebijakan Keynes untuk menurunkan pengangguran
yang kian meluas. Kekuatan kibijakan fiskal, untuk mempengaruhi perekonomian
seperti ditunjukkan oleh pengganda kebijakan fiskal muncul dari umpan balik
antara pendapatan dan konsumsi.
Kedua,
Keynes menyatakan bahwa rasio konsumsi terhadap pendapatan, yang disebut
kecenderungan mengkonsumsi rata-rata (avarage prospensity to consume),
turun ketika pendapatan naik. Ia percaya bahwa tabungan adalah kemewahan,
sehingga ia barharap orang kaya menabung dalam proporsi yang lebih tinggi dari
pendapatan mereka ketimbang si miskin.
Ketiga,
keynes berpendapat bahwa pendapatan merupakan determinan konsumsi yang penting
dan tingkat bunga tidak memiliki peranan penting. Keynes menyatakan bahwa
pengaruh tingkat bunga terhadap konsumsi hanya sebatas teori. Kesimpulannya
bahwa pengaruh jangka pendek dari tingkat bunga terhadap pengeluaran individu
dari pendapatannya bersifat sekunder dan relatif tidak penting.Berdasarkan tiga
dugaan ini,fungsi konsumsi keynes sering ditulis sebagai C = C + cY, C > 0,
0 < c < 1
Keterangan :
C = konsumsi
Y = pendapatan disposebel
C = konstanta
c = kecenderungan mengkonsumsi
marginal
(N.G Mankiw, 2003 : 425-426)
Secara singkat di bawah ini beberapa
catatan mengenai fungsi
konsumsi Keynes :
·
Variabel
nyata adalah bahwa fungsi konsumsi Keynes menunjukkan hubungan antara
pendapatan nasional dengan pengeluaran konsumsi yang keduanya dinyatakan dengan
menggunakan tingkat harga konstan.
·
Pendapatan
yang terjadi disebutkan bahwa pendapatan nasional yang menentukan besar
kecilnya pengeluaran konsumsi adalah pendapatan nasional yang terjadi atau
current national income.
·
Pendapatan
absolute disebutkan bahwa fungsi konsumsi Keynes variabel pendapatan
nasionalnya perlu diinterpretasikan sebagai pendapatan nasional absolut, yang
dapat dilawankan dengan pendapatan relatif, pendapatan permanen dan sebagainya.
·
Bentuk
fungsi konsumsi menggunakan fungsi konsumsi dengan bentuk garis lurus. Keynes
berpendapat bahwa fungsi konsumsi berbentuk lengkung. (Soediyono Reksoprayitno,
2000: 146 ).
Teori konsumsi Keynes
- Teori
Konsumsi dengan Hipotesis Pendapatan Permanen (Milton Friedman)
Teori
dengan hipotesis pendapatan permanen dikemukakan oleh M Friedman. Menurut teori
ini pendapatan masyarakat dapat digolongkan menjadi 2 yaitu pendapatan permanen
(permanent income) dan pendapatan sementara (transitory income).
Pengertian dari pendapatan permanen adalah :
·
Pendapatan
yang selalu diterima pada setiap periode tertentu dan dapat diperkirakan
sebelumnya, misalnya pendapatan dari gaji, upah.
·
Pendapatan
yang diperoleh dari semua faktor yang menentukan kekayaan seseorang (yang
menciptakan kekayaan). Pengertian pendapatan sementara adalah pendapatan yang
tidak bisa diperkirakan sebelumnya. (Guritno Mangkoesoebroto, 1998: 72).
Friedman
menganggap pula bahwa tidak ada hubungan antara pendapatan sementara dengan
pendapatan permanen, juga antara konsumsi sementara dengan konsumsi permanen,
maupun konsumsi sementara dengan pendapatan sementara. Sehingga MPC dari
pendapatan sementara sama dengan nol yang berarti bila konsumen menerima
pendapatan sementara yang positif maka tidak akan mempengaruhi konsumsi.
Demikian pula bila konsumen menerima pendapatan sementara yang negatif maka
tidak akan mengurangi konsumsi. (Suparmoko, 1991: 70)
Cp = kYp
|
Yp
|
Cp
|
Fungsi konsumsi dengan APC = MPC
menurut hipotesis pendapatan permanen
- Teori
Konsumsi dengan Hipotesis Siklus Hidup
Teori
dengan hipotesis siklus hidup dikemukaan oleh Franco Modigliani. Franco
Modigliani menerangkan bahwa pola pengeluaran konsumsi masyarakat mendasarkan
kepada kenyataan bahwa pola penerimaan dan pola pengeluaran konsumsi seseorang
pada umumnya dipengaruhi oleh masa dalam siklus hidupnya.
Karena
orang cenderung menerima penghasilan / pendapatan yang rendah pada usia muda,
tinggi pada usia menengah dan rendah pada usia tua, maka rasio tabungan akan
berfluktuasi sejalan dengan perkembangan umur mereka yaitu orang muda akan
mempunyai tabungan negatif (dissaving), orang berumur menengah menabung
dan membayar kembali pinjaman pada masa muda mereka, dan orang usia tua akan
mengambil tabungan yang dibuatnya di masa usia menengah.
Selanjutnya
Modigliani menganggap penting peranan kekayaan (assets) sebagai penentu
tingkah laku konsumsi. Konsumsi akan meningkat apabila terjadi kenaikan nilai
kekayaan seperti karena adanya inflasi maka nilai rumah dan tanah meningkat,
karena adanya kenaikan harga surat-surat berharga, atau karena peningkatan
dalam jumlah uang beredar. Sesungguhnya dalam kenyataan orang menumpuk kekayaan
sepanjang hidup mereka, dan tidak hanya orang yang sudah pension saja. Apabila
terjadi kenaikan dalam nilai kekayaan, maka konsumsi akan meningkat atau dapat
dipertahankan lebih lama. Akhirnya hipotesis siklus kehidupan ini akan berarti menekan hasrat konsumsi,
menekan koefisien pengganda, dan melindungi perekonomian dari
perubahan-perubahan yang tidak diharapkan, seperti perubahan dalam investasi,
ekspor, maupun pengeluaran-pengeluaran lain. (Suparmoko, 1991: 73-74).
Teori Konsumsi siklus hidup atau
life cycle dikemukakan oleh A.Ando , R.Brumberg dan F.Modligani. Teori ini
mencoba menjelaskan tentang perilaku konsumsi seseorang berdasarkan pada umur
dalam dalam siklus hidupnya.
Sumbu vertikal menunjukkan
pengeluaran konsumsi (C ), dan besarnya pendapatan (Y), sedangkan sumbu horizontal menunjukkan fungsi
dari waktu (time). Dalam hal ini
Y merupakan kurva pendapatan dan C merupakan kurva konsumsi.
- Teori
Konsumsi dengan Hipotesis Pendapatan Relatif
James
Dusenberry mengemukakan bahwa pengeluaran konsumsi suatu masyarakat ditentukan
terutama oleh tingginya pendapatan tertinggi yang pernah dicapainya. Pendapatan
berkurang, konsumen tidak akan banyak mengurangi pengeluaran untuk konsumsi.
Untuk mempertahankan tingkat konsumsi yang tinggi, terpaksa mengurangi besarnya
saving. Apabila pendapatan bertambah maka konsumsi mereka juga akan betambah,
tetapi brtambahnya tidak terlalu besar. Sedangkan saving akan bertambah
besar dengan pesatnya.
Kenyataan
ini terus kita jumpai sampai tingkat pendapatan tertinggi yang telah kita capai
tercapai kembali. Sesudah puncak dari pendapatan sebelumnya telah dilalui, maka
tambahan pendapatan akan banyak menyebabkan bertambahnya pengeluaran untuk
konsumsi, sedangkan di lain pihak bertambahnya saving tidak begitu
cepat. (Soediyono Reksoprayitno, 2000). Dalam teorinya, Dusenberry menggunakan
dua asumsi yaitu:
a.
Selera
sebuah rumah tangga atas barang konsumsi adalah interdependen. Artinya
pengeluaran konsumsi rumah tangga dipengaruhi oleh pengeluaran yang dilakukan
oleh orang sekitarnya.
b. Pengeluaran konsumsi adalah
irreversibel. Artinya pola pengeluaran seseorang pada saat penghasilan naik
berbeda dengan pola pengeluaran pada saat penghasilan mengalami penurunan.(Guritno
Mangkoesoebroto, 1998: 70).
Teori Konsumsi
Hipotesis Pendapatan Relatif
B. BEBERAPA
VARIABEL LAIN YANG MEMPENGARUHI PENGELUARAN KONSUMSI
Perkembangan
ekonomi yang terjadi mengakibatkan bertambahnya variabel yang dapat
mempengaruhi pengeluaran konsumsi selain pendapatan nasional, inflasi, suku
bunga, dan jumlah uang beredar seperti sebagai berikut:
1. Selera
Di
antara orang-orang yang berumur sama dan berpendapatan sama, beberapa orang
dari mereka mengkonsumsi lebih banyak dari pada yang lain. Hal ini dikarenakan
ada nyaperbedaan sikap dalam penghematan (thrift).
2. Faktor
sosial ekonomi
Faktor
sosial ekonomi misalnya: umur, pendidikan, pekerjaan dan keadaan keluarga.
Biasanya pendapatan akan tinggi pada kelompok umur muda dan terus meninggi dan
mencapai puncaknya pada umur pertengahan, dan akhirnya turun pada kelompok tua.
Demikian juga dengan pendapatan yang ia sisihkan (tabung) pada kelompok umur
tua adalah rendah. Yang berarti bagian pendapatan yang dikonsumsi relatif
tinggi pada kelompok muda dan tua, tetapi rendah pada umur pertengahan. Dengan
adanya perbedaan proporsi pendapatan untuk konsumsi diantara kelompok umur,
maka naiknya umur rata-rata penduduk akan mengubah fungsi konsumsi agregat.
3. Kekayaan
Kekayaan
secara eksplisit maupun implisit, sering dimasukan dalam fungsi konsumsi
agregat sebagai faktor yang menentukan konsumsi. Seperti dalam hipotesis
pendapatan permanen yang dikemukakan oleh Friedman, Albert Ando dan Franco
Modigliani menyatakan bahwa hasil bersih (net worth) dari suatu kekayaan
merupakan faktor penting dalam menentukan konsumsi.
4. Keuntungan
/ Kerugian Capital
Keuntungan
kapital yaitu dengan naiknya hasil bersih dari kapital akan mendorong tambahnya
konsumsi, sebaliknya dengan adanya kerugian kapital akan mengurangi konsumsi.
Menurut John J. Arena menemukan bahwa tidak ada hubungan antara konsumsi
agregat dan keuntungan kapital karena sebagian saham dipegang oleh orang-orang
yang berpendapatan tinggi dan konsumsi mereka tidak terpengaruh oleh perubahan
perubahan jangka pendek dalam harga surat berharga tersebut. Sebaliknya Kul B.
Bhatia dan Barry Bosworth menemukan hubungan yang positif antara konsumsi
dengan keuntungan kapital.
5. Tingkat
harga
Naiknya
pendapatan nominal yang disertai dengan naiknya tingkat harga dengan proporsi
yang sama tidak akan mengubah konsumsi riil. Bila seseorang tidak mengubah
konsumsi riilnya walaupun ada kenaikan pendapatan nominal dan tingkat harga
secara proposional, maka ia dinamakan bebas dari ilusi uang (money illusion)
seperti halnya pendapat ekonomi kasik. Sebaliknya bila mereka mengubah konsumsi
riilnya maka dikatakan mengalami “ilusi uang” seperti yang dikemukakan Keynes.
6.
Barang tahan lama
Barang
tahan lama adalah barang yang dapat dinikmati sampai pada masa yang akan datang
(biasanya lebih dari satu tahun). Adanya barang tahan lama ini menyebabkan
timbulnya fluktuasi pengeluaran konsumsi. Seseorang yang memiliki banyak barang
tahan lama, seperti lemari es, perabotan, mobil, sepeda motor, tidak membelinya
lagi dalam waktu dekat. Akibatnya pengeluaran konsumsi untuk jenis barang
seperti ini cenderung menurun pada masa (tahun) yang akan datang. Pengeluaran
konsumsi untuk jenis barang ini menjadi berfluktuasi sepanjang waktu, sehingga
pada periode tersebut pengeluaran konsumsi secara keseluruhan juga
berfluktuasi.
7.
Kredit
Kredit
yang diberikan oleh sektor perbankan sangat erat hubungannya dengan pengeluaran
konsumsi yang dilakukan rumah tangga. Adanya kredit menyebabkan rumah tangga
dapat membeli barang pada waktu sekarang dan pembayarannya dilakukan di
kemudian hari. Namun demikian, ini tidak berarti bahwa adanya fasilitas kredit
menyebabkan rumah tangga akan melakukan konsumsi yang lebih banyak,karena apa
yang mereka beli sekarang harus dibayar dengan penghasilan yang akan datang.
Konsumen akan memperhitungkan beberapa hal dalam melakukan pembayaran dengan
cara kredit, misalnya tingkat bunga, uang muka dan waktu pelunasannya. Tingkat
bunga tidak merupakan faktor dominan dalam memutuskan pembelian dengan cara
kredit, sebagaimana faktor-faktor yang lain seperti uang muka dan waktu
pelunasan. Kenaikan uang muka akan menurunkan jumlah uang yang hurus dibayar
secara kredit. Sedangkan semakin panjang waktu pelunasan akan meningkatkan
jumlah uang yang harus dibayardengan kredit. Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak
adanya kejelasan mengenai pengaruh kredit terhadap pengeluaran konsumsi.
(Suparmoko, 1991: 74-77).